Mohon tunggu...
Khoirul Amin
Khoirul Amin Mohon Tunggu... Jurnalis - www.inspirasicendekia.com adalah portal web yang dimiliki blogger.

coffeestory, berliterasi karena suka ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Siang Main di Telaga, Malam Kotekan Keliling Jelang Sahur

20 April 2021   23:58 Diperbarui: 22 April 2021   10:37 1409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan remaja Masjid Taqwa Sedayulawas, di komplek Telaga yang berada di lereng bukit Menjuluk. (dok. pribadi)

SEKALI lagi, ramadan di kampung halaman di masa kecil menyisakan sejumlah kisah tersendiri. Penggalan kisah yang terasa menyenangkan, karena memang masih di usia anak-anak beranjak remaja.  

Tidak banyak teringat tiap detilnya, bagaimana hari-hari puasa ramadan dijalani kala itu. Yang pasti, ramadan di kampung masa kecil berbeda suasananya, baik tradisi hingga iklim dan lingkungan alamnya.

Keluarga kami di kampung memang berada di wilayah pesisir pantai utara di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Karena berada di kawasan dekat pantai ini lah, cuaca sehari-hari berbeda, dengan suhu panas yang lebih terasa tentunya.

Tidak banyak pilihan lain menghabiskan waktu sembari berpuasa bagi anak kampung seperti kami kala itu. Karuan saja, era tahun 80-90 an belum ada ponsel pintar seperti saat ini. Internet di masa-masa itu juga belum dijumpai. Komputer ataupun gadget masih menjadi barang langka.

ilustrasi foto Gunung Menjuluk (dari IG @SDYLWS)
ilustrasi foto Gunung Menjuluk (dari IG @SDYLWS)
Beruntung, kampung kami masih punya lingkungan alami yang cukup asri. Asal mau saja, untuk sekadar mencari hiburan sambil menghabiskan waktu kurang lebih 12,5 jam berpuasa, banyak tempat yang bisa dipilih. Mau tempat dekat perbukitan, lahan pertanian, panasnya pantai atau lahan tambak, suka-suka saja untuk dikunjungi.

Belum disibukkan harus bekerja, maka sehari penuh puasa ramadan memang terasa cukup lama. Sesekali memang harus membantu orang tua mengurusi tanaman di ladang. Selebihnya, banyak bermaian dengan teman kampung atau anak-anak tetangga sekitar.

Dari sekian waktu, bermain di lahan persawahan atau telaga dekat perbukitan, termasuk tempat paling asyik dinikmati. Di telaga ini, kami bisa betah berlama-lama bermain menikmati alam terbuka, hingga tak terasa waktu sudah menjelang sore hari.

Di kampung kami, tepatnya di Desa Sedayulawas Berondong Kabupaten Lamongan, ada satu-satunya telaga kecil yang kala itu masih dikelilingi rimbunnya pepohonan dan alam lereng bukit yang masih alami. Tempatnya asri, namun sedikit berada di ketinggian. Airnya tentu saja sangat sejuk, karena langsung bersumber dari mata air bukit atau anak gunung Menjuluk.

Ada pengalaman paling mengesankan, ketika suatu ketika berpuasa ramadan hampir seharian di kawasan ini. Tepatnya, di areal persawahan yang berada di sisi timur lereng bukit. Saya dan sejumlah teman sekolah di SD, menemani salah satu anak yang kebetulan ikut membantu orang tuanya bertani di lahan itu.

Terik sepanjang siang hari waktu itu begitu menyengat, mengalahkan semilir angin seluas hamparan pematang sawah yang ada. Saking panasnya, kami terpaksa bolak-balik mandi dan bermain air di tempat itu. Karuan saja, ada satu tempat pancuran air begitu segar, yang biasa digunakan membersihkan badan usai bercocok tanam.

Di pematang lahan sawah ini, ada beberapa pohon kelapa yang sudah berbuah. Saking inginnya merasakan segarnya kelapa muda saat berbuka nantinya, kami berburu mencari dan mengumpulkan beberapa buah kelapa. Tentunya, harus pohonnya yang tinggi harus dipanjat terlebih dahulu untuk bisa memetik kelapa muda yang diinginkan.

"Nanti kita habiskan es degan (air kelapa muda) ini pas buka di rumah," kata kami bersepakat dengan begitu semangatnya.

Singkat cerita, menjelang petang kami harus pulang dulu ke rumah masing-masing. Tak disangka, hari itu begitu melelahkan, sampai membuat lemas semua badan.

Dan akhirnya, tidak ada satupun yang berminat berkumpul kembali untuk menikmati air degan yang sudah dibayangkan sepanjang siang sebelumnya. Beberapa kelapa muda yang sudah dipecah dan siap dinikmati untuk buka puasa pun jadi seperti tak bertuan. Hahaha...!

Kisah nostalgia selama ramadan di kampung juga pada saat malam, dan ini terjadi hampir tiap malam. Selepas ibadah salat tarawih dan tadarus, maka yang ditunggu anak kampung kami adalah keasyikan malam menjelang waktu sahur. Berkeliling membangunkan warga untuk sahur menjadi kegiatan rutin muda-mudi di sana.

Bermain kotekan, menabuh bunyi-bunyian apapun dari perkakas seadanya, dilakukan saat keliling sampai waktu sahur ini. Bak plastik, wajan, galon, hingga tutup panci semua dibawa. Biasanya diiringi dengan alunan musik dari tape recorder yang dipanggul layaknya sang rapper.

Gerombolan muda-mudi berkeliling kampung untuk membangunkan warga bersiap sahur ini bahkan ada beberapa kelompok. Maklum saja, desa kami cukup luas wilayahnya dan padat penduduknya. Setidaknya 10 (sepuluh) rute jalan kampung terlewati, namun sebisa mungkin tidak saling bertemu menumpuk di rute yang sama.

Ada sisi kurang baik jika tidak pandai-pandai mengatur waktu dan menjaga kondisi dari rutinitas malam ramadan ini. Namun begitu, berkeliling untuk meramaikan malam menjelang waktu sahur ini tetap menjadi tradisi ramadan dari tahun ke tahun. Harapannya, ramadan tetap dijalani dengan gembira, dan silaturahim muda-mudi kampung tetap terjaga. Semoga! (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun