"Setiap waktu harus bermanfaat, di rumah atau ketika harus di luar rumah. Terlebih jika ada yang membutuhkan dan bisa membuat orang lain senang, waktu terasa lebih bermakna," dalam obrolan santai saya bersama Heru Totok di sebuah kedai kopi, Kamis (31/12/2020) pagi.
Bahkan, tak jarang istirahat dinikmatinya di luar di sela-sela kesibukannya, cukup dengan menikmati tempat santai seperlunya untuk sekadar mengusir lelah. Pengalaman semacam ini mengingat kondisi kehidupan dan keseharian keluarganya bisa dibilang pas-pasan dan seadanya.Â
Sebagai orang dengan pekerjaan serabutan dan tidak berpekerjaan tetap, mengalami keadaan sempit dan sulit kerap dialami pak Totok. Sempat berminggu-minggu bahkan, ia pernah gak memperoleh penghasilan apapun untuk di bawa pulang.Â
Kondisi seperti ini memang diakui sedikit menganggu kontribusi sebagai relawan da aktivitas sosial lainnya. Jika lagi sepi penghasilan, biasanya sedikit dikurangi intensitas kegiatan kemasyarakatan yang harus diterjuninya, walau tetap diakuinya tidak bisa mandeg atau absen sama sekali.
Pak Totok pun tidak memungkiri sesekali mengalami titik jenuh. Tetapi kondisi seperti ini bisa cepat diatasi dengan mencari inspirasi baru. Cukup dengan menikmati suasana di alam terbuka, terlebih kebetulan ia menyukai travelling juga.
Akan tetapi, sekali lagi ia bukan tipe orang yang asosial dan antipati pada lingkungan sekitar. Semangat mendermakan diri bagi lingkungan ini diakuinya mewarisi keteladanan sang mendiang ayah, M. Jamil.Â
Terjun di lokasi bencana dan menangani dampak yang ditimbulkannya bukan hal baru baginya, sudah pernah dilakoninya sejak tahun 1990-an. Selain menjadi anggota Relawan Tangguh Satgas Covid-19 kini, Heru Totok juga anggota aktif FKKPI, dan didapuk sebagai wakil ketua bidang Bela Negara FKPPI Cabang Kabupaten Malang.
Cita untuk Sesama yang Tak Pernah Surut
Sisi lain kehidupan seperti dialami sosok Heru Totok memang tidak jamak dialami kebanyakan orang lain. Berlatar belakang dari keluarga pensiunan militer dari sang ayah, selain keluarga sendiri ia juga masih bertanggung bagi keseharian ibu, isteri mendiang ayah, juga adik kandung.
Karuan saja, disiplin waktu cukup melekat dan terwarisi dalam kesehariannya sampai saat ini. Ketangguhan dan semangat juangnya juga kental terlihat sebagai pewaris sang bapak. Mengayomi dan kepedulian yang dimiliki pak Totok juga lah yang tidak banyak ditemukan pada kebanyakan orang lain.
Lebih dari itu semua, ada alasan kuat yang mendasari tingginya empati sosial seorang Heru Totok. Lebih-lebih mendapati anggota keluarga sendiri yang mengalami kekurangan, menjadikannya semakin kuat pada cita kemanusiaan dan kepeduliannya ini.Â
Kebetulan, adik kandung yang juga menjadi tanggung jawabnya sehari-hari, ditakdirkan kurang beruntung karena mengalami keterbelakangan mental (down syndrome) bawaan sejak lahir. Sang adik yang kini sudah menginjak usia 47 tahun, punya tingkat kemandirian sangat lemah karena keterbelakangan bawaannya. Ini masih harus disertai resiko penyakit penyerta.