Mohon tunggu...
M.D. Atmaja
M.D. Atmaja Mohon Tunggu... lainnya -

Teguh untuk terus menabur dan menuai. Petani.\r\n\r\neMail: md.atmaja@yahoo.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penyair Berlidah Setan

6 Desember 2013   19:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:14 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kalau ada yang sampai merusak pager ayu itu, memperkosa, berarti dia bukan penyair?”

“Bagiku? Belum! Tidak layak menjadi penyair, meski puisinya sebagus lembayung senja, atau pemilihan kata-katanya semanis gula. Dia tidak layak, dia Cuma sebatas manusia dengan lidah setan yang menggunakan kata-katanya sebagai racun untuk orang lain.”

“Ya kali ini, aku sependat dengamu, Ja!”

“Memangnya ada apa, Dhi?”

Dhimas Gathuk tersenyum lucu, dia melemparkan kertas koran ke arahku. “Ada penyair yang memperkosa mahasiswi.” Dhimas Gathuk menegakkan punggungnya, “Memperkosa, cobak kamu pikir, Ja, Mem-Per-Ko-Sa. Namanya Perkosa itu memaksa, Ja. Ah, aneh-aneh saja.”

 Aku terpaksa menggaruk kepala. Berita itu aku baca perlahan-lahan, yang intinya seperti ini: Penyair kondang –memakai istilah kondang, telah memperkosa mahasiswi universitas terkemuka. Mahasiswi ini hamil 7 bulan dan baru berani melapor ketika si penyair dengan inisial SS [baca: Siji Srengenge] menggagahinya sampai hamil tanpa ada pertanggung-jawaban. Menurut dari pengakuan Kuasa Hukum korban, modus pemerkosaan penyair Siji [baca: SS] dilakukan di kamar kos-an saat korban menerima penawaran pemerkosa untuk membantu korban menyelesaikan skripsi.

Langit di barat memerah saat matahari merangkak menuju ke rahim bumi. Aku tidak tahu, penyair ini –penyair kondang, telah berbuat sedemikian nistanya dengan memanfaatkan studi sastra –budaya untuk memperdaya korban. Puisinya yang selama ini berbicara kemanusiaan ternyata tidak mampu mengajari hatinya sendiri untuk lebih menghargani kemanusiaan. Dan ternyata mulut penyair ini tidak lebih seperti mulut sampah koruptor yang berjanji memberantas korupsi sambil diam-diam merampok –bicara kemanusiaan namun menghewankan orang lain.

“Dia bukan penyair sejati, Dhi, dia –manusia SS ini hanya sekedar mengaku-aku Penyair dan sayangnya dia juga ber-Lidah Setan. Semoga Allah membakarnya dengan siksaan yang dua-tiga kali lipat ketimbang pemerkosa yang bukan penyair.”

“Tidak hanya lidahnya, kelaminnya mungkin juga kelamin setan, Ja!”

“Semoga kelaminnya dibakar dengan panas ratusan kali lipat.”

Banjarnegara, 06 Desember 2013

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun