Ali duduk bersila di sudut Masjid, sorot matanya terfokus pada Al-Qur'an yang terbuka di depannya.
Sebuah peci hitam menutupi kepalanya, menambah kesan khusyuk dalam ibadahnya.
Ramadan telah memasuki hari ke 8, bulan penuh berkah yang dinantikan umat Islam di seluruh dunia.
Namun, bagi Ali, Ramadan bukan hanya tentang berpuasa dan beribadah, tapi juga tentang memberikan sedekah dengan tulus.
Hari itu, suasana Masjid terasa hening. Orang-orang berkumpul untuk shalat Tarawih, memohon ampunan dan memperbanyak amal kebaikan.
Ali mengambil kesempatan ini untuk berbagi cerita dengan sahabatnya, Ahmad.
"Ahmad, tahukah kamu bahwa setiap sedekah yang kita berikan di bulan Ramadan akan mendapatkan berkah berlipat ganda?" ucap Ali dengan penuh semangat.
Ahmad mengangguk, "Ya, tentu saja, Ali. Itu adalah salah satu keistimewaan Ramadan yang kita syukuri. Bagaimana denganmu?"
Ali tersenyum, "Aku ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk melakukan lebih banyak sedekah. Aku yakin Allah akan melipatgandakan berkahnya."
Ahmad mengangguk mengerti, lalu bertanya, "Apa rencanamu?"
Ali memandang ke arah jendela, melihat langit yang mulai gelap,
"Aku berencana untuk membantu keluarga kurang mampu di sekitar kita. Sudah lama aku merasa bahwa ada kebutuhan yang belum terpenuhi di sekitar kita, dan Ramadan adalah saat yang tepat untuk bertindak."
Ahmad mengangkat alisnya dengan kagum, " Itu adalah rencana yang mulia, Ali. Aku yakin Allah akan memberkahi setiap langkahmu."
Setelah shalat Tarawih, Ali bergegas pulang ke kosannya.
Setiba di rumah, Ali membuka lemari es dan mengeluarkan sebagian dari makanan yang telah ia siapkan untuk berbuka.
Setumpuk roti, daging, dan buah-buahan segar menunggu untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan.
Esok harinya, Ali bersama dengan Ahmad menyusuri jalan-jalan kecil di sekitar kota mereka.
Mereka mengunjungi rumah-rumah sederhana dan mengantarkan bantuan yang mereka siapkan.
Di setiap pintu yang mereka ketuk, senyum tulus dan doa syukur menyambut mereka.
Namun, di tengah kesibukan berbagi tersebut, Ali tersadar bahwa ada satu keluarga yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya.
Keluarga itu tinggal di sudut Kota yang jauh dari keramaian, di sebuah rumah kecil yang nyaris terlupakan.
Ali memutuskan untuk mengunjungi mereka. Ketika ia dan Ahmad tiba di rumah itu, mereka terkejut melihat kondisi yang mengenaskan.
Bangunan reyot dengan atap bocor, serta dua anak kecil yang kelaparan bermain di halaman yang tandus.
Tanpa ragu, Ali dan Ahmad memasuki rumah tersebut. Mereka disambut oleh ibu dari dua anak kecil itu, yang terlihat lelah dan putus asa.
Dengan penuh belas kasihan, Ali menawarkan bantuan kepada mereka.
"Maafkan kami, kami tidak tahu bahwa kalian membutuhkan bantuan," ucap Ali dengan suara lembut.
Ibu tersebut menangis tersedu-sedu,
"Kami telah berusaha sekuat tenaga untuk bertahan hidup, tapi kami tak mampu lagi. Suami saya telah sakit parah dan tidak bisa bekerja. Anak-anak kami kelaparan setiap hari. Kami tidak tahu lagi harus berbuat apa."
Ali merasa sedih melihat penderitaan mereka. Tanpa berpikir panjang, ia menyerahkan bantuan yang telah mereka bawa. Makanan, pakaian, dan uang tunai diberikan kepada keluarga itu.
"Semoga ini bisa membantu kalian," ucap Ali sambil meneteskan air mata. "Dan semoga Allah memberkahi keluarga kalian."
Ibu tersebut memeluk Ali dengan penuh rasa syukur. Ahmad juga ikut menyampaikan kata-kata semangat dan doa untuk mereka.
Dari situlah, Ali dan Ahmad menyadari bahwa memberi bukan hanya tentang memberikan bantuan materi, tetapi juga tentang memberikan harapan dan cinta kepada sesama.
Setiap sedekah yang diberikan dengan tulus akan mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah.
Setelah mengunjungi keluarga tersebut, Ali dan Ahmad duduk di teras rumah sambil memandang langit yang mulai gelap.
Mereka terdiam sejenak, merenungkan semua pengalaman yang mereka alami hari itu.
Ahmad memecah keheningan, "Ali, hari ini benar-benar mengajarkan kita banyak hal, bukan?"
Ali mengangguk, "Ya, Ahmad. Kami mungkin berpikir bahwa kami telah memberi sebanyak yang kami bisa, tapi ternyata masih ada banyak orang yang membutuhkan pertolongan kita."
Ahmad menatap ke arah langit, "Kadang-kadang kita terlalu sibuk dengan kehidupan kita sendiri, sehingga kita lupa bahwa ada orang lain di sekitar kita yang mungkin membutuhkan bantuan."
Ali menimpali, "Benar. Tapi hari ini mengingatkan kami bahwa sedekah bukan hanya tentang memberi materi, tapi juga tentang memberi harapan dan cinta kepada sesama."
Ahmad mengangguk setuju, "Dan juga tentang mendengarkan cerita mereka, memahami kebutuhan mereka, dan berusaha membantu sebisa kita."
Mereka terdiam sejenak, terhanyut dalam pemikiran masing-masing. Kemudian, Ali menatap Ahmad dengan tulus,
"Ahmad, terima kasih sudah menemaniku dalam perjalanan ini. Aku tidak akan bisa melakukan semua ini tanpa bantuanmu."
Ahmad tersenyum, "Tidak perlu mengucapkan terima kasih, Ali. Kita adalah sahabat, dan saling membantu adalah hal yang harus kita lakukan."
Ali mengangguk, "Ya, kamu benar. Dan aku yakin Allah pasti memberkahi setiap langkah kita."
Mereka duduk di teras rumah itu dalam kedamaian, merasakan kehangatan persahabatan mereka yang terus memperkuat mereka dalam melakukan kebaikan.
Ahmad memecah keheningan, "Ali, apakah kamu ingat ketika kita masih kecil dulu? Ramadan selalu menjadi waktu yang istimewa bagi keluarga kita."
Ali tersenyum mengingat-ingat masa kecilnya, "Ya, benar. Mama selalu membuat hidangan lezat untuk berbuka puasa, dan Papa selalu membawa kami ke masjid untuk shalat Tarawih."
Ahmad mengangguk, "Dan kita selalu menunggu momen berbagi makanan dengan tetangga dan sahabat-sahabat kita setelah shalat Tarawih, bukan?"
Ali mengangguk setuju, "Iya, itulah momen yang selalu kami tunggu-tunggu. Rasanya begitu hangat dan menyenangkan, seperti satu keluarga besar yang berkumpul untuk berbagi kebahagiaan di bulan yang penuh berkah ini."
Ahmad tersenyum, "Dan sekarang, kita berdua sedang melanjutkan tradisi itu dengan cara kita sendiri, bukan?"
Ali mengangguk, "Ya, Ahmad. Tradisi memberi dan berbagi selalu menjadi bagian penting dari Ramadan bagi keluarga kita. Dan sekarang, kita memiliki kesempatan untuk meneruskan tradisi tersebut dengan membantu orang-orang yang membutuhkan."
Ahmad menatap Ali dengan penuh kagum, "Kamu selalu menjadi inspirasiku, Ali. Cara kamu peduli dan berbuat baik kepada orang lain sungguh luar biasa."
Ali tersenyum malu-malu, "Aku hanya mencoba melakukan yang terbaik, Ahmad. Dan aku percaya bahwa setiap dari kita memiliki kekuatan untuk membuat perbedaan dalam hidup orang lain, asalkan kita bersedia melakukannya dengan tulus dan ikhlas."
Ahmad mengangguk, "Kamu benar, Ali. Dan melalui tindakan kita, semoga kita bisa menginspirasi orang lain untuk melakukan kebaikan juga."
Mereka duduk bersama dalam keheningan, merenungkan semua percakapan mereka. Di bawah cahaya bulan yang bersinar terang, mereka merasa bersyukur atas kesempatan untuk berbagi kebaikan dan membawa berkah kepada orang-orang di sekitar mereka.
Dari situlah, Ali dan Ahmad memahami bahwa Ramadan bukan hanya tentang berpuasa dan beribadah, tetapi juga tentang memberi dan berbagi kepada sesama.
Dan dengan setiap tindakan kebaikan yang mereka lakukan, mereka merasakan kedamaian dan kebahagiaan yang sesungguhnya dalam hati mereka.
Mereka belajar bahwa kebahagiaan sejati terletak pada kemampuan untuk memberikan kepada orang lain, terutama di bulan yang penuh berkah seperti Ramadan.
Dengan hati yang penuh syukur, Ali dan Ahmad menyadari bahwa setiap sedekah yang mereka berikan telah membawa berkah berlipat ganda dalam hidup mereka dan orang lain.
Dan pada akhirnya, mereka berkomitmen untuk terus melakukan sedekah dan berbagi kebaikan, membawa berkah kepada orang-orang di sekitar mereka.
Mereka menemukan kebahagiaan yang sejati dalam memberikan manfaat kepada sesama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H