A.S. Hikam adalah mantan Menristek RI dan cendekiawan yang saya hormati. Namun pada awal tahun 2014 silam, saya terlibat diskusi (lebih tepatnya debat) dimana kami berbeda pendapat soal penangkapan Anas Urbaningrum (AU). Sepertinya Pak Hikam cenderung membela KPK, sedangkan saya cenderung menyimak AU.
Akhir cerita, Pak Hikam meng-unfriend saya di FB ini seraya mengirim pesan (inbox) agar saya tidak sembarang mengatasnamakan Tuhan. Saya setuju dengan isi pesannya meski saya merasa tidak berlindung di balik atas nama Tuhan manakala berargumen waktu itu.
Jadi pada detik-detik menjelang pencalegan juga pencapresan Pemilu 2014, tiba-tiba Ketua Umum Partai Demokrat (PD) AU menjadi tersangka KPK dan karena SBY menggelar penandatanganan fakta integritas, maka selepas menjadi tersangka, AU pun harus mengundurkan diri dari kursi Ketum partai. Kritik terhadap KPK (misalnya soal Sprindik dst) dan jawaban di muka persidangan menjadi tidak berguna, dan AU digelandang dan tidak bisa berbuat banyak dalam pencalegan PD sedangkan karir politiknya terhenti, untuk sementara.
Beberapa bulan kemudian yaitu belakangan ini, Bareskrim Polri menjadikan salah seorang komisioner KPK (bukan KPK itu sendiri) yakni Bambang Widjojanto (BW) sebagai tersangka, lalu memutuskan mundur dari posisinya di KPK. Hal ini ditanggapi anggota Komisi III DPR Yayat Biaro (YB) dengan menyebut BW telah menunjukkan teladan ketaatan terhadap hukum dan perundang-undangan. "Norma dalam UU KPK memang mengharuskan dia non aktif," tulisnya dalam akun twitter.
Akan tetapi YB juga berkomentar bahwa belakangan ini muncul kesan bahwa BW seperti terus-terusan membangun persepsi bahwa kasusnya 'diada-adakan' atau mencari-cari kesalahan. Dengan kata lain dalam pandangan YB, persepsi yang dibangun BW itu adalah ada motif lain dalam mentersangkakan dirinya, yang tidak ada sangkut pautnya dengan kepastian dan keadilan hukum dalam kasus Pilkada Kotawaringin.
"Perhatikan baik-baik, teliti dengan seksama apa yang jadi keluhan BW. Dia memprotes karena penegakkan hukum harus mengejar kepastian hukum dan keadilan," jelas YB dalam akun twitter @yayatbiaro. Jika dicermati, dari perkataan BW yang adalah advokat dan aktivis terpancar semangat perlawanan atas status tersangka yang disandangnya sebagai sesuatu yang tidak adil. Inilah yang ditafsir YB bahwa adanya motif lain lebih dominan dalam kasus kesaksian palsu di persidangan sengketa Pilkada Kotawaringin yang menyeret BW menjadi tersangka.
YB selanjutnya menulis, "Diam-diam seratus persen kita setuju dengan bangunan persepsi yang dikonstruksikan BW itu. Penegak hukum hanya tegakkan kepastian hukum & keadilan!". Artinya ketimbang terkatung-katung, ragu-ragu, dan tidak jelas, yang membuat hukum dan lembaga hukum dianggap tidak tegas, penegak hukum malah terkesan cepat-cepat mentersangkakan BW. Demi kepastian hukum.
Namun jika mengilas balik, ungkap YB, konstruksi persepsi yang dibangun BW sekarang sebetulnya tak jauh berbeda dengan ketika mantan Ketua Umum PD, AU, ditetapkan sebagai tersangka kasus proyek Hambalang dan lain-lain. "Pada saat Anas kau jadikan TSK dengan sprindik yang ada tambahan kata-kata aneh, 'dan kasus-kasus lainnya', Kami berdiri persis seperti bangunan persepsimu" tegas YB. Maksudnya ketika AU ditersangkakan, pihak AU termasuk YB di dalamnya, juga berpersepsi sebagaimana persepsi BW sekarang.
Dengan nada kesal, YB pun menulis kultwit lanjutan, "Bahkan sekedar protes kami (baca: pihak AU) atas ketidakadilan proses peradilan saja, kau (BW) dengan jumawa bilang itu sebagai obstruction of justice! Gagah betul kau!". YB menghitung, sudah dua tahun persepsi yang sama dibangun lagi oleh BW selama dua hari ini dengan terus menyuarakan bahwa penegak hukum tidak boleh bias kepentingan.
"Kami tahu persis, kau berada pada keyakinan yang lain saat kau jadi penegak hukum, tapi persepsi kau juga bisa berubah cepat begitu jadi TSK," sindir Yayat lagi dalam twitternya. Menurut YB, tidak akan ada sprindik aneh AU seandainya persepsi yang dibangun BW selama dua hari ini jadi keyakinan yang hidup dalam hati dan perjuangannya. "Tapi jangan khawatir mas BW, kami sudah mulai terbiasa kok dengan pranata hukum yang hanya sekedar dijadikan alat pertarungan kekuasaan!" imbuhnya.
"Slamat berjuang, dan doa kami selalu bersama orang-orang yang sedang perjuangkan hak-hak & kepentinganya yang dicampakkan oleh kekuasaan hukum yg angkuh!" pungkas YB.
Catatan saya:
1. BW merupakan bagian dari KPK tetapi bukan KPK itu sendiri.
2. Para pekerja KPK tidak bebas dari hukum.
3. Ketika BW ditersangkakan Bareskrim Polri muncul anggapan bahwa tindakan ini balas dendam atau negosiasi Polri pasca KPK mentersangkakan Budi Gunawan (BG). Padahal anggapan serupa bisa diberlakukan terhadap KPK, bahwa KPK juga cari-cari kesalahan orang dan dijadikan alat penebas karir orang dalam arena politik.
4. Sebagai pihak yang berwenang dalam menegakkan hukum, KPK dan Polri maupun lembaga pengadilan lainnya harus wise (bijaksana) dalam menggunakan kewenangannya.
5. Anggap saja semua tindakan KPK adalah sengaja. Karena itu saya yakin bahwa tindakan KPK adalah politis. Maksudnya, para penyelenggara negara itu banyak dan bisa jadi banyak juga yang bermasalah, tetapi soal siapa yang dijerat KPK, itu adalah keputusan KPK dan ada pertimbangan-pertimbangannya (mungkin juga pertimbangan politis). Misalnya kenapa kasus BLBI dan Bank Century (padahal uang yang dikorupnya menggunung) belum ditindak dan malah menindak yang lain.
6. Sebaiknya publik tidak terbelah dalam sikap pro-kontra berkenaan kisruh penegakkan hukum oleh KPK vis a vis POLRI. Melainkan dua lembaga penegak hukum ini (KPK dan POLRI) harus sama-sama diluruskan bahwa para pekerjanya bukan saja tidaklah terbebas dari hukum, melainkan dua-duanya harus wise (bijaksana) dalam menggunakan kewenangannya masing-masing.
6. Maunya saya tidak mendiskreditkan para pekerja di KPK. Tetapi saya juga mendambakan KPK yang sukses mengembalikan uang terbesar yang dikorup, untuk membangun negeri ini.
7. Semoga pandangan tersebut bukan kekerdilan pemikiran saya. Kendati saya berkecenderungan kepada AU dan YB. Maaf.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H