” Tiup bisik mu,Menarilah bersama Jauh tanpa tandu, Masih di sana
Hijau pandangankuLampu tak berpaku
Senyap, sesekali teriak
Air minum jadi relaksasi sejenak
Entah pagi atau malam datangnya
Nafasmu jadi roda berpacu
Di ruangan ini
Nyawa jadi pertaruhan
Bukan sekedar ringkihan
Melainkan, perjuangan hidup mati
Bagi yang menyaksi
Adalah sebuah elegi tanpa opsi
Bahwa dulu, bunda & yanda
Pernah sama mengalami
Verlos Kamer,Berbaiklah pada hari
Tuhan memang yang hakiki
Semoga ini pertanda hati
Ikhlas adalah pilihan suci ”
_sajak tentang kita
……
Cuaca masih berkisar di 28 derajat, namun panas dalam diri sedikit melebihi keadaan yang berselimut. Entah pertanda apa, hingga darah seakan terpompa sempurna, bukan 100%, tapi 500%, seakan organ mengejar target produksi akhir tahun, karena memompa benar-benar cepat.
Bagi yang yang belum berpengalaman seperti saya, menunggu kelahiran adalah ketegangan selain ujian nasional, dikhitan, jadi imam shalat tarawih, ijab qabul dan bertemu Calon mertua saat memutuskan hendak melamar putrinya dengan keadaan yang jauh dari “Mapan”, standar abu-abu yang dijadikan patokan global hingga beberapa case, terkadang calon mertua menggunakan hak vetonya untuk memutuskan proses berlanjut atau STOP. Terlebih jika ditambah embel-embel mesti ganteng, pekerjaan tetap, Sarjana/Master/Doktor, keturunan darah biru *ngeri kalo pucat pasi hehe, punya mobil, rumah, deposito, lahan pertanian, Pegawai Negeri Sip*l, anak pertama, kedua atau tunggal, dan parameter dunia lainnya, tanpa pernah melihat bagaimana agamanya & visi ke depannya. Sedikit memang yang begitu, tapi ingatlah, rukun nikah tak menyasar begitu. Alamak, macam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara saja, ambo pusiang jika sahabat ambo ada yang begitu, empati tepatnya. Emangnya yang mau nikah itu anaknya apa orang tuanya, banyak kali bah syaratnya *gagal paham.
Februari 2016 adalah izin Allah SWT mengabulkan doa kami untuk bersatu, Alhamdulillah selang beberapa bulan diberikan amanah untuk jadi orang tua. Iya, istri hamil waktu itu. Kaget pula, karena dikira masuk angin, karena pada bulan awal menikah, sempat seperti itu juga, ternyata memang masuk angin hehe, bukan hamil.
Siklus hidup yang dimulai dari lahir-sekolah-kuliah-kerja-nikah-regenerasi-mati adalah runtutan pertanyaan yang pasti ditanyakan pada setiap fase. Kuliah belum lulus-lulus lah, setelah lulus belum kerja lah, setelah kerja belum nikah lah, setelah nikah sudah punya keturunan kah, setelah melahirkan normal atau caesar kah, setelahnya apakah ada Air susunya kah dan pertanyaan sensitif lainnya. Sebagai reminder, juga untuk diri sendiri, pandai-pandailah kita mengajukan pertanyaan, karena untuk hal-hal tersebut memang sensitif, pun meski kita menganggapnya wajar. Bukan kehendak kita untuk menghakimi, karena memang semua sudah grand desain olehnya, bagai sebuah maket, bagian-bagian fasos/fasum, pusat komersial, perkantoran dan hunian adalah takdir kita. Sehingga kita hanya bisa melakukan yang terbaik mungkin.
Seiring waktu, tiap pekan berlalu dan kamipun mengamati pertumbuhan dan perkembangannya. Bersyukur semua biaya ditanggung, jadi kami tinggal meluangkan waktu saja untuk kontrol, sharing hingga ikut forum ibu-ibu hamil agar semakin teredukasi. Zaman dulu, boro-boro sepertinya, karena Kuasa Allah via dukun beranak/Mak beurang, semua lancar-lancar saja.
