Mohon tunggu...
Swadestawasesa
Swadestawasesa Mohon Tunggu... Jingle Man -

Penyuka musik yang enggak cadas-cadas banget dan enggak melow-melow banget. Tapi suka sama perempuan yang sekali cadas, cadas banget atau sekali melow, melow banget. :p

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Dangdut dan Pop Menye Haters Wajib Cium Tangan Harmoko

29 Desember 2015   10:07 Diperbarui: 6 Januari 2016   18:02 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Harmoko (Dok.Istimewa)"][/caption]

 

Sejauh yang ogut tahu, Harmoko adalah orang cerdas. Sebagai jurnalis dan penulis, Kopi Pagi dalam Post Kota-nya renyah dibaca. Ada solusi yang mengemuka dengan memusatkan dirinya menjadi pengamat yang andal terhadap berbagai peristiwa, meski sebagian pihak menganggap tulisan-tulisannya tidak lebih dari penebusan dosa masa lalu.

Sebagai politikus, Harmoko juga enggak kalah brilian. Dia jadi satu-satunya Ketua Umum (Ketum) Golkar dari sipil yang sukses mendulang suara tertinggi selama 32 tahun Soeharto berkuasa. Sebelumnya kan Golkar selaku diketuai sama militer. Ada Djuhartono, Suprapto Sukowati, Amir Moertonom Sudharmono, sama Wahono sebelum akhirnya Ketum jatuh ke Harmoko yang orang sipil.

Pas kejatuhan Soeharto, Harmoko, yang selalu dibilang anak buah yang paling setia bikin manuver mengejutkan dengan meminta Soeharto mundur. Saat orang-orang Soeharto satu per satu dihabisi atau terlibat konflik, Harmoko gemilang keluar dari lingkaran itu. Brilian!

Waktu menjabat sebagai Menteri Penerangan (Menpan) era Soeharto, Harmoko juga banyak menelurkan kebijakan yang merugikan bagi sebagian orang, sedang sebagian lagi menari kegirangan. Yang paling terkenal dan banyak dibahas, pemberedelan sejumlah media cetak. Meski Harmoko sendiri sudah bilang kalau yang melaksanakannya itu Pangkomkaptib, bukan dia sendiri di lapangan.

Ada lagi kebijakan lain yang baru-baru ini ditiru oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah (Jateng). Tahun 80-an, Harmoko mendadak melarang TVRI dan RRI menayangkan lagu-lagu pop melankolis alias cengeng. Kata Harmoko waktu itu lagu-lagu cengeng enggak cocok sama situasi bangsa yang lagi getol-getolnya melakukan pembangunan dan bisa merusak mental masyarakat jadi menye-menye.

Padahal waktu itu pop melankolis lagi gandrung banget. Lagu-lagu Ratih Purwasih, Betharia Sonata, Nia Daniati, dkk.sering banget diputar di radio dan ditayangkan di TVRI. Tapi buat penyuka musik cadas, berterima kasihlah. Gara-gara ini Menteri, industri musik rock Indonesia tumbuh subur dan melahirkan banyak musisi kenamaan yang bertahan hingga sekarang. (Kisah selengkapnya bisa dibaca di Apakah Musik Indonesia Perlu Sosok Harmoko).

Selama aktif menjadi Menteri, Harmoko sukses nih menciptakan memori kolektif ke semua lapisan masyarakat. Buat para elite, produktivitas wacana Harmoko itu ibarat angin sepoi di tengah terik yang bikin anyes. Tujuannya jelas untuk menciptakan keteraturan. Memori kolektif Harmoko bukan lagi sekadar kenang-kenangan yang hanya meruang dalam ingatan tapi bisa digunakan kembali ke dalam sistem sosial.

Seperti KPID Jateng yang baru-baru ini melarang pemutaran lagu-lagu yang dianggap cabul atau porno mengadaptasi kebijakan Harmoko. Dalihnya juga mengemukakan mental dan moralitas. Mau jadi apa generasi bangsa ini kalau mendengar lagu-lagu berbau cabul seperti Pengen Dibolongi, Maaf Kamu Hamil Duluan, atau Mobil Goyang. Begitu maksud KPID memberedel lagu-lagu yang kebanyakan berirama dangdut itu.

Ogut langsung lari ke You Tube buat dengerin lagu-lagu yang diberedel. Ogut muter lagu Pengen Dibolongi, lalu menantikan lirik yang berbau porno sambil berharap ada orgasme vokal macam "kimoci,kimoci,kimoci" gitu. Tapi sepanjang lagu enggak nemu lirik yang begituan. Yang ada juga lirik hati si pacar yang rapat dan pengen dibolongi sama si penyanyi.

Kebijakan yang ogut yakin diadaptasi dari ide Harmoko di zaman Orba ini langsung dapat banyak kecaman dari seniman-seniman. Seniman asal Jogja, Djaduk Ferianto misal, bilang kalau lagu-lagu yang dilarang diputar itu sebenarnya adalah hasil kebudayaan yang diakomodasi zaman dengan keverbalannya. Pelarangan juga jadi satu bentuk pengekakngan terhadap berkesenian dan meremehkan intelektualitas masyarakat seakan enggak bisa membedakan mana yang porno mana yang enggak.

Lagian juga pelarangan itu sia-sia. Macam ngecat es batu. Soalnya sekarang hiburan enggak cuma radio atau televisi. Ada internet juga. Mau melarang gimana juga, bisa aja langsung buka Youtube atau nyari di Google. Gampang banget. Kayak kemarin contohnya waktu melarang adegan berantem di Dragon Ball, anak-anak sekarang yang udah pada canggih otaknya langsung buka youtube. Selesai perkara.

Dari pelarangan ini bisa dilihat gimana ngerinya hegemoni yang dulu sering dilakukan Orba untuk menciptakan keteraturan berdalih mental dan moralitas. Bisa dilihat bagaimana kejeniusan Harmoko dengan segala kebijakannya bisa menginspirasi banyak orang buat mengambil tindakan serupa. Kudu diapresiasi dong tentunya, apalagi buat yang kangen rezim Orba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun