Aku berjalan menuju sekolah dengan perasaan senang dan puas karena hari ini akan dilaksanakannya pengumpulan tugas proyek. Proyek yang kami buat yaitu miniatur denah lingkungan tempat tinggal kami. Temanku Zara juga mempunyai proyek yang sama, dia berjanji akan memperlihatkan karyanya padaku. Aku dan Zara tidak sekelas jadi sedikit sulit untuk kami selalu bersama.
Sementara di kelasku, semua murid telah mempersiapkan diri untuk presentasi termasuk diriku. Dimana saatku untuk tampil pun datang. Kemudian aku menjelaskan proyekku dengan bangga dan mantap. Namun, nyatanya situasi ini berbanding terbalik dengan Zara.
"Ya, Zara sekarang giliranmu untuk maju ke depan" seru bu guru.
"Mmm...i-itu Bu...," Jawab Zara ragu. Entah apa yang terjadi kepadanya, ia lalu kembali duduk dibangkungya dengan kepala tertunduk.
Pelajaran demi pelajaran kami lalui sampai akhirnya bel istirahat berbunyi. Seluruh siswa berhamburan keluar kelas. Ternyata Zara sudah menyusulku duluan ke kelas. Tidak seperti biasanya dia melakukan hal ini
"Halo" sapa temanku itu.
Sapaan itu kusambut dengan senyuman yang lebar. Disaat itu pula aku menyadari ada hal yang tidak beres dengan raut muka Zara.
"Zara, ada apa? Sepertinya kamu terlihat sedih" tanyaku kepada Zara.
Ia terlihat sedikit ragu untuk menceritakannya. "Namun jika aku tidak menceritakannya aku akan dapat lebih banyak masalah lagi" pikir Zara.
Akhirnya Zara mulai berbicara. Aku dikenal sebagai pendengar yang baik. Karena itu aku memasing kuping baik baik untuknya.
Di dalam ceritanya ia berkata bahwa pagi tadi Ia tidak jadi presentasi. Karena karyanya tidak ada. Aku tidak karena, baru saja kemarin Zara memperlihatkan karyanya padaku.
"Sebenarnya sih bukan tidak ada tetapi aku kasih karyaku kepada orang lain, orang itu adalah teman sekelasku" jelas Zara.
"Mengapa kau memberikan karyamu padanya ?" tanyaku heran.
"Untuk sekian tahun lamanya akhirnya aku mempunyai teman baru, dia selalu mengajakku bermain bersama. Sampai dimana dia terlihat begitu sibuk, pergi kesana dan kemari. Dari situlah aku menawarkan diri untuk membantunya mengerjakan tugas sekolah" jelas Zara yang langsung termenung.
"Aku tidak mau membuatnya kecewa dan lantas mengancamku jika aku tidak mengerjakan tugasnya dengan baik maka aku tidak akan pernah mempunyai teman lagi."
Zara adalah anak yang pendiam dan pintar, ia juga agak sulit untuk bergaul dengan teman-temannya. Ini adalah kelemahan yang mampu dimanfaatkan untuk menjadi alasan mereka.
"Dan kau mengiyakannya?" tanyaku.
"Ya...habis mau bagaimana lagi" jawabnya masih dalam keadaan tertunduk.
"Zara, jangan pernah mau mengerjakan suatu tugas yang bukan merupakan kewajibanmu walaupun saat itu niatmu hanyalah untuk membantu, dan itu merupakan hal yang baik"
"Tapi diakan temanku aku harus membantunya" kata Zara masih membela diri.
"Adakah teman yang mengancam temannya seperti itu?" tanyaku untuk meyakinkan pernyataannya.
Zara menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju.
"Zara, melakukan hal tersebut hanya akan membuatmu rugi tidak ada untungnya."
"katakanlah tidak! Tak apa untuk berkata seperti itu. Aku disini mendukungmu Zara." Kataku menyemangatinya.
"Masih banyak orang baik yang dapat dijadikan teman."
Mendengar kata-kata itu Zara terdiam sejenak, dan telah diputuskannya apa yang akan ia lakukan.
Keesokkan harinya Zara pergi ke sekolah pagi-pagi sekali. Dan benar saja temannya itu sudah menunggu di depan kelas.
"Nah ini dia Zara...teman baikku" sapanya.
"Eh Iya, hari ini aku mau pergi. Seperti biasa, kerjakan tugasku yang diberi guru kemarin ya!"
"Tidak!" tegas Zara.
"Apa?" tanya temannya itu tidak percaya. Terlihat raut wajahnya menunjukkan rasa jengkel.
"Maaf, tapi aku juga memiliki banyak tugas. Jika kau tidak paham aku akan mengajarimu, tapi aku tidak akan mengerjakan tugasmu begitu saja" jawab Zara.
Dari mulai hari itu, aku lihat Zara selalu mengumpulkan tugasnya tepat waktu. Dan teman sekelasnya juga mulai berusaha untuk mengerjakan tugasnya sendiri.
"Zara kau berhasil!" Kataku saat bertemu Zara.
"Ya, terimakasih. Aku tidak akan bisa melakukannya tanpa dukunganmu." Jawab Zara riang.
"Kamu benar, terkadang berkata tidak lebih baik dari pada berkata ya. Dan dapat menguntungkan kedua belah pihak juga." Kata Zara sambil tersenyum.
Keadaan sudah jauh lebih baik sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H