Mohon tunggu...
Median Editya
Median Editya Mohon Tunggu... lainnya -

penyuka beladiri dan sastra. calon guru teknik yang dicemplungin NASIB ke dunia perbankan..well, life always have a twisting plot rite ?

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dan Sosok Besar Itu Adalah Mamaku

11 Agustus 2010   07:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:08 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kalau ada yang menanyakan siapa pahlawan dalam hidupku, tanpa pikir panjang aku akan menyebutkan nama MAMAKU. Sosok yang begitu sabar, tabah, dan memiliki pengorbanan yang tak terbilang dalam menghadapi kebebalan anaknya. Bebal? Ya bebal.. Anak yang begitu bebal sehingga sering kali membantah, anak yang begitu bebal sehingga sering kali melanggar aturannya, anak yang sedemikian bebal sehingga dulu diwaktu kecil sering menuduh mama tak sayang kepadanya.

Duhai.. benar kata orang bijak yang dahulu suka berpetuah,

“kalaulah engkau tau sedikit saja apa yang telah seorang ibu lakukan demi anaknya, maka percayalah apa yang engkau tau itu bahkan tidak seujung kuku dari besarnya pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayang seorang ibu kepada anaknya”. Dan seiring dewasa, pelan-pelan aku semakin sadar bahwa apa yang petuah bijak itu katakan benar adanya. Percayalah, pengorbanan mama itu tak akan terukur saking dalamnya!

Di ingat-ingat, sedari kecil sampai besar belum pernah aku mendengar mama mengeluh berat akan kehadiranku. Bahkan mulai dari perkara mengandung pun begitu. Mengandung? Iya mengandung.. Membawa “beban” yang semakin lama semakin bertambah beratnya, menghambat gerakan, belum ditambah mual, pusing, tak enak badan dan itu semua diterima selama 9 bulan.

Terkadang malu aku dibuatnya, membantu mama membawa sayur-sayuran dipasar saja sudah mengeluh berat dan merengek payah (“ma, istirahat dulu yah. Capek..”). Gimana mama dulu ya yang bahkan membawa “beban” 9 bulan lamanya? Plus lagi “beban” itu baru hilang dengan rasa sakit yang luar biasa.

Jadi sudah sewajarnya kalau aku bilang mamaku itu hebat bukan??

Dipikir-pikir lagi, sedari kecil sampai besar aku sering kali melanggar larangan mama. Sering kali otak ini tak mau berfikir sedikitpun bahwa larangan itu tercipta akan kepedulian dan kasih sayangnya. Jangan makan es nak, jangan main di dekat tebing nak, jangan bermain terlalu jauh nak.. dan berjuta “jangan” lainnya yang sering kali aku langgar dengan sengaja.

Akibatnya? Kebanyakan makan es meriang pula aku dibuatnya, main didekat tebing ternyata disana tempat bersarangnya lebah-lebah (balik kerumah dengan tangisan, sekujur badan bengkak, sakit tak terkira beberapa hari lamanya), main jauh sedikit eh malah nyasar. Dan kalau aku ingat-ingat lagi dengan perlahan, mama lah yang dengan sabar merawatku (walau jelas-jelas itu semua karena anaknya nakal tak mau menurut aturan diwaktu itu)..

Tapi lihatlah mama yang dengan sabar menyuapkan bubur saat aku sakit, yang dengan telaten mengoleskan salap di sekujur bengkak badan (plus menyemangati “abang kuat..tar lagi sembuh..sayang mama pasti cepat sembuh”), yang dengan panik berkeliling bertanya kesana kemari mencariku. Itu semua salahku bukan? Salahku yang bandel. Tapi mama dengan ringan hati penuh kasih sayang mau “menanggung” akibat dari semua salahku itu. Sampai-sampai mama sering kali terkantuk-kantuk kurang tidur hanya untuk “menanggung” akibat dari kebandelanku.

Jadi sudah sepantasnya aku bilang mamaku itu luar biasa bukan??

Mama yang dari kecil sampai sekarang mencucikan bajuku (oi, coba kau pikir bertahun-tahun tiap hari mama mencuci, kalau ditambah-tambah dikombinasi berapa truk bajuku yang telah beliau cuci??). Mama yang dari kecil sampai sekarang tak henti mengaduk-aduk langit melalui doa yang terlantun tanpa henti untuk anaknya yang bandel macam ini. Ah... begitu banyak hal hebat dari mama yang tak akan mampu aku sebut satu persatu disini. Itulah sosok mama, sosok yang kasihnya tak terbilang banyaknya. Sosok yang derajatnya dimuliakan oleh sang maha kuasa.

Jadi dalam tulisan kali ini, sambil tersenyum aku menyimpulkan untuk tak usahlah jauh-jauh menunjuk bapak presiden anu sebagai pahlawanku, ibu aktivis itu sebagai idolaku, atau orang-orang besar lainnya nun jauh diujung sana sebagai superheroku. Karena sosok besar itu jelas-jelas ada di dekatku, dan sosok itu adalah MAMAKU.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun