Mohon tunggu...
Median Editya
Median Editya Mohon Tunggu... lainnya -

penyuka beladiri dan sastra. calon guru teknik yang dicemplungin NASIB ke dunia perbankan..well, life always have a twisting plot rite ?

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berjuang= Berkorban Melawan Keterbatasan!

16 September 2010   04:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:12 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_259251" align="alignright" width="225" caption="diunduh dari ariff-p.blogspot.com"][/caption]

Kekaguman saya

Saya barusan terpana saat membaca salah satu halaman di suatu majalah terkemuka mengenai finalis danamon award dengan beragam kategori pejuang diberagam bidang. Saya akan mengutip salah satu sosok, Lilik Sulisyowati (51 tahun), yang dijelaskan di halaman tersebut

“Seorang aktivis Yayasan Abdi Asih Surabaya, Jawa Timur ini memberi pendampingan, penyadaran, serta keterampilan menjahit, memasak, dan kecantikan untuk pekerja seks komersial (PSK) dikawasan lokalisasi Dolly Surabaya. Pejuang martabat ini juga mencegah pelacuran anak bawah umur dan menyadarkan anak usia SMP. Semua dilakukannya dengan modal awal menjual rumah sendiri....”

Saya tempatkan kekaguman dan hormat saya yang setinggi-tingginya untuk beliau saat membaca barisan kalimat singkat tersebut. Saya tak tau latar belakang apa yang menyebabkan beliau bisa sampai terjun beraktivitas sedemikian rupa (dan saya juga tak mau ambil pusing untuk itu), yang saya sangat kagumi ialah bagaimana beliau mampu melakukan itu semua, mencoba membasmi akar masalah dengan aksi nyata, dan membiayai dengan mengorbankan kepentingannya.

Selain beliau ada juga beragam sosok lainnya, sosok-sosok hebat, sosok-sosok pejuang, pahlawan, pioneer dalam beragam hal.

Ada ibu kiswanti yang berkeliling meminjamkan buku menggunakan sepeda onthel serta mendirikan taman bacaan di parung bogor. Semangat untuk maju dan memajukan orang membuat beliau yang bersuamikan buruh bangunan tetap berkarya dan “menciptakan” hal luar biasa.

Ada pak erwan yang memecah sepi desa terpencil, Bau Bango, Katingan, Kalimantan Tengah yang awalnya tak punya sarana komunikasi. Beliau kreatif mendirikan radio Asbun (yah anda tak salah baca, nama radionya memang “Asbun”) dengan niat menjadikannya sarana informasi dan hiburan masyarakat. Ide yang direalisasikan secara nyata tersebut bahkan mampu menghilangkan kebiasaan berkelahi massal yang sering terjadi disana.

Ada juga pak tarjono slamet yang memiliki cacat fisik yaitu kehilangan kaki serta saraf tangan mati, namun hal tersebut tidak menghalangi beliau untuk membangun usaha mandiri craft di bantul, Yogyakarta. Suatu usaha yang membuat aneka mainan kreatif dengan cara merekrut 25 karyawan para difabel penyandang polio di Solo, Semarang, Banyuwangi, Magetan, dan Gunung Kidul.

Ah benar-benar sosok-sosok yang hebat, sosok yang mampu menginspirasi, sosok yang bisa berjuang ditengah beragam keterbatasan dan kekurangan tanpa takut untuk berkorban. Bagi saya mereka (dan sosok-sosok lainnya yang tak saya tuliskan) pantas untuk mendapatkan predikat “pahlawan” (walau saya tahu mereka sama sekali tak membutuhkan titel itu)

Renungan saya

Selepas membaca satu halaman itu saya tertarik dalam satu renungan sederhana. Mengenai bagaimanakah sosok-sosok itu benar-benar bisa berkilau menginspirasi dengan tindakannya. Mencoba me-reka apa yang mereka lakukan, mencoba membayangkan dan terutama menarik hikmah atasnya.

Satu kesamaan utama yang beliau-beliau ini miliki ialah kesediaan untuk berjuang merealisasikan apa yang mereka anggap baik demi membantu sesama. Bagi saya, kesediaan itu benar-benar mengagumkan karena mampu mematahkan rasa malu dan tidak berdaya akan keterbatasan bahkan mampu mengoyak selubung jengah ketakutan akan pengorbanan.

Jamaknya yang sering kita lakukan saat mau melakukan beragam hal ialah berkilah.

“wuah saya ndak punya uang, wuah saya ndak punya waktu..bla bla bla.”

Padahal yang paling benar ialah wuah saya ndak punya “mau”. Kita haruslah malu kepada ibu kiswanti yang hanya merupakan istri seorang buruh bangunan. Kalau mau kita berhitung berapa kah penghasilan seorang buruh bangunan? Cukupkah untuk mendirikan taman bacaan? Bagaimana mungkin beliau dengan keterbatasan itu mampu mendirikan dan meluangkan waktu untuk mengurusinya? Apakah kita tak sepantasnya malu kalau melihat usaha beliau?

Selain itu bagaimana pengorbanan yang mereka berikan merupakan suatu hal yang sangat menakjubkan. Bagaimana seorang ibu lilik “tega” menjual rumahnya demi kegiatan sosialnya. Dan itu belum termasuk pengorbanan beliau untuk total bergerak disana, mencurahkan waktu, tenaga, pikiran dan mencoba melawan arus umum dengan membasmi akar permasalahan. Hal yang sama patut direnungkan dari pak erwan yang mau sepenuhnya terjun memecahkan masalah komunikasi di pedesaan yang bahkan menciptakan efek memecahkan persoalan perkelahian disana.

Saya rasa inilah yang seharusnya kita contoh dan kita tiru. Berapa banyak diantara kita yang berkomentar mengharap perubahan akan beragam masalah di Indonesia? Saya pikir semuanya akan mengacungkan tangannya kalau saya bertanya demikian. Tapi saat saya bertanya, berapa banyak diantara kita yang bersedia dan mau terjun dalam aksi nyata mencurahkan waktu, tenaga, pikiran dan hartanya demi memecahkan beragam masalah di indonesia? Berapa orangkah yang bersedia mengacungkan tangannya? Kita juga harus membiasakan untuk membasmi akar masalah, membasmi secara permanen bukan hanya untuk sementara.

Kita setuju kalau indonesia sekarang sedang sakit! Maka dibutuhkan manusia-manusia tangguh untuk menyembuhkannya, manusia-manusia yang tak hanya mengharapkan keajaiban, manusia-manusia yang tak hanya menyalahkan kepemerintahan, manusia-manusia yang tak manja dan rela berpeluh keringat dalam aksi nyata. Sosok-sosok langka yang diperlukan di beragam bidang.

Lihatlah daerah-daerah yang merana ditinggal anak mudanya, lihatlah lingkungan-lingkungan kumuh yang membutuhkan beragam bantuan intelektual untuk menatanya, lihatlah kaum fakir miskin yang menanti binaan dari orang-orang kaya. Kita sadar faktanya bukan? Kalau negara diam terus kita juga diam trus keadaan apakah bisa berubah? Apakah kita sebagai manusia (dan warga negara) hanya ingin enak dengan bermain aman di belakang saja?

Bukankah ada pepatah terkenal untuk tidak hanya mempertanyakan apa yang negara bisa lakukan untukmu tapi juga tanyakan apa yang bisa kamu lakukan untuk negaramu?

Bukankah orang-orang tua berkata kita mati hanya meninggalkan nama? Bukan harta melimpah, bukan gedung kantor megah, bukan pula kendaraan wah.

Bukankah sosok-sosok hebat itu ibarat lilin yang menerangi kegelapan? Walau sayangnya yang kita ingat hanyalah bagian menjadi “penerang-”nya saja, lupa sama sekali fakta bahwa lilin itu berkorban meleleh demi meneranginya.

Bukankah perubahan itu tak akan datang kalau tidak diusahakan? Mau bagaimanapun kita mengeluh, mau bagaimanapun kita berkomentar, kalau tidak dibarengi oleh kerja keras perubahan itu tidak akan datang bukan?

Sejatinya tulisan ini paradoks karena saya tau hidup itu pilihan. Pilihan anda untuk menjalani kehidupan anda, pilihan saya untuk hidup saya, tapi biarlah tulisan ini menjadi awal langkah saya untuk mengajak anda merenungkan satu hal yang sering terlupa “selain anda dan saya, bukankah juga ada mereka?”. Jadi mari lebih bersedia, lebih peduli dan berkontribusi untuk indonesia yang kita cinta. Siapa tahu beberapa tahun kedepan malah saya melihat nama anda bersanding dengan nama saya di halaman majalah terkemuka dengan kategori pejuang dibidang yang kita bisa.

[caption id="attachment_259257" align="aligncenter" width="300" caption="diunduh dari dewa191185.blogspot.com"][/caption] Salam, Median Editya

------------------------------

Selama 2 minggu tulisan teman-teman dibawah ini akan ikut meramaikan lapak saya, mereka adalah;

@Bang Astoko Datu Petani, Yang selalu Dikalahkan..

@Bang Irsyam SyamSedia Kubur Sebelum Mati

@Bang Sukmono RihawantoDpr Berulah, Nasib Rakyat Tak Berubah

@Bang Widianto H DidietTeori Dasar Fotografi (5) – Kombinasi Antara Diafragma, Speed dan Iso

@Bang Ibay Benz EduardGedung Dpr Baru = Hotel Bintang 5

@Engkong RagileKekuasaan Itu Direbut, Bukan Dihadiahkan (*Minal Aidzin Wal Faidzin)

@Mbak Della AnnaPemimpin! Dia Juga Seorang Manusia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun