Mohon tunggu...
M.D. Atmaja
M.D. Atmaja Mohon Tunggu... lainnya -

Teguh untuk terus menabur dan menuai. Petani.\r\n\r\neMail: md.atmaja@yahoo.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Noumenus (Babak 1)

5 Januari 2010   01:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:38 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

22:15 di malam yang dingin, Hartanto berjalan di dalam remang, di antara bias lampu penerang jalan yang terus memancar sepanjang malam. Pandangannya tajam ke depan sambil menyusuri trotoar jalan yang sepi. Hartanto terus melangkah, walau lama kelamaan kaki menjadi terasa lelah dan berat. Belum jauh ia melangkah, namun Hartanto merasakan kalau langkahnya mulai melambat seperti enggan untuk melanjutkan perjalanan. Ia berhenti di bawah lampu, menyandarkan tubuhnya pada tiang lampu di pinggir jalan yang terasa dingin dan kaku di punggungnya.

Dengan tangan sedikit gemetar karena menahan dingin, ia mencari bungkusan rokok, mengambil satu dan membakarnya. Asap rokok dihempaskan jauh ke awang-awang dan memudar diterpa angin yang dingin. Tidak lama setelah itu, Hartanto bejalan kembali sambil menengok jam tangan perak yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, "Sudah larut, ternyata." Dengusnya sambil memandangi langit yang kelabu tanpa bintang dengan terus berjalan menggunakan kaki-kakinya yang sudah lelah.

Tanpa semangat, Hartanto mencoba menegakkan badan. Menghela nafas sambil tetap berjalan perlahan. Hartanto berjalan semakin melambat seperti akan menghadapi sesuatu yang tidak mau dia temui di ujung jalan sana. Malam ini, ia akan singgah sebentar di Kedai untuk mengusap lelah yang bersarang di kedua kaki. Di sana sambil meneguk air segar, dia juga akan berjumpa dengan teman lama, mungkin akan terasa menyenangkan, pikirnya dengan malas. Tapi terkadang, ia merasa enggan untuk berjumpa dengan orang lain. Apalagi dengan teman lama yang akan dia temui nanti di warkop. Sebab selama ini baginya kesendirian adalah teman yang paling indah. Hartanto selalu berpikir kalau di dalam kesendirian tidak ada dendam, kedengkian atau penghianatan yang menyesakkan dada.

Dengan nafas yang tersengal ia kini sampai di sebuah warung kopi. Sesaat ia berhenti dan dengan mata yang gelisah memandangi lampu yang menghiasai papan nama:

KEDAI CANGKIR

TEA ‘N' COFFEE SHOP

Tidak lama Hartanto berada di halaman Kedai Cangkir. Hartanto langsung masuk dan duduk di kursi panjang, juga di dalam keremangan menghadap ke jalan yang belum sepi. Masih banyak kendaraan yang lewat dengan meninggalkan asap yang baunya sampai ke dalam Cangkir. Keramaian kota ini mengingatkannya pada suasana tempat yang begitu tenang yang pernah ia singgahi beberapa waktu yang lalu. Kota yang hanya terlambat didatangi oleh hinggar-binggar kehidupan kota-kota besar. Kota Pensiunan!

Seperti biasanya, Eko, seorang pelayan di Cangkir menghampirinya dengan senyuman yang ramah. "Selalu saja sendirian, Mas. Mau pesan apa?" tanyanya dengan nada yang bersahabat.

Hartanto langsung melmparkan senyuman kecil. Mereka terlihat begitu akrab dalam suasana Kedai di satu persinggahan. "Aku memang selalu sendirian, Mas. Rasanya menyenangkan walau terkadang jalanan itu begitu sepi." Ucap Hartanto sambil membaca daftar menu yang sebenarnya tidak terlihat jelas baginya tanpa kacamata. "Aku pesan yang seperti biasanya saja." lanjutnya sambil mengembalikan daftar menu pada Eko.

Eko langsung mencatat di buku pesanan yang dia bawa. "Kalau suatu nanti Mas Har bersama seseorang, seorang perempuan, berarti, hari itu akan menjadi hari yang spesial." Kata Eko sambil terus mencatat.

"Mungkin saja, Mas Eko. Mungkin saja!" sahut Hartanto sambil tersenyum. Pandangannya ramah terpaku pada Eko yang tersenyum sambil menggelengkan kepala. Mereka berdua saling bertatapan dan tersenyum untuk sejenak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun