Sejak awal gembar gembor pendataan e-KTP hingga detik ini, kartu itu belum juga mengisi deretan kartu di dompet saya.
Padahal sudah dua kali saya melakukan rekam data dan tidak gratis pula.
Pertama, saya melakukannya di perumahan tempat tinggal saya dimana pihak kecamatan masuk ke komplek perumahan tempat tinggal saya. Alasannya untuk membantu warga yang tidak punya banyak waktu untuk mengurus e-KTP sehingga kami tidak perlu berjalan jauh ke kantor kelurahan/kecamatan setempat.
Per kepala kami diwajibkan untuk membayar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) dengan membawa salinan KK.
Prosesnya lumayan cepat hanya sekitar 10 menitan saja.
Sekitar 11 bulan kemudian, banyak warga yang mulai bertanya-tanya tentang hasilnya mengingat di beberapa wilayah lainnya sudah mulai jadi. Ada yang hanya 3 bulanan saja. Sungguh berbeda dengan wilayah tempat tinggal kami. Padahal jika dilihat dari waktu pendataan kami lebih dahulu melakukannya.
Pertanyaan bergulir namun tak ada jawaban yang pasti dari pihak RT setempat.
Lebih dari setahun kemudian, kami diinformasikan untuk melakukan rekaman ulang yang bertempat di kantor kelurahan.
Khawatir terjebak dalam antrian, saya datang pagi-pagi sekali mengingat siangnya ada pekerjaan yang harus saya selesaikan.
ternyata saya bukan orang pertama yang tiba di halaman kelurahan padahal waktu masih menunjukkan pukul 6 pagi.
Hingga pukul 7 pagi belum juga ada tanda-tanda kehadiran petugas kelurahan. Pun tak ada tanda-tanda akan ada acara rekaman ulang e-KTP di tempat itu.
Mengetahui hal itu, sejumlah warga mulai geram. Ketika pukul 8 lebih sedikit barulah ada petugas yang muncul di lokasi. Sungguh mengejutkan sekaligus menggeramkan ketika mendapat info dari petugas kelurahan tersebut bahwa hari itu tidak ada jadwal kegiatan apapun di kelurahan.
Dalam terik mentari pagi yang cukup menyelekit kulit, kucoba menerobos masuk ke ruang bagian pelayanan umum namun jawaban mengecewakan yang kuterima. Bahkan mereka mengatakan bahwa itu adalah acaranya kecamatan.
What???
Jadi, intinya kami menungu hampir jam 11 baru mulai dipersilahkan masuk ke ruangan aula yang kotor dan berdebu. Tak nampak satupun peralatan yang berhubungan dengan pendataan di sana. Kehadiran warga makin membludak sehingga tak ada lagi antri-antrian.
Karena mendapat posisi agak depan, kudengar percakapan petugas kelurahan dengan seseorang diujung telepon yang sepertinya aparat di kecamatan. Info yang sempat tertangkap pendengaranku adalah bahwa CPU komputer diambil di kecamatan dan petugas pendataan dan perekaman masih di rumah untuk segera ke kelurahan.
Hadeuuh....
Sementara ruangan makin terasa sumpek oleh antrian dari beragam orang.
Proses yang sangat laaama... dan laaambat...
Sehingga aku baru meninggalkan tempat itu baru sekitar pukul 2 siang lebih.
Wal hasil,... hingga detik ini... tak ada kabar sama sekali tentang hasil e-ktp yang sudah dua kali rekaman tersebut.
Pertanyaannya, 5W+1H?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H