Merawat dan menjaga akar sejarah bangsa kini menjadi pekerjaan sangat berat. Ini karena literatur dan narasi otentik tentang sejarah tidak begitu gampangnya dilirik generasi kekinian. Menyajikan sejarah secara utuh harus lebih kreatif, agar menjadi daya tarik yang tidak membosankan.Â
Artifisial sejarah dalam museum atau diorama agak sulit diandalkan untuk bisa dipelajari langsung secara menyeluruh, terlebih dalam situasi yang kurang memungkinkan akhir-akhir ini.
Tantangan sangat berat lainnya, adalah bagaimana nilai-nilai kebangsaan dan ke-Indonesia-an bisa tertanamkan kuat-kuat pada anak bangsa. Nilai-nilai filosofis dan ideologis yang murni, tanpa tercampuri kepentingan apapun di balik lahirnya.Â
Pemaknaan nilai bebas kepentingan ini pula, yang nantinya akan membebaskan generasi masa depan dari jebakan primordialisme dan fanatisme berlebihan yang terwariskan turun temurun.
 Paling penting dan krusial, adalah memerangi kemerosotan nilai akibat serbuan budaya yang tak patut dan sepantasnya. Dunia kini tak lagi tertutup, bisa dimasuki fenomena apapun yang datangnya dari luar.Â
Perkembangan teknologi informasi sangat cepat dan instan, secepat pula bisa melahirkan gejala sosial dan budaya baru. Bagaimana pendidikan melalui para guru dan intelektual pendidik bisa menyelamatkan anak-anak generasi kita dari akulturasi budayanya sendiri harus menjadi perhatian bersama!
Pendek kata, nilai-nilai baik dari sejarah ataupun peradaban budaya, bukanlah sesuatu yang given dan selalu utuh. Banyak proses yang harus dilalui mengirinya lahirnya nilai-nilai luhur yang diwariskan para pendahulu.Â
Demikian juga, nilai-nilai ini harus tetap tertanam kuat dan dijaga, tidak bisa dititipkan begitu saja pada teks atau narasi yang diharuskan untuk dibaca dan dipelajari anak-anak kita. Siapa bisa menjamin nilai dan pakerti luhur ini bisa tertancam kuat tanpa penanaman dan penyadaran?
Transformasi ilmu dan pengetahuan boleh didapatkan dengan berbagai metode apapun dan dari sumber manapun. Namun demikian, peran penanaman dan penguatan nilai-nilai baik dan pakerti luhur dari para guru kita tak boleh tergantikan.Â
Jika hal ini bisa dijaga dengan kuat, sehebat dan secerdas apapun anak-anak bangsa generasi mendatang, kelak tidak akan kering khasanah dan nilai-nilai ke-Indonesia-annya. Semoga!
Jauh di masa sebelum abad 12 Masehi, ilmuan muslim Ibnu Sina atau dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia Barat sudah mengingatkan kita. Pemikirannya banyak berdampak besar di dunia, terlebih pada bidang kedokteran. Ibnu Sina beranggapan, tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki oleh seseorang. Potensi itu tidak hanya menuju pada perkembangan fisik, melainkan juga intelektual dan budi pekerti.