Mohon tunggu...
M.D. Atmaja
M.D. Atmaja Mohon Tunggu... lainnya -

Teguh untuk terus menabur dan menuai. Petani.\r\n\r\neMail: md.atmaja@yahoo.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Noumenus (Babak 15)

25 Januari 2010   00:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:17 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Kenapa?"

"Aku tidak tahu, Ko. Rena yang dulu kukenal tidak lagi sama dengan Rena yang sekarang, tidak sama dengan yang kamu lihat semalam. Ada sesuatu yang terkadang membuatku sedih, yang aku sesalkan, kenapa semua itu harus dialami oleh sahabat yang aku kagumi?"

"Sayang," sahut Eko lemah, "padahal dia begitu cantik."

"Hey, banyak perempuan cantik, Ko! Hanya saja kita harus pandai-pandai memilih. Sebab dalam satu perjalanan hidup, untuk menjadi seorang istri, kita membutuhkan perempuan yang tidak hanya sekedar cantik dan kaya. Kecantikan itu hanya permukaan yang kadang memperdaya kita: kaum lelaki."

"Itu idealnya, Mas! Di zaman sekarang, semua wanita yang ingin selalu tampil cantik. Karena dengan kecantikan, mereka bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan. Hidup menjadi lebih mudah dan menyenangkan dengan kecantikan."

"Bagaimana pun juga, Ko," potong Hartanto mulai serius, "Perempuan sebagai istri, atau perempuan-perempuan ini semua, adalah suatu tiang rumah tangga, masyarakat atau lebih jauh lagi negara. Perempuan pada hakekatnya menjadi per-empu-an bagi seorang lelaki, bagi anak-anaknya, bagi masyarakatnya, bagi negaranya. Kalau kaum perempuan tidak mampu menjalankan fungsinya, dunia ini akan menjadi kacau." Hartanto menghela nafas melihat seorang perempuan yang tertawa lantang sambil mengapit rokok dengan jari-jarinya. "Kita harus pandai memilah dan memilih, jangan pertaruhkan hidupmu yang hanya sekali dengan perempuan yang salah, hanya karena kita silau saat melihat kecantikan wajahnya!"

"Setiap orang selalu mempunyai penilaian sendiri."

"Itulah yang membuat hidup menjadi indah." Sahut Hartanto ringan tanpa beban. "Karena memang manusia selalu mempunyai penilaiannya sendiri-sendiri."

"Tapi pergi bersama wanita cantik, seksi, dan kaya, akan menjadi kebanggaan tersendiri. Contohnya saja, waktu semalam Mas Har berada di sini bersama Rena, banyak orang yang memperhatikan kalian berdua. Aku sendiri berani mengatakan kalau Mas Har adalah lelaki yang beruntung."

"Karena bisa bersama dengan perempuan cantik lantas menjadi beruntung, begitu?" tanya Hartanto heran.

"Yah, kurang lebihnya. Orang pertama kali akan melihat penampilan, cantik, kaya, dan penilaian-penilaian yang lain. Toh, para wanita juga melihat kita dari segi itu. Semuanya sama saja. Aku hanya mencoba untuk berpikir se-realistis mungkin." Eko menjelaskan dengan serius.

"Sungguh malang nasibku dan semua orang yang jelek dan miskin." Hartanto tertawa renyah.

Suasana di Cangkir begitu ramai dengan canda dan tawa. Namun Hartanto merasakan kesunyian di dalam hatinya. Ia diam beberapa saat, melinting tembakau dan mulai merokok. Sambil terus diam, Hartanto menyumpahi kecantikan, ketampanan dan kekayaan. Tidak lama kemudian, Fais datang dan langsung ke meja Hartanto.

Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun