Mohon tunggu...
Muhammad Dwi Adriansyah
Muhammad Dwi Adriansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa UPS Tegal

Seorang Manusia Biasa yang ingin berkarya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bayangmu

22 Mei 2018   21:39 Diperbarui: 22 Mei 2018   21:51 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Telah dua tahun kau pergi meninggalkanku setelah kurang lebih satu tahun kita menikah. Masih teringat dengan jelas memori-memori yang telah kita buat bersama. Aku masih ingat bagaimana dulu ekspresi dirimu yang begitu terkejut ketika pertama kali aku melamar dirimu di depan para sahabat dekatmu. Hari itu, kuingat kau memakai gaun warna biru laut kesukaanmu lengkap dengan kalung emas yang waktu itu aku berikan kepadamu saat hari ulang tahunmu yang ke-22. Kau bersama dengan kedua sahabatmu yang bernama Teressa dan Claire pergi ke tempat yang telah aku tentukan sebelumnya bersama dengan kedua sahabatmu itu. Aku sengaja tidak memberitahu kepadamu agar rencanaku untuk melamarmu menjadi sebuah kejutan terindah untukmu.

            Aku juga masih ingat ketika kita pergi bulan madu ke sebuah pantai di Bali setelah dua hari acara pernikahan kita. Waktu itu kau begitu cantik dan sangat cocok denganku yang menawan ini. Aku mengeluarkan handycam punyaku untuk merekam seluruh kebersamaan kita di pantai itu. Kau sangat malu ketika aku mulai merekam dirimu sehingga kau menutupi mukamu dengan tanganmu yang lembut sembari kau tertawa kecil. Aku kemudian membelai rambut hitammu dengan manja saat kau merebahkan kepalamu di pangkuanku. Saat itu kau berkata kepadaku bahwa aku adalah hal terindah yang pernah kau miliki. Aku lalu membalas ucapanmu itu dengan ciuman hangat di keningmu.

            Hari demi hari sangat aku nikmati bersamamu. Kita semakin hari semakin mesra dan semakin pula aku menyayangimu sebagai istriku. Tak akan ada yang mampu menyakiti perasaanmu selama aku masih menjadi suamimu. Aku akan terus melindungimu dan menjagamu dimanapun kau berada.

            "Mas, aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu" kata Jean kepadaku yang waktu itu sedang bersantai di sofa.

            "Iya, kamu mau bilang apa sayang? Sini duduklah di sampingku" jawabku.

            Jean lalu berjalan menuju sofa dan duduk di sebelahku. "Ada yang ingin aku katakan kepadamu. Ini berhubungan dengan keluarga kecil kita"

            "Ada apa Jean? Sepertinya dari raut mukamu ini adalah topik yang serius. Katakanlah saja yang sejujurnya"

            "Aku....."

            "Iya kamu kenapa sayang?" aku mulai khawatir.

            "Aku hamil mas. Kita akan mempunyai seorang anak sebentar lagi!!" seru Jean penuh gembira.

            Aku yang saat itu sedang meminum teh hangat langsung sedikit tersedak karena perasaanku yang kaget bercampur dengan perasaan gembira. Seolah mengerti pikiranku yang masih tidak dapat membedakan antara kenyataan dengan ekspetasi, Jean menunjukkan hasil testpack miliknya yang memang menandakan bahwa dia positif hamil kepadaku. Aku lalu memeluk Jean dan dia kembali memelukku. Perasaan yang tidak dapat aku ungkapkan karena terlalu senangnya diriku akan kehadiran sang buah hati hanya dapat aku sampaikan lewat ucapan terima kasih kepada Tuhan karena telah memberikan kami seorang buah hati.

            Namun semenjak kepergianmu, hidupku terasa hampa. Saat terakhirku denganmu, kau pernah bilang kepadaku untuk mencari penggantimu bilamana kau telah tiada. Ingin aku mencari penggantimu. Ingin aku untuk merasakan kembali adanya seseorang yang dapat menemani hidupku. Namun, aku tak bisa. Aku tak akan pernah bisa menggantikan dirimu karena setiap kali aku kembali merasakan cinta, bayangmu selalu hadir kembali di dalam pikiranku

            Waktu itu, tepatnya pada tanggal 14 Juli 2015 merupakan acara reunian teman-teman kuliah kita waktu dulu. Saat itu, aku terbakar api cemburu ketika aku melihat dirimu bersama laki-laki lain yang tak lain adalah mantanmu saat dulu kau masih kuliah. Awalnya aku merasa biasa-biasa saja ketika kau bersama dengannya. Namun, hatiku sangat sakit ketika lelaki itu memberikanmu seikat bunga tulip merah kesukaanmu dan mencium tanganmu. Tanpa pikir panjang aku langsung menarikmu dan membawamu pulang ke rumah.

            "Jean!! Apa yang kamu lakukan tadi bersama dengan Nathan?!" tanyaku dengan nada tinggi setibanya kami di rumah.

            "Mas, tunggu dulu. Dengarkan penjelasanku. Tadi apa yang kamu lihat bukanlah apa yang ada di pikiranmu saat ini. Jadi aku mohon, tenangkan pikiranmu dulu mas" jawab Jean yang saat itu ketakutan melihat perilakuku.

            "Lalu apa?! Hah?! Aku tadi melihat dengan kepala mataku sendiri dia memberikan seikat bunga kesukaaanmu dan mencium tanganmu. Itu adalah bukti yang cukup untuk menjelaskan perasaan Nathan terhadapmu"

            "Mas! Apa yang kamu pikirkan itu salah. Itu semua bukanlah suatu kenyataan yang terjadi. Biarkanlah aku untuk menjelaskannya"

            " Tak usah kau jelaskan apapun lagi terhadapku. Sekarang, kamu hanya perlu duduk manis disini dan jangan pergi kemana-mana. Biarkan aku selesaikan urusanku!" kataku kepada Jean sembari mengambil pistol peninggalan ayahku dan pergi meninggalkannya sendirian di rumah.

            Aku kemudian kembali ke acara reunian yang terletak di daerah Senayan. Aku berjalan penuh dengan api yang berkobar begitu besar di dalam dadaku untuk mencari Nathan. Tak perlu waktu lama aku mencari batang hidungnya karena begitu aku melangkahkan kakiku sedikit dari pintu gedung tempat acara reunian, aku telah bisa menemukan Nathan sedang duduk sembari memegang jus jambu di tangan kanannya. Aku lalu menghampiri Nathan dan kulihat dia berdiri ketika aku datang menghampirinya.

            "Hei, James. Bagaimana kabarmu selama ini?" sambutnya penuh hangat dengan kedua tangannya yang siap untuk memelukku.

            Aku kemudian mengeluarkan pistolku dan langsung menembakkan pistolku tepat di dada Nathan. Tubuh Nathan kemudian jatuh kebelakang mengenai tempat duduk yang berada di belakangnya. Suara tembakan yang dikeluarkan oleh pistolku membuat seluruh isi ruangan panik dan berlari menjauhiku. Aku membuang pistolku dan bergegas untuk lari mengikuti arah kerumunan untuk membaur dengan keadaan. Untung saja saat melakukan aksiku, aku menggunakan sarung tangan kulitku dan aku rasa tidak ada yang melihat wajahku. Jadi aku masih bisa kabur dari tempat kejadian dengan mudah.

            Sesampainya aku di rumah, aku bergegas menemui Jean. Aku memanggil namanya berkali-kali, namun tak ada respon apapun. Aku kemudian berjalan menuju kamarku dan Jean yang berada di lantai dua. Ketika aku hendak membuka pintu, ternyata pintu kamarku terkuci dari dalam.

            "Jean. Kamu di dalam? Tolong buka pintunya, aku ingin berbicara sama kamu" kataku sembari mengetuk pintu kamar. Namun, aku tidak mendengar suara Jean sama sekali.

            Aku kemudian mulai khawatir akan keadaan Jean di dalam. Dengan seluruh kekuatanku, kudobrak pintunya agar bisa terbuka. Pintu kamarku akhirnya dapat terbuka setelah dua kali usahaku untuk mendobrak pintu. Aku tidak bisa percaya ketika aku melihat tubuh Jean tergantung di langit-langit kamar setelah pintu berhasil terbuka. Aku langsung berlari menuju tubuh Jean yang sudah terbujur kaku. Aku tak dapat menahan air mataku yang mulai membasahi kedua mataku.

            "Jean!!! Apa yang telah kamu lakukan?! Kenapa kamu melakukan semua ini?!" teriakku sembari menangisi kepergian Jean. Mataku kemudian melihat selembar kertas yang dilipat dan diletakkan di atas timpat tidur. Aku mengusap air mataku dan mengambil kertas itu. Aku meletakkan tubuh Jean di atas pangkuanku. Aku lalu membuka kertas itu dan mulai membacanya.

            James, bila kamu telah membuka surat ini berarti aku telah pergi meninggalkanmu untuk selama-lamanya. Aku lakukan ini bukan karena aku tidak mencintaimu lagi, tetapi aku terpaksa melakukan ini karena aku tidak akan bisa hidup sendirian apabila nanti kamu tertangakap oleh polisi. Karena cepat atau lambat polisi akan menemukanmu dan menahanmu di penjara. 

Aku hanya dapat mengatakan bahwa aku sangat mencintaimu dan begitu pula sebaliknya. Dari surat ini biarkanlah aku untuk menjelaskan semuanya agar menjadi lebih jelas walaupun telah terlambat. Nathan tidak akan pernah bisa berada di hatiku lagi, mas. Karena sekarang aku telah memilikimu sebagai suamiku. Waktu di acara reunian tadi memang Nathan memberikan seikat bunga kepadaku dan mencium tanganku karena dia ingin mengucapakan selamat atas pernikahan kita dan kehamilanku. Dia bilang bahwa kamu adalah orang yang paling tepat untuk memilikiku daripada dia. 

            Aku hanya dapat berpesan kepadamu. Carilah penggantiku untuk menemani hari-harimu di dunia ini. Selamat tinggal, James.

            Aku sangat menyesal atas perbuatanku saat itu. Kini aku hanya bisa terduduk dengan penuh sesal di dalam sel penjara setelah aku menyerahkan diriku ke polisi atas kasus pembunuhan. Aku tidak akan pernah bisa memaafkan diriku sendiri atas apa yang telah aku perbuat waktu itu. Aku merasa gagal untuk menjagamu untuk terus berada di sisiku. Aku kini hanya bisa merenung dan merenung. Menunggu hingga sisa hidupku berakhir dalam kegelapan dunia bersama dengan sisa-sisa bayangmu di relung jiwaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun