Mohon tunggu...
Mutiara Me
Mutiara Me Mohon Tunggu... Mahasiswa - saya

Belajar nulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengindahkan Narasi Tunggal dapat Sebabkan Pembentukan Persepsi yang Menyesatkan

17 April 2018   22:55 Diperbarui: 18 April 2018   21:21 2937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di TV dan media online yang diberitakan tentunya yang lagi heboh aja kan, yang menuai banyak perhatian netizen, yang isunya memang sedap untuk digoreng. 

Ga mungkin tetangga saya ngasih kue bika disorot media, atau pas abang ojek di Palmerah minjemin saya duit 50 ribu karena saya lupa ga bawa dompet trus masuk TV kan?

Cerita tunggal yang hanya dinformasikan satu arah
Semua di atas adalah contoh cerita tunggal yang sering terjejalkan ke pemikiran kita setiap hari, tentang seseorang, budaya, sejarah, negara, dsb, dari media, buku, novel, pengajaran di sekolah, dan dari sudut pandang yang ingin ditunjukkan saja. 

Selama ini kita hanya diarahkan, berulang kali, untuk mempercayai hal tersebut sebagai sebuah realita kebenaran. Lalu dengan berbekal perangkat pemikiran ini, kita akan menilai, mengasosiasikan dengan sesuatu, menentukan tindakan, yang akhirnya sering salah kaprah.

Bayangkan betapa banyak sudut yang tidak kita lihat sendiri. Betapa banyak stereotip yang muncul karena cerita tunggal tersebut, pengaruhnya, diskriminatifnya, prejudice-nya, dan segala kerugian lain yang disebabkan oleh cerita tunggal ini.

Iya cerita tunggal itu sangat menyesatkan. Seperti halnya, Eggy mengira di Jepang tidak menjual pembalut wanita. Seperti halnya, orang Jepang yang mengira di Indonesia tidak ada rel kereta api. Seperti halnya Maria mengira setiap naik taksi di Indonesia Raya bisa dibunuh. Seperti halnya juga saya yang dulu mengira di Jepang banyak orang sehari-hari memakai kimono, dan mengira semua orang Jepang jujur. Oops.

Apa yang bisa kita lakukan untuk mendapatkan deskripsi yang utuh?

Yang pertama, realita itu sangat sangat kompleks dan tidak mudah mendapatkan semua seginya. Namun untuk memperoleh gambaran yang mungkin mendekati realitas, kita bisa mengamati dan mengalami sendiri, membaca banyak sumber, melihat berbagai perspektif, termasuk dari sudut-sudut lain yang antimainstream. 

Contoh, jika kita ditanya ada berapa jendela di gambar bangunan ini?

Ilustrasi: dreamstime
Ilustrasi: dreamstime
Bergantung dari sudut mana kita melihatnya maka jawabannya akan berbeda-beda. 

Dari sisi atas, bangunan ini tak berjendela. Jendela pun bisa didefinisikan berbeda, sehingga memengaruhi penilaian. Dari sisi lain, ia terlihat mempunyai cerobong asap. Namun dari sisi lain ia tidak punya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun