Sense of crisis mahasiswa juga selalu diuji di tengah gejala sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
MAHASISWA dan akademisi kampus, selama ini dikenal dengan kekritisan dan kemampuan analisisnya.Sense of crisis mahasiswa ini setidaknya bisa ditunjukkan segelintir orang, yang tergabung dalam anggota dan alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dari kampus Universitas Negeri Malang (UM). Kepekaan mereka dituangkan dalam tulisan cukup kritis, dan menjadi sebuah buku yang memotret berbagai persoalan pendidikan yang mengemuka.
Berbagai pemikiran kritis yang merefleksikan kepekaan dan kepedulian pendidikan ini dibingkai dengan detil menjadi kumpulan tulisan. Satu buku berjudul 'Memotret Pendidikan Indonesia dengan Aksara' setebal 220 halaman menjadi sebuah karya nyata bersama kader-kader terbaik IMM ini.
Ada setidaknya 27 penulis yang berkontribusi menyumbangkan pemikiran dan kepekaannya tentang pendidikan dalam buku ini. Sebagian masih berstatus mahasiswa, selebihnya alumni yang juga berprofesi dan menjadi praktisi bidang pendidikan.
Penulisan yang mengangkat isu, kebijakan maupun praktik pendidikan adalah suatu hal yang sangat menarik. Dengan menulis buku, juga bisa meningkatkan keterampilan kritis mahasiswa dalam memandang isu-isu penting maupun hasil penelitian tentang pendidikan di Indonesia.
Melalui penulisan buku ini, para penulis berusaha untuk memotret praktik pendidikan kaitannya dengan lingkungan hidup, penguatan karakter, pemikiran kritis, dan dilema sosial. Implementasinya di satuan pendidikan, hingga tantangan dan dampak yang dialami dunia pendidikan di masa pandemi Covid-19 juga banyak diulas dalam buku ini.
"Terbitnya buku ini semoga menjadi angin segar serta bisa mendatangkan alternatif baru bagi kemajuan pendidikan di Indonesia," demikian salah satu penulis buku 'Memotret Pendidikan dalam Aksara,' Eka Imbia Agus Diartika.
Buku yang diterbitkan ini bisa menjadi karya monumental mahasiswa yang tergabung dalam IMM UM dan Forum Komunikasi Alumni (FOKAL) IMM UM. Karuan saja, kata Eka Imbia, penyusunan buku ini membutuhkan waktu yang cukup panjang. Sekitar 22 bulan buku kumpulan tulisan ini baru bisa dirampungkan dan diterbitkan.
Dari Gang Buntu, Terbitlah Buku
Tidak mudah memang menjadikan minat dan passion menulis di kalangan mahasiswa. Waktu hampir dua tahun tidak lah singkat mengiringi lahirnya buku 'Memotret Pendidikan Indonesia dengan Aksara' yang kini sudah cetakan kedua ini.
Kata 'aksara' yang bagian judul buku ini juga memiliki makna tersendiri. Siapa sangka memang, dari ide kecil dan minat membuat narasi pemikiran anak kampus, akhirnya bisa melahirkan sebuah buku.
Keberadaan rumah kos yang dikontrak sebagian penulis anggota IMM UM di sebuah gang buntu, di kawasan Sumbersari Klojen Kota Malang, Jawa Timur, menjadi saksi bisu. Keinginan menulis dan mimpi kuat menerbitkan buku memang beberapa kali meramaikan diskusi di rumah kontrakan gang buntu ini.
Ide dan mimpi ini akhirnya menguat menjadi kegiatan rutin yang disebut 'Sekolah Literasi' IMM UM. Peserta sekolah literasi ini pun tak banyak, karena memang minat dan passion menulis anggota masih sekadarnya, di sela-sela tugas kuliah dan kegiatan kemahasiswaan lainnya.
Hingga akhirnya, ide menulis buku dipastikan, diawali dengan penguasaan materi melalui workshop kepenulisan esai populer sekitar Mei 2019 silam. Kala itu, tekad dan ikhtiar menulis buku bunga rampai diteguhkan, bersamaan menjelang malam 1 Ramadhan 1420 H. Dalam workshop tersebut, peserta dibekali tata cara menulis mulai dari hal yang paling sederhana, utamanya tentang pendidikan.
Harapannya, setelah workshop setiap peserta menghasilkan tulisan bertema pendidikan. Meskipun, ternyata tidak semua peserta workshop bisa mengirimkan tulisan dengan tepat waktu.
Dari artikel yang sudah dibukukan cukup variatif, sebagian berupa tulisan opini, esai dan catatan kritis. Ada juga tulisan artikel ilmiah (paper) dan keilmuan (pedagogik), juga pengalaman best practice dan studi kasus berdasarkan aktivitas yang dialami selama ini.
Tulisan Diyah Ayu Puspitasari misalnya, banyak mengulas aspek edukasi dari perspektif peduli lingkungan. Karuan saja, ia selama ini sekaligus aktivis peduli sampah dan penggagas diari sociopreneurship, sebuah komunitas pemberdayaan masyarakat yang concern pada pendidikan melalui pengelolaan sampah dan aktivitas lingkungan.
Setelah terbit menjadi buku, menjadikan kesan bermakna bagi Eka Imbia dan Dyah Ayu Puspitasari dkk. Terlebih, perjuangan untuk mewujudkan buku pertama FOKAL IMM UM sudah tercapai. Keduanya berharap, kader IMM UM bisa terus melanjutkan penulisan buku lainnya, untuk menuangkan pemikiran dan ide-ide kritisnya. (choirul ameen)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H