"Kenapa?"
Hartanto mengangkat bahunya kemudian merebahkan tubuh di atas tikar. Ia memejamkan mata, membuai angan-angannya dengan mimpi masa depan yang gilang-gemilang. Ah, angan-angan selalu saja membuai manusia sampai waktu jauh berlari dan kita tertinggal masih dalam angan-angan saja.
"Kemuning di mana?" tanya Nandar kembali.
"Kamu benar-benar sudah tertinggal satu bab cerita, Kemuning sudah wisuda setengah tahun yang lalu, bulan Maret."
"Terus?"
"Dia pulang ke Banjarnegara,"
"Nah, aku tahu kenapa kamu menjadi malas akhir-akhir ini." Nandar ingin mengatakan sesuatu namun segera diurungkan saat dia memperhatikan wajah Hartanto, dan mengurungkan niatnya.
"Apa?"
"Mungkin karena kamu merasa kehilangan Kemuning-mu. Dulu, sewaktu masih ada Kemuning di sampingmu, kamu terlihat sangat kuat dan tidak terpatahkan. Kamu pasti merindukannya, Har."
"Aku memang merindukannya,"
"Tenggoklah dia di Banjarnegara. Luangkan waktu untuk satu hari dua hari dan aku yakin sekembalinya kamu dari sana, akan kamu dapatkan kembali semangatmu yang dulu. Ternyata, semua ini baru aku sadari bahwa kamu tanpa Kemuning bukanlah apa-apa, bukan siapa-siapa."