Morning sickness, ngidam, muntah-muntah hingga semua kandungan makanan keluar, adalah fase berpikir, Dimana ternyata memang perempuan itu adalah makhluk yang dipremiskan lemah, namun luar biasa. Tak ada kerutan dahi sedikitpun, aktivitas lainnya lancar. Sesekali pusing, lemas dan baper adalah bawaan hormon yang wajib kita pahami. Tampilan fisik mulai berubah, hingga kita dibuat sesak melihatnya, terutama pada posisi tidur dan berjalan. Sesak karena bernafas dengan eungap.
Bulan berganti, pagi ini menginjak tahun 2017. Penantian kelahiran pun adalah momen yang sangat ditunggu. Perkiraan dokter, insya Allah lahir tanggal 17 Januari 2017. Namun semua itu masih estimasi, bagai sebuah proyeksi, margin error selalu ada, jadi opsinya hanya MENYIAPKAN DIRI, termasuk banyak berdoa agar semua dilancarkan plus memotivasi agar istri rajin berolahraga, agar nafas saat ngedan maksimal.
Remang temaram, hari itu Kamis, 5 Januari 2017. Dapat kabar bahwa ketuban pecah. Air ketuban ini adalah early worning bahwa bayi akan lahir. Sehingga bergegas ke Rumah sakit untuk proses lanjutan. Payahnya, saya masih di Jakarta. Perjalanan memakan waktu 4 jam, terlebih ada pengalihan arus di Cipularang karena pergeseran struktur jembatan Cisomang. Detik terasa lama, hati kelu, jantung seakan freeze sejenak. Hmm, ” kapan sampai ya ini?”, pikirku. Laju 120 km/jam terasa lambat sekali, padahal batas aman laju di tol adalah 80 km/jam. Untungnya juga bukan saya yang nyetir, kalo iya kecepatan penuh berbahaya juga.
Kabar terbaru dari istri, Alhamdulillah sudah ditangani dengan baik, karena langsung masuk UGD & proses administrasi lengkap. Jika ada nilai pelayanan. Saya akan kasih nilai 99% memuaskan, karena pelayanannya memang keren. Responsif, manusiawi, ramah dan cepat. Sehingga tenang lah hati, tinggal menunggu kehadiran jabang bayi. Istri masuk rumah sakit sebelum dzuhur & sekarang sedang ada di ruang bersalin. Pecah ketuban ini mau tak mau, proses persalinan harus berjalan. Karena efeknya jika bayi tidak dikeluarkan akan bahaya. Ya Rabb, kepanikan itu mulai berkelumit.
Sampai rumah sakit sudah masuk ashar. Ada kakak ipar, beserta istri & anaknya, sedangkan mertua di ruang VK. Kondisi bumil saat itu pucat pasi, keadaan Dimana terasa mulas namun belum juga keluar. Pikir awam saya, istilah pembukaan itu berlangsung cepat, ternyata tidak juga ya. Pembukaan ini berakhir di angka 10, dimulai dari 1. Ini artinya adalah sejauh mana jari bidan/dokter bisa masuk ke dalam vagina agar bayi bisa dikeluarkan. Seiring perkembangan, pembukaan satu baru dimulai pukul 16.30. Jika sesuai term, bisa lahir di atas jam 22.00 malam. Wow, lama juga ya.
Tik tok tik tok, kondisi deg2an dan panik sudah menyublim dalam keadaan pasrah, lillahi taala. Bumil nafas agak terhendus. Saya pun pada kondisi simulasi, yaitu kondisi Dimana membayangkan kelahiran saya dulu dengan dukun beranak & terus berdoa untuk hal yang sama, agar diberikan kelancaran. Titik balik bahwa memang tak salah, Rasulullah menyebut ibu, ibu, ibu baru ayah adalah memang kenyataan terbaik. Ibu sebagai pintu gerbang dalam menghadapi dunia yang penuh liku ini. Adzan maghrib berkumandang, dokter sudah memastikan sudah pembukaan 10, berarti bersiap-siap untuk launching.
Entah mengapa, keadaanku saat itu Seperti motor dalam jalur busway, kemudian busway di belakang mengejar. Alamak, tak tentu, hanya bisa mengeluarkan kalimat takbir, tasbih, tahmid, istigfar, seraya berserah diri, karena saat itu istri seperti tak sadarkan diri, Karena mulai terasa kontraksi, hingga tersedu-sedu terasa akan pup. Benar-benar perjuangan hidup mati.
Pukul 18:30 WIB, Team medis sudah lengkap sambil memadu komando ” tarik nafas lepas, tarik napas lepas”. Alamak, jika aku pada posisi itu, rasanya aku tak sanggup dan mustahil *karena lelaki tidak akan hamil . Sempat berbincang-bincang dengan bidan yang sudah 8 tahun bekerja di tempat itu, ekspresinya yang tenang, membuat aku salut juga, karena aku terbata-bata dalam doa, doi cool kaya di pantai. Dokter melihat pergerakan, dahinya kerut, selepas mengajar kedokteran di salah satu universitas negeri di Bandung, tak terlihat semangatnya kendur. Matanya berkaca-kaca sambil melihat jam tangan.
Waktu seakan lama sekali saat itu, jarum berputar, seakan lama berpindah, setelah tarik nafas panjang dan sekali hentakan, akhirnya datang juga. Si mungil dengan berat 2,95 kg dan tinggi 50 cm,pukul 18:53 WIB lahir ke dunia, disambut tangisan khas yang berarti dua hal, gembira keluar dari tempat sempit dan kedua, menangis karena sedih ke dunia, yang penuh drama dan fana.
Setelah di bersihkan, saya meminta suster untuk mengadzankan dan iqomah, tiba-tiba si mungil ini diam. Masya Allah, atas semua kebesaran-MU, amanah Baru diemban sebagai bapak. Artinya mesti belajar lagi bagaimana jadi orang tua yang baik. Suka cita, bahagia, cengong hingga tak percaya sempat berkelumit, ” Ya Rabb, semoga aku bisa menjaga amanah ini”, pikirku. Selanjutnya diletakkan di atas ibunya, terdiam karena dilantunkan beberapa ayat Al Quran. Saya sempat bengong, ” oalah, kok bisa gini ya, dari nangis kok diem”, lucunya dokter malah menanyakan aplikasi apa yang aku gunakan untuk mendiamkan si bayi mungil ini hehe. Setelahnya, bayi dibawa ke ruang yang aku sebut ruang hangat, karena suhunya 32 derajat. Ibunya masih terbaring lemah, Karena mengeluarkan banyak darah dan energy yang terkuras banyak.
Critical pointnya adalah saya langsung merasa banyak berdosa jika selama ini belum bisa banyak membahagiakan orang tua, perjuangan luar biasa, Ajang hidup mati, tatkala kita dilahirkan dulu, namun kebangetan sekali jika kita masih berdosa kepada kedua orang tua kita. Hari ini mengajarkan pelajaran berharga buat saya pribadi, betapa Wonderfulnya ibu, istri, mertua, nenek,’nenek moyang,perempuan di seluruh bumi, dalam perjuangan di ruang VK. Betapa mulia, dan tak bisa lagi tergambarkan. Perempuan melahirkan, entah normal atau caesar, sama saja, penuh risiko tinggi dalam melahirkan generasi-generasi cerdas dan penerus bangsa ini.
Selamat datang Hisyam Arkana Khwarizmi, engkau lahir bertepatan dengan tarif STNK naik, BBM naik, dan tarif listrik dibawah 900 VA naik. Semoga engkau kelak jadi anak soleh, berguna untuk bangsa, agama dan negara, cerdas, dermawan dan baik hati, sesuai dengan doa dalam namamu.
Peristiwa ini sebenarnya adalah jawaban dari pertanyaan saya sewaktu kecil, ternyata yang melahirkan itu ibu, bukan bapak . Premis yang sempurna.
NB: jika terdapat hal hiperbol di atas, itu hanya ekspresi awam penulis terhadap hal baru. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan. Mohon maaf atas ketidaknyamanan, karena yang nyaman saja belum tentu jadian *lho
Pejuang? Hadapi !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H