Mohon tunggu...
Tabo Ap
Tabo Ap Mohon Tunggu... Situs Berita dan Informasi Online -

mediatoli

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Mahasiswa Papua Sorong Raya dan Orientasi Organisasi

17 September 2018   23:01 Diperbarui: 17 September 2018   23:10 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa kasus yang terjadi, misalkan urusan Skripsi. Ketika mereka (seorang mahasiswa Sorong) melakukan konsultasi skripsinya. Dosen tidak melihat apakah benar-benar karya mahasiswa tersebut atau karya orang lain. Apakah ada pembiaran atau memang dosen tersebut tidak mengenal karakter menulis mahasiswanya. Hal-hal tersebut benar-benar membunuh mental dan krakter generasi Papua. 

Selain faktor di atas, orang tua dan para elit politik. Mereka mempunyai pengaruh yang kuat terhadap arah tujuan hidup generasi Papua. Orang tua percaya bahwa PNS adalah salah satu pekerjaan yang menjamin kehidupan masa depan anaknya. 

Dengan paradigma tersebut, dapat mendorong anaknya hanya menjadi mahasiswa kupu-kupu alias kuliah pulang, dan sedangkan para elit mengubah pandangan generasi bahwa menjadi pemimpin adalah seperti menjadi gubernur, bupati dan DPR. Contoh kasus, mereka (para elit politik lokal) hadir dalam suatu acara dan menyampikan sambutan atau pidato. Mereka mengarahkan mahasiswa untuk bisa menjadi DPR, Bupati atau PNS.

Hal tersebut, mendorong arah visi dan misis generasi Papua yang kuliah dan berorganisasi agar regenerasi manusia yang reaksioner dan tanpa mimpi perubahan untuk kehidupan. Sejak Belanda hingga Indonesia menduduki Papua hingga detik ini pola seperti itu tak pernah diubah: sekolah mendidik manusia yang siap kerja di lapangan kerja sistim pemerintahan agar sistim pemerintahan Jakarta di Papua tetap jalan; dan kondisi rill masyarakat pun tak pernah berubah.

***

Ada hal lain yang membedakan situasi mahasiswa di Provinsi Papua dan Papua Barat, yaitu kekerasan/kerasnya lingkungan yang dihadapi mahasiswa. Mahasiswa di Provinsi Papua sering menghadapi kekerasan secara langsung di depan mata, contohnya pembunuhan atau penembakan oleh para militer Indonesia, sehingga membuat mereka sangat peka dan kritis bahkan militan dalam berpikir dan bertindak. 

Dalam jiwanya, sudah tubuh jiwa pembrontak. Hal tersebut juga mempengaruhi tujuan hidupnya. Sehingga, mereka tidak asal kuliah tapi benar-benar mengisi dirinya sebelum kembali ke tanah airnya. Mereka banyak yang tidak sekedar kuliah namun mereka juga kuliah sambil belajar menulis, jurnalistik, fotografer, membangun blog dan website. 

Itu merupakan kemampuan khusus yang tidak semuanya dapat di kampus sehingga mereka belajar sendiri. Apa yang terjadi di mahasiswa Papua di Provinsi Papua Barat? Mahasiswa terbawa dalam situasi sosial yang seoalah aman-aman saja. Sehingga, tujuan kuliah cuma kejar ijasah saja. Mereka tidak mengasah kemampuan yang lain. Contohnya, menulis, bahasa Inggris, jurnalis dan lain-lainnya. 

Selanjutnya, mahasiswa asli Papua tidak mau mengasah kemampuan  kritis atau militannya. Kepekaan dan kritisismenya digempuri oleh politik praktis dan agenda-agenda nasional Jakarta.

Kenyataannya, kekerasan dan ketimpangan sosial di wilayah Sorong Raya sangat banyak. Mulai dari pendidikan, kesehatan, masalah lingkungan, hukum dan HAM, dan lain-lain. Semua persoalan di wilayah Sorong Raya, seolah tidak terlihat. 

Semua persoalan di wilayah Sorong Raya terdokumentasi secara rapi dan sistematis sehingga mahasiswa juga terlena dalam ketidaksadaraan dan ketidaktahuannya untuk terus menjadi budak kapitalis dan kolonial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun