Aku berjalan menuju sekolah dengan perasaan senang dan puas karena hari ini akan dilaksanakannya pengumpulan tugas proyek. Proyek yang kami buat yaitu miniatur denah lingkungan tempat tinggal kami. Temanku Zara juga mempunyai proyek yang sama, dia berjanji akan memperlihatkan karyanya padaku. Aku dan Zara tidak sekelas jadi sedikit sulit untuk kami selalu bersama.
Sementara di kelasku, semua murid telah mempersiapkan diri untuk presentasi termasuk diriku. Dimana saatku untuk tampil pun datang. Kemudian aku menjelaskan proyekku dengan bangga dan mantap. Namun, nyatanya situasi ini berbanding terbalik dengan Zara.
"Ya, Zara sekarang giliranmu untuk maju ke depan" seru bu guru.
"Mmm...i-itu Bu...," Jawab Zara ragu. Entah apa yang terjadi kepadanya, ia lalu kembali duduk dibangkungya dengan kepala tertunduk.
Pelajaran demi pelajaran kami lalui sampai akhirnya bel istirahat berbunyi. Seluruh siswa berhamburan keluar kelas. Ternyata Zara sudah menyusulku duluan ke kelas. Tidak seperti biasanya dia melakukan hal ini
"Halo" sapa temanku itu.
Sapaan itu kusambut dengan senyuman yang lebar. Disaat itu pula aku menyadari ada hal yang tidak beres dengan raut muka Zara.
"Zara, ada apa? Sepertinya kamu terlihat sedih" tanyaku kepada Zara.
Ia terlihat sedikit ragu untuk menceritakannya. "Namun jika aku tidak menceritakannya aku akan dapat lebih banyak masalah lagi" pikir Zara.
Akhirnya Zara mulai berbicara. Aku dikenal sebagai pendengar yang baik. Karena itu aku memasing kuping baik baik untuknya.
Di dalam ceritanya ia berkata bahwa pagi tadi Ia tidak jadi presentasi. Karena karyanya tidak ada. Aku tidak karena, baru saja kemarin Zara memperlihatkan karyanya padaku.