Mohon tunggu...
Medha Zeli Elsita
Medha Zeli Elsita Mohon Tunggu... Jurnalis - Living on the jetplane

Sedang menikmati perjalanan menjadi penulis paruh waktu

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Keluargaku Terpapar Covid-19 - Part 1

28 Mei 2021   14:56 Diperbarui: 28 Mei 2021   15:02 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto keluargaku : kakak kandung, kakak ipar, keponakan, nenek, dan aku/dokpri

"Sama seperti kebanyakan orang lainnya, awalnya aku cukup sanksi dengan adanya penyakit flu yang dinamakan COVID-19 ini. Aku merasa kuat dan sehat, hingga akhirnya keluargaku sendiri yang mengalaminya," ujar Medha.

Hai, perkenalkan namaku Medha. Aku bukan penulis ulung seperti kebanyakan penulis Kompasiana yang lain. Namun, aku sedang belajar menulis. Bisa terlihat dari gaya tulisanku yang masih biasa-biasa saja dan masih banyak salah tanda baca di sana-sini. Benar bukan?

Aku tinggal di Kota Yogyakarta. Kota Pelajar yang kini jauh lebih akrab dikenal menjadi Kota Wisata. Usiaku kini 27 tujuh tahun dan aku tinggal di rumah nenek bersama nenek, kakak kandung, kakak ipar, dan keponakanku yang masih berusia 2 tahun.

Keluargaku termasuk keluarga yang mencoba selalu patuh terhadap Protokol COVID-19. Mulai dari sering mencuci tangan, menggunakan masker ketika berpergian, menjaga jarak aman, dan menjaga diri dari kerumunan. Bahkan, nenekku yang memiliki usaha perdagangan di Pasar Beringharjo pun sudah tidak pernah ke pasar lagi semenjak badai COVID-19 menghantam Indonesia pada Maret 2020.

Ibarat kata, keluargaku sudah sangat patuh terhadap protokol kesehatan yang telah dianjurkan oleh pemerintah. Namun, sepertinya virus tetaplah virus yang mungkin bisa hinggap dari mana ke mana saja. Entah bagaimana caranya, virus itu tetap berhasil lolos dan membuat keluarga kami positif Covid-19 dibuktikan daro hasil SWAB PCR Puskesmas Gedong Tengen.

Bermula dari Kakak Ipar perempuan yang mulai merasakan demam tinggi dan batuk di tanggal 16 Mei 2021. Demam di rasa di malam hari setelah beberapa aktivitas yang dilalui bersamaan dengan Perayaan Idul Fitri 1442H/2021 bersama keluarganya. Demam yang tinggi mencapai 38 derajat Celcius. Apa yang kita pikirkan awal? Kelelahan.

Karena aktivitas yang cukup padat pada beberapa hari sebelumnya, kami semua berpikir akibat dari kelelahan. Akhirnya, karena kakak memiliki kebiasaan jika sakit akan berpindah istirahan di rumah Ibundanya (mertua kakak kandung) maka di tanggal 17 Mei 2021 pagi mereka pun berpindah istirahat di rumah yang berbeda.

Di hari itu juga Kakak Ipar memeriksakan diri ke rumah sakit terdekat dengan hasil diagnosa : radang tenggorokan. Diagnosa yang sama seperti kebanyakan penderita COVID-19 lainnya. Namun, hari itu kami masih tidak berpikir macam-macam mengingat yang diharapkan saat itu juga adalah sembuh.

Malam harinya hal yang membuat kami khawatir mulai muncul. Di malam itu juga kakak kandung (suami) dan putrinya (keponakan) yang masih berusia 2 tahun mengalami gejala yang sama. Demam tinggi dan tidak enak badan. 

Saat keponakanku yang berusia 2 tahun harus diinfus karena anjuran rawat inap (monitoring)/dokpri
Saat keponakanku yang berusia 2 tahun harus diinfus karena anjuran rawat inap (monitoring)/dokpri

Hal yang membuat kami harus menyadari untuk dapat segera menyegerakan cek SWAB Antigen di Rumah Sakit Umum Kota Yogyakarta di pagi harinya (tanggal 18 Mei 2021). Benar saja, pagi itu aku mendapatkan kabar bahwa kakak kandung dan kakak iparku terjangkit COVID-19 dengan status : positif.

Hari itu, rasanya kelabu. Rasanya sudah tidak bisa fokus apalagi setelah keluarga di rumah Kakak Ipar disana dilakukan SWAB Antigen dengan hasil 3 dari 5 keluarga disana terpapar COVID-19. Dengkul rasanya lemas mendengar kabar mengejutkan ini di pagi hari.

Pagi itu posisiku adalah sedang berada di tempat kerja. Dalam pikiranku, "Aku harus tetap tenang, karena di rumah masih ada Nenek yang belum dilakukan SWAB tes sama sepertiku, namun mengeluhkan memiliki gejala flu saat pagi sebelum aku berangkat kerja,". Oke baik.. hahaha... mungkin kalau aku cerita di hari itu aku tidak akan bisa selepas hari ini. Namun hari ini sudah seminggu berlalu.

Nenek berusia 67 tahun dengan pembawaan yang tenang namun selalu memikirkan hal-hal terlalu tinggi. Pagi itu sengaja, kami tidak memberitahukan apa yang sedang terjadi disana, perihal status positive Covid-19 kakak-kakakku. Pertama, kami khawatir dengan respon nenek yang kupanggil 'Umi' tersebut. Mengingat, beliau tipikal yang selalu berpikir jauh... jauh.. sekali.

Kedua, aku pribadi khawatir hal ini justru dapat membuat imunitasnya turun akibat demam yang sedang dirasakannya. Tapi, aku berjanji aku akan memberitahukannya hanya membutuhkan waktu yang berbeda dengan melihat kondisi kesehatan Umi.

Akhirnya aku yang harus tetap mencoba tenang memberanikan diri untuk mendaftarkan SWAB Antigen di salah satu laboratorium di Kota Yogyakarta, sendirian. Harapanku, jika hasilku negatif, aku akan segera mengajak Umi untuk melakukan tes yang sama dan memberitahukan perihal masalah kesehatan yang sedang dialami kakak-kakakku disana. Jika hasilnya positif, aku harus bersiap untuk isolasi mandiri.

Hasil SWAB Antigenku di salah satu laboratorium di Kota Yogyakarta/dokpri
Hasil SWAB Antigenku di salah satu laboratorium di Kota Yogyakarta/dokpri

Akhirnya aku setelah mengalami SWAB tas di kedua saluran hidungku, sekitar satu jam kemudian hasil tes keluar dengan hasil : negatif. Di hari itu juga aku segera pulang dan meminta nenek untuk melakukan SWAB Antigen di Rumah Sakit Umum Kota Yogyakarta. Agak sulit di posisiku saat itu, mengingat nenek tidak mau dilakukan SWAB tes dan malah sudah berpikiran yang macam-macam.

Lagi-lagi bahuku harus kuat, pikiranku harus tenang, dan tenagaku harus cukup untuk memaksa Umi agar mau dilakukan SWAB di Rumah Sakit Umum Kota Yogyakarta. Mengapa aku memaksakan beliau untuk mendapat rujukan kesana? Aku merasa nenekku dalam keadaan yang tidak fit pada saat itu. Demamnya naik turun, batuk, dan beliau merasakan pusing.

Alhasil malam itu sekitar ba'da maghrib aku berhasil memaksa nenek untuk dilakukan SWAB Antigen dengan cerita pemancing bahwa, kakak-kakakku dan keponakan yang sangat beliau sayangi positif terpapar COVID-19. Benar, setelah aku mengabarkan hal tersebut pikirannya halusinasi kemana-mana, semangatnya runtuh, dan tenaganya habis.

Sementara itu mereka yang sedang merasakan hal itu sedang biasa saja. Benar-benar dalam kondisi yang biasa saja, mungkin merasa lebih baik karena tertolong oleh fasilitas rumah sakit. Oh iya, hari itu juga sebenarnya tidak ada yang perlu rawat inap di rumah sakit. Hanya saja karena keponakanku masih berusia 2 tahun, oleh karenanya rumah sakit merujuk untuk beristirahat di rumah sakit bersama mamanya. Tujuannya adalah monitoring kesehatannya.

Kembali lagi cerita tentang nenekku. Malam itu, sebenarnya fasilitas SWAB Antigen sudah tidak dapat dilakukan di RSU Kota Jogja karena di jadwal yang ada hanya tersedia pagi hingga siang hari. Namun, karena aku mendesak mereka dan ada tracking keluarga yang mengalami positif COVID-19 akhirnya nenek diijinkan untuk dilakukan SWAB Antigen. Alhamdulillah.

Malam itu karena kami datang karena tracking keluarga positif COVID-19, aku merasa prosesnya sangat dimudahkan. Jadi, di Kota Yogyakarta jika kita memiliki kontak erat (satu rumah) dengan pasien COVID-19 secara otomatis kita akan dimudahkan dalam mendapatkan fasilitas kesehatan di Rumah Sakit Umum Kota Yogyakarta. Aku masih tidak tahu pasti, apakah RSU Kota Yogyakarta merupakan rumah sakit rujukan COVID-19 atau karena kami mengikuti alur dengan baik sebagai keluarga terdekat penderita.

Nenekku mendapatkan pemeriksaan di RS Kota Jogja/dokpri
Nenekku mendapatkan pemeriksaan di RS Kota Jogja/dokpri
Malam itu diinformasikan untuk tes yang akan dilalui nenek adalah SWAB Antigen, cek darah, dan rontgen sebagai prasyarat untuk mendapatkan fasilitas GRATIS dari rumah sakit berdasarkan arahan dari Kementerian Kesehatan. Setelah melalui pemeriksaan yang panjang alhamdulillah hasilnya : negatif. Tapi...

Ada bercak di paru-paru nenek yang membuat nenek harus memiliki pilihan untuk isolasi mandiri di rumah atau opname di rumah sakit. Kemudia di saat yang sama, aku pun memberitahukan kepada beliau bahwa keponakan dan mamanya opname di rumah sakit.

Benar, setelah diinfokan seperti itu bukannya baik-baik saja. Tapi, mungkin hatinya hancur. Pikirannya kacau. Namun, hal ini sudah kupersiapkan sebelumnya sehingga aku masih bisa tetap tenang dan memastikan beliau bahwa semua akan baik-baik saja.

"Mba... ini hasil pemeriksaan COVID-19 dari Ibu negatif, tapi dari hasil rontgent ada bercak di paru-parunya. Hal ini artinya nenek mendapatkan hasil : suspect Covid-19. Nah dari hasil pemeriksaan ini mengingat nenek sudah 'yuswo' kami sarankan untuk dirawat inap di rumah sakit,"

Waduh. Aku langsung berpikir begitu. Bukan waduh karena perihal biaya atau semacamnya, tapi jika hal ini diinformasikan nenek pasti 'lagi-lagi' berpikir jauh... jauuuh. Aku harus tetap tenang, pikirku.

Kemudian aku menawarkan apakah ada opsi isolasi mandiri di rumah, ternyata dokter memperbolehkan dan memintaku untuk menyampaikan pelan-pelan kepada nenek. Dokter pun mengatakan jika memang harus dirawat inap, nanti bisa satu kamar dengan cucu menantu dan buyutnya di satu kamar yang sama.

dokpri
dokpri
Aku cukup lega mendengarnya. Setidaknya, jika akhirnya nenek bersedia untuk dirawat inap, beliau tidak akan dibiarkan di kamar sendirian karena agak berbahaya terkait pikiran-pikiran di dalam kepalanya. Akhirnya hal ini kusampaikan dan nenek memilih untuk tetap tinggal di rumah dalam melakukan isolasi mandiri.

Aku sangat lega meski hari ini menjadi hari yang berat untuk kami menyadari, bahwa ada bagian dari keluarga kami yang terpapar COVID-19. Namun, aku salah... ternyata hari ini tidak seburuk yang aku kira. Hari kedua jauh lebih buruk situasinya.

Ikuti "Keluargaku Terpapar Covid-19 - Part 2" yah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun