Mohon tunggu...
M.D. Atmaja
M.D. Atmaja Mohon Tunggu... lainnya -

Teguh untuk terus menabur dan menuai. Petani.\r\n\r\neMail: md.atmaja@yahoo.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Lorong Waktu; Melihat Sisi-sisi "Deferensi" Ihsan Brekele

9 Maret 2011   08:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:56 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehidupan itu sungguh kompleks, namun menjadi berasa simple (ringkas) sekali apabila kita melihat garis-garis dalam gambar DEFERENSI yang Ihsan Brekele sajikan. Kehidupan itu, seperti yang terlihat secara sekilas, seperti lorong waktu yang menuju kepada suatu titik yang menjadi akhir bagi perjalanan kehidupan manusia. Akantetapi, setelah kita melihatnya lebih jauh, perjalanan yang tertuang di dalam karya Ihsan Brekele ini bukan secara utuh sebagai perjalanan dunia nyata yang mana dijalani dengan langkah kaki tubuh kita yang hanya dua ini.

Deferensi (baca: Perbedaan) dalam memandang kehidupan memberikan proses pemahaman yang berbeda, memberikan efek yang berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Seseorang yang mau melakukan perjalanan, di dalam lorong waktu kehidupannya, dia harus rela untuk melepaskan keberadaannya untuk tenggelam di dalam ketiadaan yang pada akhirnya memunculkan eksistensi diri yang memiliki makna yang dalam. Perjalanan ini (dalam Deferensi) adalah perjalanan batin yang harus ditempuhi dengan kaki jiwa, dalam perjalanan yang lebih melelahkan dari perjalanan di atas dunia realitas namun musti dilakukan dengan kemauan, semangat, dan harapan yang lebih besar.

Hidup selayaknya ruang-ruang yang memiliki banyak pilihan, begitu kata sang seniman di dalam karyanya. Pilihan-pilihan itu adalah di dalam ruang yang berbeda pada babak yang lain dengan babak lainnya lagi, bahkan di ruang yang jauh berbeda di dalam babak yang sama. Lingkaran adalah babak kehidupan manusia yang pada posisi (di lingkaran) yang sama memiliki perbedaan yang jelas yang akan membawa kita (penikmat) pada pertanyaan: Bagaimana kalau kita (si seniman) berada di tempat yang berbeda? Apakah dia akan mampu berdiri untuk memulai? Atau kah sudah terpuruk sebelum memulai?

Di tempat yang sama dan di dalam satu waktu yang sama, seseorang dapat merasakan perasaan dan pemahaman yang berbeda. Setiap sisi dalam perjalanan pemahaman tersebut memberikan nilai dan nuansa tersendiri, tergantung bukan di tempat yang mana kita berpijak namun lebih kepada bagaimana perasaan kita dalam menghayati peran yang musti kita mainkan di ketika itu. Deferensi membidik dengan simbolismenya, antara lingkaran yang menyiratkan akan jalan hidup yang dalam masyarakat Jawa dianggap sebagai Cakra Manggilingan, roda yang selalu berputar untuk membawa nasib manusia pada perubahan-perubahan yang kadangkala tidak disangka, "Kadangkala berada di atas, sebagai manusia yang beruntung, memiliki kekayaan dan kekuasaan serta terhindarkan dari ketakutan-ketakutan. Kadangkala juga berada di bawah yang dipenuhi dengan penderitaan dan perasaan kurang."

Akantetapi, di dalam perputaran roda itu, perasaan manusia dalam kerelaan dan keikhlasan menerima setiap tempat menentukan bagaimana kondisi tempat tersebut. Apakah itu surga atau neraka. Perbedaan dalam menerima dan merasakan inilah yang menjadi otoritas mutlak manusia dalam menentukan bagaimana dia akan menjalani kehidupannya.

PEREMPUAN, CAHAYA DI DALAM LORONG WAKTU

Tuhan menciptakan manusia untuk menjalani kehidupan ini dengan berpasang-pasangan. Adam ketika berada di Surga meminta pada Tuhan agar diciptakan seseorang yang mendampingi kehidupannya. Akhirnya, Kun, dan jadilah Hawa, kaum perempuan yang diketika ini berhamburan untuk saling mengisi satu sama lain bersama lelaki.

Deferensi di dalamnya mengandung nilai-nilai keperempuanan, yang tergambar dengan jelas. Perempuan sebagai simbol yang mengandung nilai akan kompleksitas dan misteri yang masih terselubung. Dimana seorang perempuan mampu berubah dari belatung yang dalam prosesnya bermetamorfosa menjadi kupu-kupu, sampai akhirnya, dia menjadi seorang "empu". Hakekat dari simbolisme empu ini memberikan makna yang besar di dalam Deferensi, sebab, perempuan di sana mendapatkan perlakuan yang dapat dikatakan tidak wajar. Pada awalnya, perempuan memiliki semangat yang tinggi di dalam menjalani babak-babak kehidupannya yang pertama. Di fase perkembangan selanjutnya, dia diceritakan mengalami kelelahan, baik lahir maupun batin sampai akhirnya tergeletak begitu saja di tempat yang sama di waktu yang berbeda.

Pada penggambaran ini, terjadi adanya penggambaran akan ketakutan dan kegamangan seorang perupa di dalam menempatkan objek visualnya. Perempuan, yang merupakan perwakilan dari simbolisme akan kelembutan dan kekuasaan, serta di dalamnya mengandung misteri yang besar tidak terpahami dengan baik karena didorong oleh kegamangan dan ketakutan (yang mungkin saja berlebih).

Di pihak yang lain, proses pergantian babak kehidupan yang telah termanifestasikan di dalan deferensi dapat diungkapkan dalam sudut pandang lain. Bahwa simbolisme perempuan dapat direduksi sebagai sibolisme seorang empu, yang mana, empu merupakan manusia bijaksana yang menjalani kehidupannya di jalan spiritual yang tinggi. Empu seorang yang membuat keris (dan benda-benda pusaka yang lain) memiliki kedekatan batiniah (dan spiritual) yang tinggi dengan Kekuatan Kosmos (baca juga: Tuhan YME).

Paradigma ini lah yang mungkin sengaja (atau tanpa sengaja) dibangun oleh sang perupa, bahwa seorang Empu yang memiliki pengalaman spiritual tinggi pun akan sangat mungkin untuk terjebak di dalam ketakutannya sendiri. Bahkan, si perempuan, si Empu itu tergeletak di kondisi yang sama di waktu yang berbeda. Secara singkat, diungkapkan bahwa seorang manusia yang sudah memiliki kedekatan, ilmu spiritual yang tinggi terkadang masih bisa terpelanting di dalam ketidak-berdayaan, kehinaan, kegelapan, ketakutan, kegamaan, atau keterlupaan pada hakekat kehidupan itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun