[caption id="attachment_307873" align="aligncenter" width="600" caption="Gambar: Tribunnews.com"][/caption]
Menyusul desakan sebagian warga kepada pemerintah untuk menutup lokalisasi PSK yang merebak di Kabupaten Kendal, Bupati Kendal, Widya Kandi Susanti, menanggapinya dengan menyatakan bahwa PSK (Pekerja Seks Komersial) adalah pahlawan keluarga. Kontan saja pernyataan ini menyulut kontroversi.
Statement sang bupati muncul mengingat sulitnya mengatasi permasalahan PSK di wilayahnya. Di satu sisi, PSK dianggap profesi menyimpang dan pelakunya dianggap sampah oleh masyarakat; di sisi lain, para PSK “bekerja” untuk menghidupi keluarga dan anak-anaknya.
Menurut Bupati Widya Kandi Susanti, menutup lokalisasi pelacuran adalah hal mudah. Hanya diperlukan persetujuan DPRD dan berkoordinasi dengan Polres dan Satpol PP. Namun, dampak dari penutupan tersebut yang sangat sulit diatasi; elain tidak manusiawi, ditutupnya lokalisasi akan menimbulkan persoalan baru, yaitu menambah kemiskinan.
Tetapi searif apapun seseorang menyangkut masalah PSK, tetap saja ditanggapi negatif oleh warga.
“Bu..dilepas aja jilbabnya...jangan cmn buat asesoris doang.. kalo tahu hukumnya zinah mestinya tidak keluar statment spt itu... cara berfikir yg sempit kalo beribadat tidak bisa memilih mana yang baik mana yang tidak... ini contoh pemimpin yg putus asa, karena tidak punya kemampuan berfikir dalam mencari solusi... tdk bisa memberikan solusi yang benar malah, malah seperti memberi dukungan.... Buat warga Kendal...inilah kualitas pemimpinmu...” tulis seorang warga dalam komennya menanggapi pernyataan sang Bupati.
“Bagus..bagus..sekalian suruh suaminya bu bupati buat pakai jasa PSK supaya bisa ikut mensejahterakan masyarakat (psk) dan keluarganya” kata warga lainnya.
Mengurusi masalah PSK memang merupakan pekerjaan berat, terutama bagi mereka yang menjabat sebagai pemimpin. Seperti makan buah simalakama; dimakan ibu mati, tidak dimakan bapak mati. Sehingga apapun pernyataan ataupun kebijakan yang diambil oleh pemerintah, selalu menjebaknya ke dalam pusaran kontroversi.
PSK atau pelacuran atau prostitusi adalah kegiatan penjualan jasa pelayanan seksual untuk uang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur atau WTS (wanita tuna susila) yang kemudian kini diperhalus dengan istilah pekerja seks komersial (PSK).
Masalah pelacuran sudah muncul sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Ada demand di tengah masyarakat yang membuka peluang bagi para pelacur untuk memberikan supply. Dalam realitasnya, pelacuran ini mampu menciptakan “lapangan kerja” dan memberi penghasilan bukan saja pada pelaku tetapi pada mereka yang terkait di bisnis ini seperti germo, hotel/penginapan, restoran, kafe dan sebagainya. Bahkan di negara lain seperti Belanda, pelacur dilegalkan dan diberi lokasi serta dilindungi pemerintah.
Di Indonesia, meskipun penduduknya dikenal relijius, realitasnya sama dengan di negara lain: ada demand dan ada supply, tetapi di sini pelacuran merupakan perbuatan illegal dan oleh karenanya dilarang dan para pelakunya ditangkapi oleh Satpol PP. Meskipun demikian, lokalisasi-lokalisasi illegal tetap tumbuh baik yang berskala kecil maupun besar. Umumnya lokalisasi ini dikembangkan oleh masyarakat dan dibekingi oleh aparat.
Oleh karena itu, permasalahan PSK tidak bisa dibahas secara parsial tanpa menyentuh akar masalah dari terus berkembangnya wanita yang memilih terjun ke dunia PSK. Secara tradisional, bisa dipahami bahwa para PSK melakoni pekerjaannya karena desakan ekonomi dan sulitnya mencari alternatif sumber penghasilan. Tetapi di zaman modern ini, motivasi para pelacur juga sudah melebar, bukan saja karena desakan ekonomi tetapi karena tuntutan gaya hidup hedonistik yang harus dipenuhi.
Untuk mencari jalan tengah, Widya Kanti berencana mengganti slogan "Kendal Beribadat" menjadi "Kendal Hebat" agar sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat Kendal. Menurut sang Bupati dengan digantinya slogan “Kendal Beribadat” menjadi 'Kendal Hebat', bisa memotivasi orang Kendal untuk bisa menjadi orang hebat dan orang hebat bisa memilih mana yang baik dan mana yang tidak.
Inipun masih diprotes oleh warga:
“Ibu Bupati ini sangat pandai mengganti slogan "Kendal Beribadat" dengan "Kendal Hebat" karena "orang hebat bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk" kalau begitu apa orang yang beribadah tidak bisa memilih antara yang baik dan yang buruk ? Alasan ini bisa menyakitkan orang yang taat beribadah sesuai dengan agamanya karena orang yang taat terhadap Tuhan biasanya lebih baik dari pada orang yang "hebat negatif) misalnya hebat karena korupsi tidak ketahuan KPK, hebat karena ahli ngrampok, hebat karena punya isteri 7, hebat karena selingkuh dll, jadi "hebat" bisa positif dan negatif sedang "beribadat" hanya positif.” kata Kondo
Diperlukan kearifan yang paripurna dan argumen yang komprehensif dari semua pihak sebelum berwacana, apalagi bertindak. Bila PSK dihapuskan maka harus ada solusi yang ril dan permanen yang mampu menggantikan sumber penghasilan bagi para PSK; begitu juga bila dilegalkan, harus dipikirkan dengan matang konsekuensi dan dampak sosialnya.
Masyarakat seharusnya juga ikut aktif mencarikan atau menjadi bagian dari solusi untuk permasalahan PSK ini. Yang terjadi, seringkali masyarakat bersikap munafik; di depan protes keras; di belakang jajan PSK juga.
Bagaimana menurut Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H