Mohon tunggu...
Medi Juniansyah
Medi Juniansyah Mohon Tunggu... Penulis - Menggores Makna, Merangkai Inspirasi

Master of Islamic Religious Education - Writer - Educator - Organizer

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerpen: Saat Mentari Menyapa Berbuka

7 April 2024   19:31 Diperbarui: 7 April 2024   20:10 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bukber di masjid - sumber gambar: shutterstock.com

Hari itu, di sebuah desa kecil dibawah kaki bukit barisan, suasana mulai sibuk ketika matahari menurun ke ufuk barat.

Warga desa sibuk menyiapkan segala keperluan untuk berbuka puasa bersama di masjid desa.

Di antara mereka, ada seorang pemuda bernama Rizky yang sangat bersemangat untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.

Rizky, seorang pemuda yang gigih dan penuh semangat, telah menunggu momen berbuka puasa bersama ini sejak awal bulan Ramadan.

Rizky yakin bahwa momen ini akan menjadi momentum yang berharga untuk mempererat tali persaudaraan di antara warga desa.

Sementara itu, di rumahnya, ibu Rizky, Nyai Fatimah, sibuk mempersiapkan hidangan untuk berbuka puasa.

Di meja makan, terhampar aneka kue dan makanan lezat yang menggugah selera.

Nyai Fatimah, dengan senyum di wajahnya, mengatur setiap hidangan dengan penuh kasih sayang.

"Rizky, cepatlah! Sudah waktunya untuk berbuka puasa," seru Nyai Fatimah memanggil anaknya.

Rizky segera membalas seruan ibunya dan berlari ke arah rumah.

Rizky merasa senang karena hari ini akan menjadi hari yang istimewa baginya.

Tiba di masjid desa, Rizky disambut oleh ramainya suasana.

Warga desa telah berkumpul di halaman masjid, sambil menunggu adzan maghrib berkumandang.

Mereka duduk bersila di atas karpet yang telah disediakan, menanti momen berbuka puasa bersama.

Ketika adzan maghrib terdengar, suasana hening menyelimuti masjid.

Semua orang memejamkan mata, memanjatkan doa, dan menunggu dengan sabar waktu berbuka tiba.

Setelah beberapa saat, terdengarlah suara takbir yang menggema di langit-langit masjid, menandakan bahwa waktu berbuka telah tiba.

"Alhamdulillah," ucap Rizky dan seluruh jamaah serentak.

Mereka pun mulai membuka puasa dengan menyantap kurma yang telah disiapkan di hadapan mereka.

Suasana penuh kebersamaan terasa begitu hangat di antara mereka.

Mereka berbagi cerita tentang pengalaman selama menjalani ibadah puasa, tertawa bersama, dan menikmati hidangan yang lezat.

Tiba saatnya untuk menunaikan shalat maghrib, jamaah bergerak ke dalam masjid untuk melaksanakan ibadah tersebut.

Setelah selesai, mereka kembali ke halaman masjid untuk melanjutkan acara berbuka puasa bersama.

Rizky duduk di antara beberapa temannya, sambil menikmati hidangan yang telah disediakan.

Mereka saling berbagi cerita dan tertawa bersama, menciptakan momen yang penuh kebahagiaan dan kebersamaan.

Namun, di tengah-tengah keceriaan itu, terdengar suara langkah kaki yang mendekat.

Semua mata tertuju pada sosok yang baru saja tiba di masjid.

Itu adalah seorang laki-laki tua yang tampak lelah dan lapar. Wajahnya yang pucat dan kurus menunjukkan bahwa ia telah berjalan jauh untuk sampai ke masjid desa.

Tanpa ragu, Rizky dan beberapa temannya segera menghampiri laki-laki tua itu.

Mereka menyambutnya dengan ramah dan mengajaknya bergabung untuk berbuka puasa bersama.

"Duduklah, Pak. Anda adalah tamu istimewa kami hari ini," ucap Rizky sambil menawarkan tempat duduk di sampingnya.

Laki-laki tua itu terharu dengan sambutan hangat yang diterimanya.

Ia pun duduk di antara mereka, sambil menatap dengan penuh syukur hidangan yang tersaji di hadapannya.

"Terima kasih, anak-anak. Saya tidak pernah menyangka akan mendapat perlakuan baik seperti ini," ucap laki-laki tua itu dengan suara yang lemah.

Rizky dan teman-temannya tersenyum dan mengangguk.

Mereka merasa bahagia dapat berbagi rezeki dengan sesama, terutama di bulan yang penuh berkah ini.

Setelah berbuka puasa bersama, Rizky dan teman-temannya mengajak laki-laki tua itu untuk shalat maghrib dan berdoa bersama-sama.

Mereka berharap agar kebaikan yang mereka lakukan dapat menjadi amal yang diterima oleh Allah SWT.

Setelah selesai, mereka berkumpul kembali di halaman masjid, sambil menikmati semangkuk bubur kacang hijau yang telah disiapkan oleh ibu-ibu di desa.

Suasana semakin meriah dengan obrolan hangat dan tawa yang riang.

Malam itu, desa kecil itu dipenuhi dengan kebahagiaan dan kebersamaan.

Mereka belajar bahwa berbagi adalah kunci untuk menciptakan kedamaian dan kebahagiaan di antara sesama.

Dan di balik setiap hidangan yang mereka nikmati, terdapat cerita dan makna yang mendalam tentang persaudaraan dan kasih sayang.

Seiring dengan berakhirnya acara berbuka puasa bersama, bulan Ramadan pun beranjak pergi dengan meninggalkan kenangan yang tak terlupakan bagi warga desa kecil itu.

Mereka berjanji untuk terus menjaga kebersamaan dan solidaritas, tidak hanya di bulan suci ini, tetapi juga sepanjang tahun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun