Gagasan kecil sebagai bagian dari refleksi dalam melihat penilaian pembelajaran.
Evaluasi dalam pendidikan merupakan bagian dari mempertahankan dan meningkatkan mutu pendidikan anak-anak bangsa. Pada lingkungan persekolah saat ini Evaluasi/Penilaian dikenal dengan istilah Asesment, Â dimana dalam Kurma (Kurikulum Merdeka) terdapat 3 asesment yakni Asesment Awal Pembelajaran atau dalam dunia Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan dikenal dengan Asesment Diagnostik, kedua Asesment Formatif, ketiga Asesment Sumatif.
Kajian teori yang lain mengatakan Assesment for Learning (AfL), Assesment as Learning, Assesment of Learning (AoL) secara sederhana AfL dan AaL dilaksanakan saat pembelajaran berlangsung dan AoL dilaksanakan setelah pembelajaran. Kurma yang menjalankan Ubd (Understanding by Design) diharapkan tenaga pendidik lebih siap dalam menyiapkan perencanaan pembelajaran yang menjawab materi-materi esensial pada khususnya maupun materi pokok pada umumnya.
Berdasarkan UbD maka perencanaan pembelajaran dalam hal ini, asesment berada di awal pembelajaran sebelum pembelajaran di jalankan di kelas, hal ini merupakan hasil refleksi bahwa selama ini asesment yang didesain di akhir pembelajaran belum mampu menjawab kompetensi secara holistik sebagaimana yang telah dituangkan dalam Capaian Pembelajaran.
Pendidik terkadang terpaku dengan asesment yang dibuat atau sudah disedikan di internet, Â walaupan masih dilakukan modifikasi karakteristik soal dari level ringan-ringan bahkan sampai berat. Hal tersebut kurang memberikan ruang bagi peserta didik untuk menampilkan potensinya, dalam hal ini asesment yang disusun tidaklah memperhatikan keistimewaan diferensiasi dan tingkatan fase dari peserta didik atau subjek ajar dengan tepat dan berimbang.
Asesment dilakukan secara subjektif dan objektif.
 Perihal asesment objektif membantu dalam efisiensi pendidik dalam melakukan koreksi soal karena kita ketahui 1 soal dibuat 15 menit dijawab kurang dari satu menit dan dikoreksi seperdekian detik hal ini cocok bagi rombel yang banyak. kita temukan dalam soal-soal pilihan ganda  terkadang melupakan variasi-variasi  dari soal objektif pilihan ganda, soal-soal cenderung monoton terkadang juga diluar nalar berpikir dan tidak sesuai dengan apa yang dibelajarkan.
penerapan soal esai yang berbobot secara tidak langsung memberikan keterampilan menulis bagi subjek ajar. Hal ini juga memampukan  pendidik  mengetahui kemampuan proses berpikir (perkembangan sosio-kognitif) peserta didik dalam memahami kompetensi yang diujikan dalam menyelesaikan masalah yang tercermin dalam keterampilan berpikir tinggi maupun filosofi pembelajaran konstruktivisme dan humanistik. namun soal esai memakan waktu lama dalam mengkoreksi karena penetuan bobot yang dikatakan berimbang hanya bisa dilakukan oleh penyusun soal yang mengerti dengan baik karakteristik soal, pengkoreksi selain pembuat soal pastinya akan menilai sesuai dengan kata kunci yang ada pada soal esai, kurang fleksibel dalam hal penilaian.
Hemat penulis soal objektif maupun subjektif mempunyai keunggulan dan kelemahan. Namun terkadang terjadi pelabelan pada peserta didik dari hasil assesment tersebut secara tidak berimbang, padahal dalam kegiatan tersebut hanya berlangsung asesment objektif saja mendapat nilai tinggi tapi nyatanya subjek ajar tidak mampu menujukkan kompetensi dalam berproses sebagaimana diujikan dalam soal subjektif/esai yang memerlukan penalaran kritis, ditakutkan banyak benar karena hanya asal memilih bukan paham dengan kompetensi yang diuji.
Soal-soal objektif dan subjekif lebih tepat digunakan bersamaan dalam proses pengerjaan tugas dan kiranya bobot soal esai lebih besar dari soal subjektif,itu yang pertama.Â
Kedua asesment formatif dalam artian AfL dan AaL lebih diutamakan nilainya dari pada sekedar nilai Asesment Sumatif. sebagaimana budaya konstruktivisme mengutamakan proses.
Ketiga jika memperhitungkan efisiensi maka disarankan menggunakan asesment objektif plus (O+)dalam artian peserta didik wajib mengumpulkan alur pikir bagaimana peserta didik mampu menjawab soal -soal asesment objektif tersebut misalanya dalam matematika, fisika, kimia ada kertas cakar ataupun dalam ilmu sosial peserta didik mampu menuangkan ide atau gagasan dalam mindmaping sehingga pendidik dapat mengetahui bagaimana alur pikir apakah sudah memenuhi ketercapaian tujuan pembelajaran atau belum.Â
Keempat, kedua asesment subjektif maupun objektif masih dibutuhkan hingga saat ini dan saling berhubungan satu sama lain seperti uang logam yang memiliki 2 sisi, tanpa satu sisi uang logam tidak mempunyai value. pendidik hendaknya membuka kesempatan asesment tidak hanya secara klasikal tetapi melihat juga diferensiasi peserta didik, ada yang senang berbicara dan bernyanyi, ada yang senang bergerak bermain ataupun ada yang sedang mendengarkan cerita, dan masih banyak lagi keistimewaan peserta didik hendaknya asesment tidak memberatkan dan selalu nyaman dalam mengerjakannya. peserta didik kurang dikelas tetapi dalam kesempatan lain misalnya P5 (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) mampu menujukkan kemampuan yang luar biasa, kiranya perlu diasesment secara berimbang. memang berat tapi mulailah dulu.
salam dan bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H