Apalagi Instruksi Presiden sudah begitu lugas. Begitu jelas.Â
Bagi yang mendukung pergantian K-13, mereka tentu berharap Nadiem segera mewujudkan Instruksi Presiden itu. Bukankah ia telah siap untuk tidak populer demi kemajuan pendidikan? Bukankah Instruksi Presiden itu sering disampaikan di berbagai kesempatan?Â
Oleh karena itu, bisa saja Nadiem melakukan pergantian kurikulum lebih cepat dari yang diperkirakan. Bisa setahun, bisa juga dua tahun dari sekarang.Â
Bisa jadi ia menempuh tahapan yang tidak biasa. Yang semestinya pergantian kurikulum itu dilakukan secara seri (berurutan) dan tidak tergesa-gesa.
Tapi, mantan Mendikbud M. Nuh pernah melakukan tindakan yang tidak biasa juga. Yakni, ketika ia mengganti Kurikulum 2006. Waktu itu ia melakukan pergantian secara paralel. Dalam kurun waktu kurang dari lima tahun. Dengan model kegiatan pengembangan paralel sekaligus bersamaan. Evaluasi, desain, uji coba, sosialisasi, pelatihan guru, penulisan buku teks dan perangkat aturan pelaksanaan dilakukan secara bersamaan.Â
Padahal kurikulum yang baik itu baru bisa didapatkan jika dikembangkan secara seri. Berurutan dalam kurun waktu lima sampai sepuluh tahun.Â
Tapi, bagi yang mendukung pergantian K-13, penggunaan nomenklatur pada kurikulum ini juga sudah menunjukkan ketertinggalan. Sebab, kita hidup di tahun 2019. Tahun depan K-13 telah berumur tujuh tahun.Â
Menurut mereka, Nadiem tidak perlu takut dicap: Ganti menteri, ganti kurikulum. Toh, K-13 tetap dipertahankan oleh dua menteri setelah M. Nuh purna tugas.Â
K-13 sudah pasti bukan kurikulum yang cocok untuk segala zaman.Â
Kelemahannya sudah sering diungkap. Ada banyak sekali.Â
Itulah mengapa, meski tahun 2016 di-revisi, tetap saja banyak guru yang masih kesulitan menerapkannya. Â