Mohon tunggu...
Berita Madrasah
Berita Madrasah Mohon Tunggu... Guru - Penikmat Komunikasi dan pemberi manfaat bagi sebanyak banyak manusia

Media Humas dari, oleh keluarga Besar MTs AL ISHLAH, mengabarkan semua keunggulan untuk mewujudkan MAdrasah Hebat Bermatabat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Telaah Khusus Pendidikan Karakter Masyarakat Pesisir, Siapa yang Salah?

22 Desember 2018   20:35 Diperbarui: 22 Desember 2018   20:49 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pesisir dengan segala dinamikanya memang sangat asik dipelajari. Ini adalah hasil dari diskusi kecil penulis dengan salah satu tokoh takmir Masjid Baitul Muslimin di salah satu kota pesisir di Banyuwangi. 

Harapan besarnya, uraian sederhana ini mampu membuka lembar peta yang belum pernah diungkap. Adapun fakta yang membuat telinga marah, ini adalah wujud dari autocorrection (koreksi diri), yang ujungnya diharapkan menjadi jembatan perbaikan bagi generasi pesisir saat ini dan di masa yang akan datang. InshaAllah, mari bersama membijaki kata demi kata yang tersampaikan.

Bismillahirrahammanirrohiim.

Apa yang sesungguhnya terjadi di daerah pesisir? Kenapa semua problematika ini terjadi? Apa unsur yang menjadi penyebab utamanya? Bagaimana keterlibatan tokoh mampu menjadi lokomotif perubahan kearah kebaikan? Dan apa yang harus dikontribusikan untuk membawa perubahan yang lebih baik. Ini yang akan menjadi ruang lingkup diskusi kita.

Di ruang pendidikan, kita akan menemukan warna yang berbeda, antara karakter siswa di daerah agraris dengan siswa di daerah pesisir. Pilihan kata dan cara merespon, serta tekanan diksinya sangat jelas berbeda. 

Penulis contohkan misalnya, dalam teknik penanganan siswa bermasalah, ramai di kelas atau bullying. Di daerah agraris pendidik cukup menaikkan tekanan kata "Nak Stop!" di rentang volume 3, 4 atau 5. Maka, sang anak yang sedang melakukan pelanggaran, memilih untuk berhenti. 

Jika masih berlanjut dengan menyebutkan tambahan kata berikut bisa lebih efektik, "Nak, ini Pak Guru, Stop Nakalmu!". Akan tetapi ini berbeda saat berada di pesisir? Rentang volume bisa di ambang batas 6 atau 7. Dan butuh usaha yang lebih sabar menyelesaikan hal ini. Tentunya tidak semua terjadi seperti ini, dan tidak 100% mewakili gambar utuh daerah pesisir akan tetapi paling tidak potretnya sekilas bisa terlihat seperti yang disampaikan sebelumnya.

Kenapa terjadi seperti ini? Fundamental karakter seorang anak terletak di rumah. Dan di rumah, peran dominan terletak pada keteladanan orang tua, dalam hal ini ayah dan bunda para siswa. Kualitas orang tua menentukan seberapa tinggi kadar karakter sang anak. Ini bisa menjadi bernilai positif ataupun sebaliknya. 

Ada dua hal mendasar dari dalam diri orang tua yang memberikan pengaruh kuat ke anak. Pertama pemahaman akan agamanya dan kedua kefasihan melaksanakan pemahaman agama atau satunya kata dan perbuatan dengan tuntunan yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Besarnya pengaruh orang tua ini sampai disabdakan beliau dalam hadits berikut:

"Setiap anak dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi (HR. Bukhori).

Stressing hadits diatas ada pada orang tua, dan objeknya adalah anak. Bisa terbaca, jika hendak menjadikan anak menjadi nasrani, maka penulisnya orang tua. Sedang penulis pasti akan menulis apa yang ada dibenaknya. Dipastikan jika dalam benak hanya ada faham nasrani maka begitulah yang tertulis di lembar sang anak. Dalam konteks karakter, yang terjadi adalah. Karakter anak merupakan penjumlahan dari apa yang ada pada diri ayah dan bunda mereka.

Ada kaidah yang tertanam disana, bahwa "jangan pernah takut dengan manusia". Netral memang kaidah ini. Namun, ternyata framingnya terletak pada ruang yang tidak tepat. Yakni, berani yang dimaksud adalah berani melawan. Jika melakukan kesalahan, dan karena kesalahan itu dinasihati oleh orang lain, beranilah melawan. Semoga salah, pesepsi yang penulis tangkap dari fenomena yang terjadi di masyarakat. Akan baik jika kaidah ini di tempatkan ulang di ruang yang tepat, berani dengan makna berani berbuat kebaikan, dan tidak pernah takut kecuali kepada Sang pencipta kehidupan, Allah SWT.

Kembali ke dua hal dalam diri orang tua yang memberikan pengaruh besar kepada tumbuh kembang karakter anak. Pemahaman akan agama, bisa dibaca sebagai sebuah keadaan seberapa dekat ayah dan bunda kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad. Semakin dekat maka secara otomatis ketaatan kepada tuntunan yang di berikan semakin kuat. 

Dan tuntunan yang dicontohkan nabi, tak sebatas pada ruang ubudiyah saja, tetapi di semua ruang kehidupan orang tua. Apa yang mereka makan, apa yang diucapkan dan bagaimana detik demi detik setelah bangun tidur sampai tidur kembali sesuai dengan panduan.

Penulis menyebutnya AL FAHMU, bermakna pemahaman. Salah satu diantara ciri bahwa Allah SWT mencintai hamba adalah sang hamba difahamkan atas agamanya.
"Man Yuridillahu bihi Khairan Yufaqqihhu fiddin"
Siapa saja yang dikehendaki oleh Allah mendapat kebaikan/surga, dia akan difahamkan akan agamanya"  (HR Bukhori)

Jika kebaikan yang dimaksud adalah anak yang sholih, tentunya sudah menjadi keniscayaan. Kefahaman akan agama di benak orang tua menjadi sebuah keharusan. Anak akan tertata shalatnya saat ayah dan bunda mereka mencontohkan hal serupa. 

Kehati-hatian dalam mengkonsumsi sesuatu, memastikan apa yang dimakan, dan diminum sudah jelas kehalalanya, baik dari cara mendapatkan maupun dzatnya. Makanan dan minuman anak jelas status halal dan thoyyibnya. InshaAllah, AL FAHMU akan memandu para orang tua memberikan keteladanan yang bagus, yang produk akhirnya adalah anak yang shalih shaliha.

Yang kedua, kefasihan dalam melaksanakan tuntunan. Maksudnya adalah menyatunya tutur faham di bahasan sebelumnya denga tutur tindak. Apa yang dilakukan adalah apa yang diucapkan. Sangat besar pengaruhnya dalam merubah anak. Keteladanan ini, layaknya lokomotif kereta api yang mampu membawa gerbong beratnya. Lokomotif terbaik dengan teknologi terbaru dan dengan sumber energi yang tak pernah habis.

Sebagai penutup, disampaikan bahwa perubahan baik bisa dimulai dari perubahan individu yang baik, berlanjut pada keluarga yang baik, dan sampai pada masyarakat yang baik. Menjadi tanggung jawab  bersama memperbaiki semua. Semoga Allah SWT memudahkan semua langkah baik kita semua, amiin.

Penulis Adalah Kepala MTs AL ISHLAH Muncar Banyuwangi | Mas Rofi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun