"Nanti kita habiskan es degan (air kelapa muda) ini pas buka di rumah," kata kami bersepakat dengan begitu semangatnya.
Singkat cerita, menjelang petang kami harus pulang dulu ke rumah masing-masing. Tak disangka, hari itu begitu melelahkan, sampai membuat lemas semua badan.
Dan akhirnya, tidak ada satupun yang berminat berkumpul kembali untuk menikmati air degan yang sudah dibayangkan sepanjang siang sebelumnya. Beberapa kelapa muda yang sudah dipecah dan siap dinikmati untuk buka puasa pun jadi seperti tak bertuan. Hahaha...!
Kisah nostalgia selama ramadan di kampung juga pada saat malam, dan ini terjadi hampir tiap malam. Selepas ibadah salat tarawih dan tadarus, maka yang ditunggu anak kampung kami adalah keasyikan malam menjelang waktu sahur. Berkeliling membangunkan warga untuk sahur menjadi kegiatan rutin muda-mudi di sana.
Bermain kotekan, menabuh bunyi-bunyian apapun dari perkakas seadanya, dilakukan saat keliling sampai waktu sahur ini. Bak plastik, wajan, galon, hingga tutup panci semua dibawa. Biasanya diiringi dengan alunan musik dari tape recorder yang dipanggul layaknya sang rapper.
Gerombolan muda-mudi berkeliling kampung untuk membangunkan warga bersiap sahur ini bahkan ada beberapa kelompok. Maklum saja, desa kami cukup luas wilayahnya dan padat penduduknya. Setidaknya 10 (sepuluh) rute jalan kampung terlewati, namun sebisa mungkin tidak saling bertemu menumpuk di rute yang sama.
Ada sisi kurang baik jika tidak pandai-pandai mengatur waktu dan menjaga kondisi dari rutinitas malam ramadan ini. Namun begitu, berkeliling untuk meramaikan malam menjelang waktu sahur ini tetap menjadi tradisi ramadan dari tahun ke tahun. Harapannya, ramadan tetap dijalani dengan gembira, dan silaturahim muda-mudi kampung tetap terjaga. Semoga! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H