Mohon tunggu...
Khoirul Amin
Khoirul Amin Mohon Tunggu... Jurnalis - www.inspirasicendekia.com adalah portal web yang dimiliki blogger.

coffeestory, berliterasi karena suka ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Motivasi dan Keberbakatan, Tantangan Serius Pada Anak yang Tertutup

21 Mei 2021   00:14 Diperbarui: 21 Mei 2021   11:01 1054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi motivasi (sketsaonline.com/diunduh)

PENDIDIKAN bakal menghadapi tantangan lebih serius, dalam kaitan pembentukan manusia Indonesia berprestasi masa mendatang. Banyak yang harus digali menyusul situasi ketidaknormalan akibat pandemi lebih dari setahun terakhir.


Tantangan ke depan yang harus bisa dijawab dan didapatkan solusi ini tidak mudah, sehingga membutuhkan kerja lebih keras dan kinerja tepat. Terlebih, pada jenjang pendidikan sekolah dasar (SD dan SMP), yang menjadi masa-masa penting pembentukan berbagai potensi dan kemampuan.

Apa yang terjadi pada anak-anak bangsa selama beberapa waktu terakhir? Ya, pandemi telah menjadikan situasi sulit, yang kurang mendukung bagi munculnya ide dan kreativitas. Tak terkecuali bagi anak, kondisi ini bahkan bisa lebih menyulitkan, karena mereka masih dalam masa-masa tumbuh kembang dan belum sepenuhnya bisa mandiri.


Di lingkungan keluarga dan masyarakat yang masih tergagap-gagap dan tidak siap menghadapi situasi pandemik sejauh ini, maka akan bisa menjadi sumber persoalan dan gejala sosial baru pastinya. Ketidaksiapan ini pula yang akan memunculkan terhambat atau bahkan hilangnya banyak hal yang sejatinya bisa membangkitkan keberdayaan dan kesejahteraan kelak.


Banyak kesempatan yang akhirnya hilang dan tidak bisa didapati anak-anak kita. Kesempatan ini seperti membangun kemampuan komunikasi, mengenal jati diri, karakter dan kepribadian, bahkan juga motivasi dan potensi diri. Karena usia masih anak-anak, mendapatkan semua kesempatan baik ini pun sulit tanpa bantuan dan bimbingan orang lain yang lebih dewasa.


Lihat saja, mulai dari anak usia SD kelas 1, yang belum lama ini baru saja mengalami hari pertamanya sekolah. Hampir setahun mereka tidak merasakan bangku kelas dan lingkungan sekolah, belajar bersama guru dan teman-teman barunya.


Apa yang tampak pada anak-anak siswa baru SD tersebut. Karena masih pertama kali masuk sekolah dan mengenal guru, maka lingkungan dan pembiasaan kehidupan di sekolah yang banyak dikenalkan pada mereka. Aktivitas belajar mereka pun lebih banyak pada latihan membaca.


Karuan saja, pengalaman belajar langsung selepas TK dan beralih ke jenjang SD atau SMP, belum didapatkan sama sekali hampir satu tahun ajaran akibat pandemi. Sementara, karakter psikologis anak-anak tentunya juga perlu banyak diadaptasikan dengan lingkungan baru di sekolahnya.


Satu fakta lain juga bisa mengilustrasikan gejala penurunan yang bisa mengancam generasi masa depan. Yakni, minimnya ekspresi dan apresiasi sesuai potensi anak. Tidak banyak pengalaman bermakna didapatkan anak, baik kegagalan maupun prestasi membanggakan yang dicapai. Padahal, sejatinya keduanya adalah tempaan sekaligus pijakan untuk bisa diraihnya masa depan gemilang.


Dalam konteks keberbakatan yang menjadi prestasi calon peserta didik baru misalnya, ini sulit ditemukan. Dalam penerimaan siswa baru SMPN di Kabupaten Malang tahun ini, pagu jalur prestasi tidak bisa sepenuhnya terpenuhi karena memang tidak ada prestasi kejuaraan yang dipunyai anak-anak.


Dalam penjaringan peserta didik baru 2021/2022 jalur prestasi yang ditetapkan pagunya 20 persen, sejumlah SMPN kesulitan mendapatkan pendaftar dengan prestasi kejuaraan yang disyaratkan. Bahkan, tidak sedikit pula SMPN mendapati nihil calon siswa berprestasi sebelumnya. 

Di SMPN 1 Kasembon misalnya, hanya terjaring 17 calon siswa dari jalur prestasi dari pagu semestinya 51 siswa. Dari jumlah ini, didapati hanya 3 (tiga) diantaranya mempunyai piagam kejuaraan tingkat kecamatan. Sementara itu, setidaknya 10 SMPN lainya bahkan tidak bisa menjaring sama sekali calon siswa jalur prestasi ini. Ini terutama dialami sekolah di kawasan pinggiran Kabupaten Malang.  


Kondisi yang jauh berbeda didapati pada tahun-tahun sebelumnya, dimana sekolah bisa lebih leluasa memunculkan kesempatan untuk menggali dan mengantarkan berbagai prestasi dan apresiasi untuk bakat-bakat yang dimiliki siswa.


Tantangan Mempertahankan Motivasi Berprestasi

Anak-anak juga punya passion, keterampilan atau daya kemauan yang melekat sebagai individu. Ini semua juga harus digali, dan membutuhkan keseriusan untuk bisa dikelola dan dikembangkan. Passion dan minat yang melengkapi kebutuhan belajar, dan nantinya menjadi bakat dan hobi sebagai pelengkap sukses masa depan.


Semua itu lah yang kemudian bisa melahirkan keberbakatan dan kecakapan hidup untuk pencapaian sebuah karya dan prestasi. Maka, adanya pengalaman akan menjadi kesempatan sangat bermakna dan berharga bagi lahirnya prestasi dari bakat dan kreativitas yang dimiliki setiap anak.


Memastikan adanya kesempatan dan pengalaman bermakna, bagi munculnya banyak kreativitas dan keberbakatan anak-anak, ini lah yang menjadi pekerjaan rumah pendidikan yang tak boleh diabaikan begitu saja. Jika tidak ada kesempatan, maka daya kreasi apapun akan sulit dilahirkan. Kreativitas akan mudah mati, bisa juga begitu!


Pendidikan di sekolah, juga dalam lingkungan keluarga, semestinya mampu mengembalikan cita-cita dan harapan anak bangsa. Keinginan yang sempat harus terkubur karena situasi pandemik yang membatasi aktivitas dan kebiasaan normal sebelumnya.


Harapan yang dimiliki anak-anak, setidaknya bisa menumbuhkan motivasi, kemauan serta daya juang pantang menyerah. Jika motivasi tetap bisa selalu dipertahankan, maka akan lebih mudah digali dan dimunculkan potensi dan bakat apapun yang terpendam dalam diri mereka.


Tugas berat ini setidaknya juga menjadi tantangan guru bimbingan konseling (BK) atau guru wali kelas. Karuan saja, sebuah motivasi berprestasi dan keberbakatan harus bisa dikenali pertama kali dari sikap dan karakter kepribadian tiap anak.

Apa saja yang harus dilihat pada anak, setelah terpapar situasi pandemi dan kering pengalaman belajar bermakna dalam waktu berkepanjangan?
Bisa jadi, pandemi telah banyak mengurung anak dari situasi dunia luar. Jika mendapatkan pilihan kegiatan, akan menimbulkan mereka cenderung kurang komunikatif dan tidak terbuka. Terlebih lagi, pada anak yang kebetulan punya sifat bawaan pendiam dan introvert.


Sikap lainnya, bukan tidak mungkin anak-anak kurang atau tidak punya sama sekali model yang bisa benar-benar diteladaninya. Bukan berarti tidak ada sosok figur, namun bisa jadi disebabkan kesulitan anak menerima hal-hal di luar dirinya, karena terlalu sering larut dalam kesendiriannya.


Daya tangkap dan cara penguasaan materi pelajaran juga perlu diantisipasi. Disadari atau tidak, belajar daring telah mengantarkan anak pada cara belajar instan, dan bahkan bisa melampaui daya serap atau kemampuan berpikir mereka. Apa yang mereka temukan dari penjelasan di internet, mungkin saja tidak terinternalisasi utuh dan ajeg, karena lebih banyak cukup disalin atau dibaca sekilas melalui gadget mereka.


Ini juga yang menjadi keresahan Eri Fatmawati, seorang guru di SDN yang ada di wilayah Kepanjen Kabupaten Malang Jawa Timur. Sebagai Guru Kelas 1, ia mendapati setidaknya lima siswa masih belum bisa membaca lancar. Sementara itu, sebagian siswa lainnya didapati masih sangat kesulitan memahami materi sesuai muatan kurikulum yang ada.  


"Dalam membaca masih ada anak yang mengeja, bahkan belum bisa sama sekali. Ada yang sudah bisa membaca, tetapi terkadang tidak bisa memahami. Kembali belajar di sekolah, anak-anak tampak semangat dan antusias, tetapi dalam menangkap pelajaran masih belum memahami sepenuhnya," beber Eri Fatmawati, Kamis (20/5/2021).


Tidak kalah penting, bagaimana situasi pandemik yang kurang menguntungkan kini tidak lantas menjadikan anak mudah pasrah dan putus asa bahkan stress, karena kejenuhan dan ketidaknormalan yang dihadapi berkepanjangan. Melalui pendidikan dengan berbagai pendekatan, termasuk psikologis dan spiritual, maka akan bisa menguatkan anak sebagai pribadi yang kuat dan tahan banting menghadapi dunianya kelak.


Nah, semua ilustrasi fakta dan gejala di atas harus mendapatkan atensi serius. Dalam konteks mengangkat derajat bangsa Indonesia, maka memprioritaskan aspek pendidikan dan kesiapan masa depan anak bangsa penting dilakukan. Pendidikan yang pada akhirnya bisa menjadi modal sosial bagi kelak terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan.


Dalam situasi transisi (pasca)pandemi kini, ketangguhan, semangat juang, harapan, motivasi dan optimisme anak bangsa menjadi hal yang wajib dipertahankan dan diperkuat. Sebuah kondisi yang selanjutnya bisa melahirkan berbagai kemampuan beradaptasi, berkreasi, dan tetap berprestasi, dalam situasi dan kondisi apapun yang dihadapi.


Momen Kebangkitan Nasional yang kita peringati tiap tanggal 20 Mei, dan bertemakan 'Bangkit! Kita Bangsa yang Tangguh', memang tepat untuk kondisi kekinian. Akan tetapi, refleksi semangat dan optimisme kebangkitan mestinya juga ditumbuhkan setiap saat dan sepanjang masa. Bangkit dan lebih maju dalam situasi kekinian dan melampaui masa depan. Salam Kebangkitan! (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun