Mohon tunggu...
Medeline Puspitasari
Medeline Puspitasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi aktif jurusan Pendidikan Sosiologi di Universitas Negeri Jakarta

Mahasiswi S1 Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sosiologi Klasik - Pemikiran Marx dan Weber

11 September 2022   13:18 Diperbarui: 11 September 2022   13:25 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama Karl Marx dan Emile Durkheim pasti sudah tidak asing lagi kita dengar dalam mata pelajaran sosiologi, apalagi jika ketika kita mempelajari tentang kelas, nama Marx akan langsung muncul dalam benak kita. Marx dan Durkheim merupakan sosiolog klasik yang paling berpengaruh dalam perkembangan ilmu sosiologi. Lantas, apa saja gagasan, pemikiran, dan teori Marx dan Durkheim yang menjadi dasar teori sosiologi modern ini? Mari kita bahas lebih lanjut.

KARL MARX

  • Materialisme Historis

            Konflik, kelas sosial, dan kapitalisme. Ketiga kata ini merupakan kata yang sangat dekat dengan Marx. Hal ini karena Marx, mendedikasikan hidupnya untuk belajar dan meneliti keadaan ekonomi politik di Jerman yang tertuang dalam buku Das Kapital (1876) yang merupakan karyanya dan Engels yang merupakan sahabatnya.

            Pemikiran Marx berangkat dari patron intelektualnya, Hegel, yang mencetuskan pemikiran filsafat idealisme. Marx merupakan seorang Hegelian (pengikut Hegel), bahkan ia menjadi Ketua Hegelian Muda (The Leader of the Young Hegelian). Namun, alih-alih setuju dengan pemikiran Hegel, Marx bersikap kritis dan mengkritik pemikiran Hegel tentang filsafat idealisme tersebut.

Menurut Marx, pemikiran Hegel tidak dapat mengubah masyarakat. Pemikiran tersebut hanya cara pandang yang berada pada tataran ideal. Maka, Marx membuat antitesis, yaitu Filsafat Materialisme. Menurut Marx, sejarah manusia ditandai dengan sejarah memproduksi materi dan cara manusia memenuhi kebutuhan akan materi tersebut. 

Kesadaran manusia akan pemenuhan kebutuhannya berangkan dari keadaan sosial yang mereka hadapi, bukan sebaliknya. Maka dari itu, materialisme lah yang dapat mengubah masyarakat, dan bekerja, memproduksi materi adalah cara manusia yang paling praksis dalam membangun materialisme.

  • Suprastruktur dan Infrastruktur

Marx pun memahami bahwa dalam masyarakat, terdapat struktur yang membangun masyarakat itu sendiri, yakni terdiri dari suprastruktur dan infrastruktur. Infrastruktur menurut marx adalah aspek terpenting yang dapat membawa perubahan bagi manusia, yaitu ekonomi, yang terdiri atas kegiatan produksi, hubungan produksi, dan alat-alat produksi. 

Sedangkan aspek lainnya seperti sosial, politik, budaya, agama, dan lainnya merupakan suprastruktur dan tidak bisa mengubah masyarakat.

  • Kelas dalam Masyarakat

Menurut Marx, kelas dalam masyarakat terbagi menjadi dua; kelas proletar (pekerja) dan kelas borjuis (pemilik modal). Munculnya kelas pada masyarakat ini pun mengakhiri zaman perbudakan dan berganti pada zaman kapitalisme. Marx yang awalnya menganggap bahwa kapitalisme lebih baik dari perbudakan, menarik kata-katanya Kembali dan mengatakan kapitalisme ini lebih kejam dari perbudakan. 

Bagaimana tidak? Jika para pekerja bekerja tidak kenal Lelah namun tidak diupah sesuai kerja keras mereka karena hanya memperdulikan nilai lebih yang mereka dapat. Pada akhirnya, dari 'bentuk baru perbudakan' ini, muncul keterasingan atau alienasi pada pekerja yang membawa mereka pada bentuk kapitalisme baru.

Alienasi yang terjadi menjadikan para pekerja merasa asing dari sistem produksi yang menindas mereka, asing dari dirinya sendiri karena hidup di bawah perintah orang lain, asing dari produk yang ia kerjakan, dan asing dari orang lain bahkan keluarganya sendiri.

EMILE DURKHEIM

  • Fakta Sosial

Dalam kajiannya tentang fakta sosial, Durkheim beranggapan bahwa fakta sosial merupakan bahwa fakta sosial merupakan tata cara manusia dalam berpikir dan bertindak yang bersifat eksternal atau di luar individu dan memaksa. Fakta sosial ini dibagi Durkheim menjadi dua, yaitu bersifat material atau yang dapat dilihat, diamati, dan diteliti, dan yang bersifat non-material atau berupa fenomena atau reaksi manusia yang muncul di dalam pikiran manusia.

  • Solidaritas Sosial

Kajian Durkheim tentang solidaritas sosial dituangkan dalam buku karyanya, "The Division of Labor in Society / De La Division Du Travail Social". Menurut Durkheim, adanya pembagian kerja dalam masyarakat dapat mengubah struktur sosial dari solidaritas mekanik ke solidaritas organik yang lebih modern.

Kajian tentang solidaritas sosial ni merupakan kajian yang sampai saat ini masih relevan dengan kehidupan masyarakat zaman sekarang, maka dari itu, Durkheim dikatakan sebagai sosiolog yang memiliki pandangan visioner dalam memproyeksikan masyarakat di kehidupan yang akan datang.

  • Bunuh diri (Suicide)

Pada tahun 1890, terjadi transformasi besar-besaran di mana tadinya masyarakat bergerak di bidang agraris harus berubah menjadi bidang industry. Hal ini diproyeksikan pada angka bunuh diri yang semakin meningkat, dan ditemukan penyebabnya, yaitu karena renggangnya solidaritas sosial atau terlalu erat. Hal ini juga berkaitan dengan intergrasi dan regulasi yang dirasakan masyarakat.

Durkheim menemukan ada 4 jenis bunuh diri:

Yang pertama adalah bunuh diri egoistik, disebabkan oleh lemahnya solidaritas sosial individu tersebut dari masyarakat. Hal ini pernah kita temukan dalam kasus-kasus mahasiswa yang meninggal bunuh diri di dalam kosnya dalam keadaan tidak ada yang mengetahui karena tidak punya teman.

Selanjutnya adalah bunuh diri altruistik. Penyebab terjadinya bunuh diri altruistik adalah terlalu eratnya solidaritas sosial antara individu tersebut kepada suatu kelompok sehingga lebih mengutamakan kepentingan kelompok daripada dirinya sendiri. Hal ini dapat kita temukan dalam peristiwa Hara Kiri, atau bunuh diri prajurit di Jepang dengan cara menusukkan samurai ke perutnya karena ia merasa telah gagal atau lalai dalam pekerjaannya.

Yang ketiga adalah bunuh diri anomi, sesuai namanya, bunuh diri jenis ini terjadi ketika individu merasa tidak ada aturan, tujuan, dan arah dalam hidupnya. Misalnya saat orang yang tiba-tiba jatuh miskin dan merasa hidupnya berakhir dan tidak ada lagi gunanya untuk hidup.

Lalu bunuh diri yang terakhir adalah bunuh diri fatalistik. Bunuh diri jenis ini disebabkan oleh regulasi tinggi yang menyebabkan dirinya tertekan. Saat tekanan yang diterima terlalu tinggi, individu memilih untuk mengakhiri tekanan tersebut dengan cara bunuh diri. Contohnya siswa yang bunuh diri akibat di-bully oleh teman sekelasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun