Pengantar
Manusia hampir tak pernah memanfaatkan kemerdekaan yang mereka miliki, yaitu kemerdekaan berpikir dan bertindak. Sebagai gantinya mereka selalu menuntut kemerdekaan untuk berbicara. Mereka menganggap dengan berbicara mereka akan memenangkan pertarungan... tidak...., sebenarnya mereka baru saja mengobarkan perang pembuktian yang diwarnai pergelutan tindakan, yang pemenangnya diperoleh tergantung dengan kegigihan (pembuktian untuk apa saja), karena yang telah keluar dari mulut tidak berarti apa-apa tanpa sebuah tindakan.
Berbicara memang menjadi trend serta ukuran dewasa ini, retorika yang sangat disukai pendengar, yang penuh dengan metafora menjadi candu, membingungkan, mengecoh kita pada keabu-abuan.
Rayuan yang komprehensif mengabaikan tindakan serta ketulusan seseorang, menggadaikan rasa percaya yang sesungguhnya. Saat ungkapan itu terucap secara spontan komitmen dibuat, entah oleh yang satu atau yang satunya lagi, yang kemudian mempengaruhi pikiran mahluk untuk konsisten pada komitmen itu, seringkali memaksakan diri, kemudian memberangus kemerdekaan untuk menentukan pilihan yang sebenarnya (bisa dibilang terperangkap dalam teori).
Banyak yang tersingkir menghadapi fenomena ini, hanya karena mereka tidak berkata, tidak mampu menjadi komunikator yang baik sehingga feedback dari komunikan menjadi negatif terdesak oleh hambatan-hambatan....
Bahasa itu...
Padahal ada sebuah media, bahasa yang sudah lama ditinggalkan peradapan ini, ...jiwa dunia.. yang sekarang ingin kupahami, sedang kucari maknanya.
1. "Kalau seseorang sunguh-sungguh menginginkan sesuatu seisi jagat raya bahu membahu membantu orang itu mewujudkan impiannya"
Namun sudah sedikit yang percaya hal itu, berangsur punah bersama perjalanan waktu. Hmmmmm..... Konsep yang sangat sulit dipahami ini akan ku analogikan dengan sub-makna yang lebih mungkin untuk dipahami.
Cobalah masuk ke dalam pusaran ini: Saat jiwa bergolak di dalam diri, ketika mata saling menatap, memperhatikan, sebuah kesadaran yang paling penting dari bahasa yang ada di seisi dunia ini, bahasa yang sebenarnya bisa dipahami siapapun di muka bumi, di hati mereka, bahasa yang lebih tua daripada manusia, lebih kuno dari pikiran serta logika, yang menjadi penyebab kita Tuhan ciptakan, sesuatu yang meletupkan daya yang sama manakala dua pasang mata beradu pandang. YUPZ... seringkali kita menyadari arti yang ada hanya dengan beradu pandang, sorot mata yang terekam memberikan arti yang sudah kita pahami, sudah tau jawabannya, hanyasaja kita sekarang tidak lagi peka dengan pertanda-pertanda itu, pertanda-pertanda yang maktub Yang selalu terjadi pada episode-episode kehidupan, dimana dia selalu mengetuk namun jarang pintu itu dibukakan baginya.
Itulah pertanda-pertanda yang sering kita lupakan dimakan keegoisan, status, latar belakang, derajat, kemapanan, suku, pulau, serta gengsi yang sempit, sehingga diabaikan dan bahasa itu tidak lagi berarti apa-apa.
CINTA (yang merupakan sub-makna dari bahasa dunia, yang masih cukup relefan dengan masa ini)..... terlalu sempit kita memaknainya belakangan ini, dimana kita terlalu egois memberikan arti, padahal kita tidak tahu, berabat-abat yang lalu arti kata itu berbeda(lebih luas) daripada apa yang kita maknai sekarang, Kata itu selaras dengan sebuah penciptaan kehidupan, dengan jiwa dunia, yang tidak mudah dimengerti dan tidak perlu dijelaskan, karena itu rahasia yang aku sendiri tidak bisa memahaminya.
"Sebab dimana hatimu brada disitulah hartamu berada" Kalimat multi tafsir, yang tidak bisa diartikan hanya dengan membaca, untuk itu perlu direnungkan agar kau bisa menemukan hartamu itu.
Makin bingung....???????
Refleksi: Seorang dokter yang bijaksana berkata kepada saya, "Saya telah melakukan praktek dokter selama 30 tahun, dan saya telah menulis banyak sekali resep. Tapi lama-kelamaan saya mendapatkan pelajaran, bahwa untuk sebagian besar penyebab penyakit manusia maka obat yang terbaik adalah kasih sayang."
"Bagaimana jika obat itu idak manjur?" tanya saya???????.
"Lipat duakan dosisnya," jawabnya.
2. Begitu juga dengn harapan... harapan itu menurutku seperti jalan setapak di desa, yang apabila semakin banyak orang melaluinya maka jalan itu ada, namun bila tidak ada lagi orang yang melewatinya maka hilanglah jalan itu tertutup rumput dan belukar, maka tidak bisa dilalui dan jejaknyapun ikut menghilang.
Hal seperti di ataspun seringkali kita abaikan, orang lebih cenderung melihat apa yang ingin dilihat, bukan yang sebenarnya terjadi. Disaat ada daya yang menghendaki kau mewujudkan takdirmu kau akan diberi pertanda-pertanda yang tinggal kau baca dan artikan, namun pilihan dan keputusan ada di tangan kita, apakah diikuti atau diabaikan....
"Seperti saat seorang anak bercita-cita menjadi petani, kemudian ditengah jalan untuk mewujudkan, orang menganggap bahwa petani bukanlah pekerjaan yang terhormat, lalu dia memutuskan untuk menjadi polisi yang dianggap orang banyak lebih terhormat"
Maka dengan ketidakmampuan untuk membaca pertanda-pertanda, untuk mengartikan sub-bahasa dunia, kita tidak lagi menemukan harapan, karena jalan itu tidak kita lalui lagi, teralihkan dengan anggapan orang dan semak belukar.
penutup
Aku seringkali hanya melihat yang ingin dilihat, bukan yang sebenarnya terjadi, ketidakmampuan itu yang membuatku selalu mencoba memahami segala buah pikiran, buah pikiranku inipun bukan karena aku mengetahui sesuatu, tetapi tercipta karena aku tidak mengerti sesuatu itu, ide dan konsep yang abstrak serta tidak beraturan di atas memang membingungkan, namun dua sub-bahasa kurasa mampu membuka sedikit jalan. Perlu diingat makna sebenarnya tidak terdapat pada kata-kata namun pada pikiran orang yang membaca, dan aku percaya setiap orang memiliki pemaknaan yang berbeda, sehingga aku dengan sengaja menyamarkannya, membiarkan sang imaji melayang di sela-sela pikiran...
Perasaan Bingung, menciptkan penasaran, yang membuat kita ingin mengetahui, untuk kemudian membuka jalan bagi pemahaman.
Selama ini sedikit yang bisa memahami jalan pikiranku yang cenderung berbeda, padahal aku hanya mencoba melihat sesuatu dari sudut pandang lain atau dari berbagai sudut pandang. Tapi percayalah kadang2 sesuatu itu tidak perlu dimengerti, cukup dirasakan.
Selamat Berimajinasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H