Mohon tunggu...
Miraj Dodi Kurniawan
Miraj Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... profesional -

Seneng makan minum yang bergizi dan uenak. Pengen berpakaian sopan namun trendy. Punya cita-cita menjadi orang kaya raya lahir dan batin. Lumayan doyan menggauli studi sejarah, kependidikan, filsafat, agama, budaya, sosial, politik, sastra, dan seterusnya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Budiman Sujatmiko : Pembangkangan dan Target Politiknya

28 Juni 2014   22:27 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:23 4729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1403943995734423516

Pilihan hidup yang diambil dan ditempuh Budiman Sudjatmiko kerap menuai pro-kontra. Misalnya saat ia putuskan untuk turun berdemonstrasi ke jalan dan melontarkan kritiknya melalui berbagai media massa terhadap rezim penguasa pra Reformasi. Padahal rezim ini dikenal ganas dan keras kepada siapa pun yang bertindak ‘tidak sopan’ (mengkritik). Tentu saja para penguasa Orde Baru kontra kepadanya bahkan memenjarakannya. Lalu bukannya meneruskan kiprahnya di dunia politik, ia malah memilih berhenti dari percaturan politik praktis sejak 2001 hingga 2004. Pro-kontra juga mencuat lantaran pada tahun 2002 ia putuskan meninggalkan tanah air dan menimba ilmu di luar negeri. Pulang ke tanah air, pilihan politiknya juga melahirkan pro-kontra, sebab bukannya bernaung di PRD, Budiman Sudjatmiko malah loncat pagar dan bergabung dengan PDI Perjuangan.

Akan tetapi langkah-langkahnya tersebut bukannya tanpa pemikiran sama sekali. Ia tentu punya alasan sendiri mengapa menempuh hal itu. Dalam konteks politik, misalnya, persoalan yang paling dimusuhi olehnya ialah sistem yang tidak demokratis. Baginya, Orde Baru tidaklah demokratis. Namun sulit mengubahnya dari dalam. Sebab itu ia bentuk PRD untuk mengkritik bahkan meruntuhkan orde ini dari luar. Setelah runtuh, ia mulai berpikir bahwa mengubah negeri ini harus dimulai dari dalam sistem. Artinya ia pun harus masuk sistem ketatanegaraan negeri ini. Maka PRD yang dipimpinnya mendaftarkan diri menjadi kontestan Pemilu 1999. Sayang, raihan parpolnya kecil. Boleh jadi kala itu ia nyaris putus asa, sebab rakyat yang dibelanya malah kurang mendukungnya dalam Pemilu.

Budiman Sudjatmiko pun rehat sejenak. Barangkali ia berpikir untuk mematangkan ilmu pengetahuan di bidang politik dan hubungan internasional sekaligus meluaskan jaringan politiknya sehingga memutuskan kuliah S2. Dan ketika memutuskan berpindah parpol, bisa jadi itu hanyalah metode baginya untuk masuk ke dalam sistem yang ia maksudkan. PDI Perjuangan memang memiliki perangkat partai dan massa yang lebih besar ketimbang PRD. Lagipula ada kemiripan ideologi yang diperjuangkan PRD dengan PDI Perjuangan. Tambahan pula, sulit dipungkiri adanya jalinan hubungan relatif dekat antara ia dengan pimpinan parpol bergambar moncong putih ini. Dan benar saja, usai lima tahun berjuang di dalam parpol, akhirnya Budiman mencalonkan diri dan terpilih menjadi anggota DPR RI. Ia pun masuk ke dalam sistem.

Tinggal pertanyaannya kemudian, apakah masuk ke dalam sistem dan mengubah negara ini dari dalam hanya sekadar pembenaran atau memang langkah politik yang benar-benar dijalankan olehnya? Untuk menjawab ini, tentu saja kita dapat mengecek kiprahnya selama di parlemen. Penting dicatat bahwa dalam keterangannya kepada sebuah media online, Budiman Sudjatmiko menyatakan bahwa politik adalah upaya untuk mencapai target. Dalam kampanyenya, ia menyampaikan target tersebut sebagai janji. Ia menyatakan, "Ini janji saya. Janji saya adalah akan membuat rumah aspirasi di Dapil, ingin menyelesaikan kasus-kasus pertanahan minimal di Dapil saya, dan sudah ada yang selesai di Cilacap. Ketiga adalah ingin meng-goal-kan UU Desa. Itu tiga janji saya saat kampanye".

Artinya manakala hendak menilai kinerjanya selama di parlemen, lihat saja kesesuaian tiga janji atau target politik yang dikatakannya tersebut dengan pelaksanaannya di lapangan. Dan sejauh ini, rasa-rasanya Budiman tidak ingkar janji. Mungkin masih ada yang kurang dari caranya dalam menepati janji. Namun jika melihat keberadaan rumah aspirasi di Dapil Jawa Tengah VIII yakni di daerah Kabupaten Banyumas dan Cilacap, maka dalam hal ini, ia telah menunaikan janjinya. Lihat pula bagaimana ia berupaya membantu menyelesaikan kasus-kasus pertanahan di Dapilnya. Ia pun telah beranjak membantunya, paling tidak telah melakukan sesuatu. Lantas bagaimana dengan UU tentang Desa? Pasca negoisasi panjang lebar, Undang-Undang ini ditetapkan 18 Desember 2013.

Dalam pandangan Budiman, desa adalah akar dari aneka permasalahan kemiskinan pada zaman dan ketakutan terhadap Orde Baru. Sedangkan kota besar hanyalah muara tempat berkumpulnya sampah dan bangkai yang diseret banjir bandang kemiskinan dan ketakutan di desa-desa. Sehingga ketika Ketua Umum Gema (Gerakan Masyarakat) Gotong Royong yaitu ormas yang fokus dalam hal sosial ekonomi serta pendidikan ini menargetkan penyusunan dan penetapan UU tentang Desa, maka ia sebenarnya telah menemukan jawaban dan mencoba memberi solusi terhadap akar permasalahan di negeri ini: dari desa. Dengan UU ini setidaknya ia dan para anggota DPR RI lainnya telah meletakkan tonggak baru pembangunan nasional: keadilan sosial sejak dari desa.

Dengan UU tentang Desa, dana pemerintahan desa akan menjadi lebih besar dari sebelumnya. Sekitar 72.000 desa akan menerima dana langsung dari APBN bagi pembangunan desa dan sebesar 10% dari APBD. Menurut Budiman, nilai besaran rata-rata yang diperoleh tiap desa di Indonesia sebesar Rp. 1,4 miliar per tahun. Setidaknya itulah ketentutan yang tertera dalam Undang-Undang tentang Desa, meski pelaksanaannya secara bertahap. Namun pada pihak yang lain, sebagaimana halnya respon terhadap UU tentang Otonomi Daerah yang dikhawatirkan akan memunculkan raja-raja kecil, limpahan dana lebih besar terhadap pemerintahan desa pun menuai kekhawatiran serupa. Banyak pihak mengkhawatirkan lantaran UU ini, korupsi malah merebak di level pedesaan.

Kekhawatiran semacam itu dapat dipahami walau bukan argumentasi jitu untuk menolak kehadiran UU tentang Desa. Malahan kekhawatiran serupa bisa saja dimunculkan bahwa dana yang besar dan dipegang oleh level pemerintahan pusat dan daerah yang tidak terdistribusi ke level pemerintahan desa adalah juga rentan dikorupsi. Dengan kata lain, UU tentang Desa sudah tepat. Persoalan rentan terjadinya korupsi di level pedesaan, hal ini tentu menuntut pengawalan. Selain perlu transformasi kesadaran dan transfer pengetahuan kepada aparatur dan masyarakat di pedesaan mengenai tata kelola dan peruntukan dana, kontrol dan penindakan terhadap pelaku penyalahgunaan dana merupakan satu paket solusi.

Manakala menengok kembali perjalanan Rancangan UU tentang Desa hingga diketuk palu dan menjadi UU tentang Desa, maka sebenarnya kita akan melihat bahwa hal ini tidak semata-mata negosiasi di dalam parlemen dengan buncahan argumentasi dan persuasi. Selain ‘perang urat syaraf’ di parlemen, sesungguhnya negosiasi juga terjadi di luar ruang DPR RI. Soal ini bolehlah memperhatikan gerakan penyampaian aspirasi dan demonstrasi yang dilakukan para kepala dan aparatur desa di seluruh Indonesia yang berhimpun dalam organisasi Parade Nusantara. Kebetulan juga Budiman Sudjatmiko menjadi Pembina Utama di Dewan Pimpinan Nasional organisasi ini yang kemungkinan besar memang mengerahkan organisasi ini, sebab agenda utama Parade Nusantara memang menggolkan UU tentang Desa.

Maka kalau begitu, benar kata Budiman: politik adalah upaya untuk mencapai target. Tiap politisi sebaiknya belajar darinya. Bahwa berpolitik mestilah memiliki target terukur untuk kemaslahatan dan kepentingan publik. Dan ia memang punya target yang jelas ketika hendak maju sehingga terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2009-2014. Jika hendak dievaluasi, maka target atau janji politik Budiman Sudjatmiko pada musim kampanye Pemilu 2009 sudah tertunaikan, setidaknya yang jelas terukur dan dapat dilihat adalah pendirian rumah aspirasi di Dapilnya serta penetapan UU tentang Desa.

Budiman Sudjatmiko dan Kepemimpinan Nasional

Semenjak ia menjadi anak muda yang vokal, kritis, dan berani menentang rezim Presiden Soeharto terutama pada tahun 1996 hingga 1998 dan memimpin PRD dalam arena Pemilu 1999, sulit dipungkiri bahwa Budiman Sudjatmiko adalah satu di antara segelintir figur pemimpin muda yang menonjol dan banyak diharapkan intens terlibat dalam kepemimpinan nasional. Sebab orang atau – lebih tepat disebut – politisi yang baik bukan hanya vokal, kritis, dan berani mengkritik, melainkan juga kritis dan berani memperbaiki keadaan. Maka ketika rezim yang dikritiknya sukses dijungkalkan, sebaiknya Budiman memang tidak perlu segan-segan untuk memperbaiki keadaan. Kalau perlu, masuk ke dalam dan ubahlah sistem atau tata kerja kenegaraan dari dalam, sehingga berefek perbaikan bagi masyarakat kebanyakan.

Kenyataannya, Budiman Sudjatmiko bukan saja pengkritik yang keras, akan tetapi juga figur pemberani yang masuk ke dalam dan mencoba mengubah keadaan. Adalah terobosan baru dalam belantika politik di negeri ini manakala ia memasang target kerja sebagai wakil rakyat. Terobosan baru juga tatkala ia mendirikan rumah aspirasi sekaligus berniat menggolkan UU tentang Desa untuk memperkuat status hukum dan mengakselerasi pembangunan pedesaan. Bahkan yang tidak kalah menariknya, ketika hendak menggolkan UU tentang Desa tersebut, ia tidak saja menyiapkan Rancangan Undang-Undang tentang Desa beserta perangkat argumentasi untuk memenangkan adu argumen di arena negosiasi di ruang parlemen, melainkan juga berjuang merebut perhatian dan dukungan politik di luar parlemen dengan mendirikan bahkan menjadi Pembina Utama Dewan Pimpinan Nasional Parade Nusantara. Dan ini langkah cerdas.

Sebagai politisi dan wakil rakyat, sampai sejauh ini Budiman pun relatif sepi dari gosip perilaku tercela. Ia belum terdeteksi sebagai politisi korup dan semoga memang bersih. Kalaupun pernah disebut-sebut sebagai dalang Kudatuli dan ditersangkakan lalu dihukum penjara pada zaman Orde Baru, itu hanyalah tindakan kurang bijaksana dari rezim penguasa dalam situasi konflik politik yang lebih bernuansa politis. Maka kalau begitu, tidak berlebihan manakala ia disebut sebagai the next Indonesian top leader (pemimpin papan atas Indonesia berikutnya). Mudah-mudahan tidak ada sesuatu apa pun yang mengganjalnya, sehingga negara bangsa ini beroleh kebaikan berlimpah dari kiprah kepemimpinan Budiman Sudjatmiko. Semoga.

Referensi

Tim Litbang Kompas. 2010. Wajah DPR dan DPD 2009-2014: Latar Pendidikan dan Karier. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Internet:

http://ideguru.wordpress.com/2010/03/17/budiman-sudjatmiko/

http://id.wikipedia.org/wiki/Budiman_Sudjatmiko

http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Rakyat_Demokratik

http://politik.news.viva.co.id/news/read/10061-_saya_tak_pernah_meminta_jadi_caleg

http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1996/08/20/0046.html

http://news.okezone.com/read/2012/12/07/158/728905/budiman-sudjatmiko-anak-muda-yang-berjuang-dalam-sistem

http://www.suarapembaruan.com/home/tiap-desa-dapat-dana-rp-14-miliar/47384

http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/286-direktori/2545--tumbal-orde-baru

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun