Mohon tunggu...
Patricio
Patricio Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat

pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandangan Umum Mengenai Asal Usul, Bahasa Daerah dan Hubungan Keagamaan Dari Suku-Suku Pribumi Belu

14 Mei 2022   20:25 Diperbarui: 14 Mei 2022   20:46 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Menurut Asmore (2001) etnisitas bersifat relational dan situasional di mana karakter etnis terlibat di dalamnya, kata etnis pada dasarnya merupakan kategori sosial atau identifikasi sosial. Kata etnisitas berarti ciri-ciri yang dimiliki suatu kelompok masyarakat, terutama ciri-cirinya yang terkait dengan ciri-ciri sosiologis atau antropologis, misalnya ciri-ciri yang tercemin pada adat istiadat yang dilakoninya, agama yang dianutnya, bahasa yang digunakan, dan asal usul nenek moyangnya sebagaimana dikatakan Berlin Sibarani.

 Kabupaten Belu, Kata "Belu" bermakana Persahabatan seperti yang dikemukankan oleh para Makoan[2], Dalam kehidupan sehari -- hari istilah "Belu" di dekatkan dengan bahasa Melayu Kupang yakni terdiri dari 2 kata BE (Saya) dan LU (Kamu), hubungan antara kata BE -- LU mengisyaratkan suatu interaksi sosial yang diartikan sebagai persahabatan.

 Ada 2 versi sejarah mengenai asal usul orang Belu yakni kajian penelitian dan cerita rakyat asal usul orang Belu yang disampaikan para Mako'an. Menurut penuturan Makoan mengenai Cerita Gunung Lakaan[3] seperti yang disampaikan bahwa pada mulanya Pulau Timor masih digenangi air, kecuali puncak gunung yang memancarkan cahaya sendiri (Laka An), menurut kepercayaan dipuncak gunung itu turun Putri Dewata bernama Laka Loro Kmesak[4] yang terkenal cantik dan sakti, karena kesaktiannya Ia dapat melahirkan anak dengan suami yang tidak pernah dikenal orang. 

 Para Mako'an Belu menyampikan Suami / Leluhur Laki -- laki kelak di kenal dengan sebutan Manu Aman Lakaan Na'in[5]. Kemudian Laka Lorok Kmesak berturut -- turut melahirkan dua orang puta putrid, yang bernama Atok Lakaan, Taek Lakaan dan Elok Loa Lorok, Balok Loa Lorok, setelah dewasa mereka dikawinkan ibunya karena dipunvak gunung tidak ada keluarga lain. Pasangan tersebuta ialah Atok Lakaan dan Elok Loa Lorok serta Taek Lakaan dan Balok Loa Lorok, yang kelak memenuhi Tanah Belu, Timor, Dawan, Rote, Sabu, Larantuka/Lamaholot. 

 Berdasarkan hasil penelitian[6] asal usul penduduk Belu pada mulnya di didiami Suku Melus (sudah punah) yang dikenal dengan sebutan Emafatuk Oan Ema Ai Oan (manusia penghuni batu dan kayu), orang melus berpostur kuat, kekar, dan pendek. Tahap perkembangan berikut terjadi migrasi cikal bakal penduduk Belu Etnis Belu dari asalnya yakni Sina Mutin Malaka, yang berlayar ke Timor melalui Larantuka, berdarkan beberapa tuturan Makoan Fatuaruin[7], Makoan Dirma[8], dan Makoan Malaka[9]sama -- sama menyebutkan tiga orang bersaudara yang berasal dari Malaka dan menetap di Belu hingga sekarang. Ada juga kerajaan Fialaran di Belu bagian Utara yang dipimpin Dasi Mau Bauk dengan kaki tangannya seperti Loro Bauho, Lakekun, Naitimu, Asumanu, Lasiolat dan Lidak.

Etnisitas Belu terdiri dari 4 Suku Besar Pribumi yang mendiami wilayah Belu antara lain Suku Tetum (terbesar), Suku Bunaq (Marae dalam Bahasa Tetum), Suku Kemak, dan Suku Dawan R. Keempat Suku Pribumi Belu tersebut mempunyai keunikan -- keunikan dalam bahasa daerahnya karena memiliki empat bahasa daerah sekaligus sehingga di Kota Atambua terkenal dengan multibahasa, bahasa daerah yang paling banyak digunakan ialah Bahasa Tetum (Lian Tetum), dialeknya terdiri atas Tetun Utara, Tetun Selatan, dan Tetun Timur[10], serta Tetun Praca, secara garis besar yang  dituturkan di kota Atambua maupun kabupaten Belu ialah bahasa Tetun Tetun Terik (dialaek Tetun Utara) yang berkembang di Lahurus, Tasifeto, kemudian Tetun Praca oleh Pengungsi Timor -- Timur, dan Tetun Fehan oleh penduduk Malaka yang menetap di  Kabupaten Belu. Bahasa Tetun lebih erat hubungannya dengan bahasa Melayu[11]. Bahasa Bunaq erat dengan  bahasa Pasifik dan masuk rumpun bahasa Trans New Guinea yang identik dengan bahasa Alor dan Papua -- Kepala Burung[12].

 Jika melihat jumlah penutur, bahasa Kemak bermukim di desa Umaklaran dan desa Sadi[13], di kota Atambua dijumpai diwilayah Tenubot dan Kuneru. Bahasa Dawan R dituturkan penduduk perbatasan wilayah Kab.  Belu dan TTS yakni Manlea, Biudukfoho[14].

 Mayoritas penduduk Belu sama halnya dengan mayoritas penduduk TTU dan Timor -- Timur menganut agama Katolik karena merupakan bekas jajahan Portugis dan bagian dari Misi Serikat Jesuit dan Seriat Sabda Allah di Timor Barat. Hal ini dilihat dari proses inkulturasi Belu yang kental dalam Gereja Katolik seperti Lagu Inkulturasi Misa Senja gaya Timor (Tetum) yang diterbitkan dalam buku Madah Bakti maupun tarian kreasi dalam mengiringi persembahan ataupun perarakan Patung Bunda Maria. Suku Matabesi di Atambua Barat masih memeluk kepercayaan Aninisme[15].

 

KESIMPULAN

 Perkembangan kehidupan sosial budaya daerah merupakan dasar dari kehidupan sosial budaya nasional. Kebudayaan asli daerah yang tidak terjamah budaya asing, dalam hal ini Local Genius perlu diperkenalkan kepada generasi ke generasi sebagai literasi kebudayaan daerah dalam memperkuat ketahanan sosial budaya yang tangguh. Kabupaten Belu yang merupakan kabupaten perbatasan yang rawan akan terpapar budaya asing perlu di berikaann literasi -- literasi mengenai kebudayaan daerah Belu yakni Etnisitas Belu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun