Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) penduduk usia 15-24 tahun merupakan kelompok pengangguran tertinggi, jumlahnya mencapai 20,46 persen per Agustus 2020. Angka itu naik 1,77 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara itu, angka pengangguran di Indonesia sendiri mencapai 9,77 juta orang, bertambah dari sebelumnya 7,10 juta orang. Tingkat pengangguran penduduk usia muda Indonesia ini disebut-sebut bahkan tertinggi di Asia Tenggara.
# Pasar Empuk Kreditur Keuangan
Indonesia tak hanya terkenal sebagai negara dengan populasi penduduk besar, namun juga diakui memiliki potensi kekayaan dan sumberdaya alam sangat melimpah. Akan tetapi, apakah kekayaan yang dimiliki ini serta merta berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan perekonomian warga negaranya?
Yang pasti, besarnya populasi di Indonesia ini, sejatinya menjadi pasar menjanjikan bagi berbagai penyedia barang kebutuhan atau jasa penunjang keseharian. Sebut saja, kebutuhan barang-barang konsumtif, kesehatan, atau ekonomi penunjang esensial lainnya.
Tercatat, lebih dari 110 juta warga Indonesia menjadi pengguna aktif jasa telekomunikasi, yang banyak menggunakan perangkat gadget atau ponsel pintar. Angka ini bisa terus bertambah, seiring perkembangan teknologi telekomunikasi dan digitalisasi berbagai pelayanan beberapa sektor penting, baik urusan publik, korporasi maupun kebutuhan privat.
Fakta lainnya, karena berbagai alasan ekonomi, sebagian masyarakat Indonesia bisa dibilang demen dan punya ketergantungan pada lembaga keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, hingga Desember 2020, ada pencairan pinjaman baru dari industri fintech lending dengan angka pertumbuhan 26,47 persen secara tahun ke tahun (y-o-y).
Pada waktu bersamaan, Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK mencatat, jumlah pemberi pinjaman dan peminjam juga tumbuh sebesar 18,32 persen, dan menjadi 134,59 persen dalam kurun waktu setahun. Keberadaan lembaga keuangan non bank yang memberi pinjaman secara online (pinjol) disebut-sebut yang memicu kenaikan signifikan masyarakat sebagai peminjam ini. Jumlahnya pernah dirilis hingga lebih dari 3 ribu lembaga pinjol.
Ada mata rantai yang bisa ketemu, antara banyaknya pengguna perangkat telekomunikasi dengan kecenderungan pinjam dana dengan mudah tanpa agunan ini. Apalagi, banyak pinjol kini tidak terlalu ribet untuk bisa memberi pinjaman, cukup melalui berbagai aplikasi digital yang dibuatnya.
Dengan jumlah populasi sangat besar, ditambah kebiasaan mengakses aplikasi telekomunikasi ini, bukan tidak mungkin Indonesia menjadi pasar empuk dan menjanjikan bagi berbagai penawaran barang/jasa apapun.
Negara memang tidak secara langsung dirugikan dan menanggung permasalahan akibat tren naik pinjaman pribadi ini. Akan tetapi, setidaknya ini bisa menjadi cerminan, bahwa perekonomian sebagian masyarakat Indonesia tidak cukup kuat, bahkan untuk kelangsungan hidup sendiri sehari-harinya.