Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran kondisi sosial budaya secara umum dan meninventarisasi local genius atau kebudayaan etnisitas Belu mengenai asal usul nenek moyang masyarakat Belu, bahasa daerah, serta hubungan etnisitas dan aliran kepercayaan atau agama yang berkembang di tengah masyarakat etnisitas Belu. Penelitian ini bersifat deskriprif kualitatif yakni peneliti memperoleh informasi melalui kajian kepustakaan literature -- literature penelitian mengenai etnisitas masyarakat Belu maupun kajian etnisitas secara umum dalam bentuk jurnal maupun buku -- buku bacaan lainnya, serta proses pengamatan pola tingkah laku masyarakat dari suku -- suku pribumi masyarakat Belu dalam proses interaksi sosial sehari -- hari di Kota Atambua. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pendapat mengenai asal mula nenek moyang etnisitas Belu, yakni pendapat penelitian yang menyatakan nenek moyang Belu berasal dari Malaka, dan pendapat Mako'an yang menyatakan bahwa  nenek moyang etnisitas Belu merupakan keturunann Laka Loro Kmesak dan Manuaman Lakaan Na'in. Perkembangan etnisitas Belu hingga saat ini dikenal 4 suku pribumi di wilayah Kabupaten Belu yakni Suku Tetum, Bunaq, Kemak, dan Dawan yang menunjukkan iklim masyrakat multikulturalis, hidup berdampingan satu sama lain. Kekhasan etnisitas Belu yakni hubungan bahasa yang digunakan suku -- suku pribumi Belu, mempunyai bahasa yang sama dengan bahasa pribumi wilayah perbatsan Timor -- Timur. Etnisitas Belu berjalan seiringan perkembangan agama dan terjadi proses inkultrasi budaya keagamaan dengan kehidupan mayoritas penduduk etnisitas pribumi Belu seperi nyanyian inkulturasi pada Misa Senja Buku Nyanyian Madah Bakti.
Key Word: Etnisitas Belu, Suku, Sosial Budaya
PENDAHULUANÂ
Kondisi sosial budaya yang cenderung dinamis menimbulkan gejala pasang surut ketahanan nasional suatu bangsa, dalam ketahanan nasional Indonesia, pokok -- pokok pilar kebudayaan daerah yang dikenal dengan local genius[1] apabila di jaga dan dirawat dengan seksama akan menimbulkan iklim ketahanan sosial budaya yang tangguh.
 Wujud ketahanan sosial budaya tercermin dalam kondisi kehidupan sosial budaya bangsa yang dijiwai kepribadian nasional berlandarkan Pancasila. Kebudayaan suku -- suku yang mendiami wilayah nusantara saat ini telah lama saling berkomunikasi dan berinteraksi dalam kesetaraan. Dalam kehidupan bernegara saat ini, dapat dikatakan bahwa kebudayaan daerah merupakan kerangka dari kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia. Dengan demikian, perkembangan kehidupan sosial budaya tidak akan terlepas dari perkembangan sosial budaya daerah (Lemhanas;2017:138).
"Indonesia yang dihuni oleh berbagai suku bangsa memiliki satu bagian wilayah yang masih melestarikan budaya tradisional, yaitu Kabupaten Belu yang beribukota di Atambua, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Belu memiliki wilayah seluas 1284.94 km2 (mencakup 12 kecamatan, 12 kelurahan dan 69 desa),2 dan berpenduduk 197.002 jiwa (Kabupaten Belu Dalam Angka 2014)", Â (Retnowati, 2017:176)
Retnowati (2017) dalam kajiannya di wilayah Kabupaten Belu mengemukakan bahwa walaupun budaya tradisional Belu telah mendapatkan perlindungan dari pemerintah (Perda 5 Tahun 2009), bukan berarti tidak ada tantangan. Selanjutnya Retnowati mengaitkannya dengan Tantangan budaya tradisional adalah budaya global yang memiliki ciri-ciri yang cenderung konsumtif, terasing dari dirinya sendiri, dan hedonisegosentrik (Franz Magnis Suseno, 2008: 16-22). Hal itu berbeda dengan budaya tradisional yang unsur-unsurnya berdasarkan pada pandangan dunia yang hampir selalu ditentukan oleh agama (Franz Magnis-Suseno, 1995:247), dan cenderung memiliki rasa kebersamaan yang tinggi. Oleh karena itu, apabila dua budaya tersebut dihadaphadapkan maka akan terjadi ketegangan di antara keduanya.
Â
Melihat fakta ini, muncul pertanyaan bagaimana cara meningkatkan ketahanan sosial budaya etnisitas Belu di tengah pengaruh budaya global? Untuk itu hasil penelitian ini sebagai kajian teoritis yang memberikan konsep -- konsep local genius Etnisita Belu yang dapat dipelajari sebagai bagian dalam proses meningkatkan ketahanan sosial budaya di Kabupaten Belu.
Â
PEMBAHASAN