Oleh: Ir. Lathifah Musa
Terkadang memilih sebuah topik diskusi dalam acara Rabu-an di Rumah Media, bukanlah hal yang mudah. Biasanya diskusi berawal dari Kelas Membaca Berita di hari Senin sebelumnya. Santri-santri Pesantren Media wajib mengumpulkan tugas pemantauan berita mereka, melalui media massa. Memang ada yang rajin dan ada yang kurang rajin. Tapi yang kurang rajin, akan “disapa” agar minggu depan lebih rajin lagi. Tentunya tidak enak, kalau terus menerus disapa karena tidak rajin, sehingga berikutnya akan semangat mencari.
Intinya mereka harus memilih topik penting yang akan diajukan sebagai bahan diskusi Rabu-an. Repot memang kalau masing-masing mengajukan topik berbeda sesuai seleranya. Bila demikian, maka Ustadzahnya yang akan memutuskan.
Para Kru VOI juga berhak mengajukan judul topik diskusi. Tentunya para kru yang rajin ikut diskusi. Bagi mereka yang hanya ingin mendapat hasil diskusi, tanpa hadir, usulan diletakkan di nomor yang kesekian di ujung. Yang seperti ini puluhan lipat jumlahnya.
Sebagai contoh, pernah dari Komunitas Punk Muslim mengusulkan topik diskusi persoalan yang saudara mereka hadapi. Mohon maaf saja terpaksa dinomorsekiankan dulu. Soalnya selera individu memang tidak bisa memaksa. Saya pribadi pun tak bisa memaksa. Demikian pula Ust. Umar Abdullah sebagai eksekutor. Tidak selalu berhasil memaksakan kehendaknya.
Perdebatan alot tidak jarang terjadi, hanya sekedar memutuskan sebuah topik penting. Penting yang dimaksud adalah terkait dengan persoalan umat Islam. Kehidupan umat saat ini sedang bergulir ke masa depan. Masa depan dunia yang tak hanya sepuluh atau dua puluh tahun ke depan. Tetapi masa umat yang jauh lebih panjang lagi, hingga tiba satu masa berakhirnya dunia.
Bagi manusia, kehidupan pasca dunia sebenarnya adalah awal dari kehidupan yang sesungguhnya. Harapan bagi setiap muslim selayaknya adalah perjumpaan yang membahagiakan dengan Allah SWT, Pencipta manusia, kehidupan dan alam raya. Perspektif inilah yang mendasari setiap topik diskusi, termasuk dalam menentukan topik mana yang paling penting. Kita semua tentu menginginkan apapun yang kita lakukan hari ini akan menjadi aset pahala di masa depan.
Diskusi Rabuan kali ini memang tidak melalui perdebatan panjang seperti biasa. Tetapi memang ada keinginan pribadi saya sendiri agar mengangkat soal AS Mengubah Strategi Militer.
Ustadz Umar Abdullah awalnya kurang setuju, karena Beliau sedang tertarik soal Mobil Kiat Esemka dan konversi BBM ke BBG. Bahkan topik terakhir itulah yang menjadi perhatian pentingnya karena hal ini diprediksi akan ramai kalau jadi direalisasikan.
Sepertinya Ustadz O. Solihin pun juga berpendapat demikian. Para Santri juga barangkali kurang siap, karena merasa belum matang memahami strategi-strategi militer Negara Adidaya. Faktanya dirasa jauh dari yang mereka temui sehari-hari. Tapi mereka tidak keberatan untuk mencari bahan-bahan diskusi.
Kepada Ustadz Umar saya sampaikan bahwa soal konversi ke BBG itu sudah bisa ditebak pasti ramai. Dalam benak saya, situasinya pun sudah tergambar jelas.
Selama ini hidup kita juga sudah dihiasi oleh hiruk pikuk urusan semacam yang sebenarnya merupakan representasi dari tidak sanggupnya pemangku Negara dan sistemnya bekerja. Artinya kalaupun dikonversi, pasti tidak dalam waktu dekat. Masyarakat sudah trauma dan sangat berhati-hati pasca peristiwa Bom Elpiji 2008.