Mohon tunggu...
mbiesap
mbiesap Mohon Tunggu... Pegawai Swasta -

- Milanisti Indonesia - Penghitung Jejak Langkah Kaki - Amatir dalam segala hal, namun berusaha untuk jadi professional - Penyuka Tidur siang, namun sudah lama merindukannya adjustmenthidup.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sakit Gila Nomor Tiga : Fanatisme Berlebih

18 Oktober 2015   02:07 Diperbarui: 18 Oktober 2015   08:32 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Fanatisme ini semacam sifat kedaerahan akan setiap dukungan yang ada, semisal saya tinggal di Bogor mendukung Persikabo dan Persib, teman-teman di Papua sana pendukung Persipura, pindah ke Malang bertemu pendukung Arema, pindah ke Medan ada Pendukung PSMS, mampir ke Palembang bertemu Sriwijaya FC dan melipir ke Kutai bertemu Mitra Kukar dan lain sebagainya. Lumrah dan wajar, karena sebagai sebuah dukungan moral, merupakan kewajiban warga daerah tersebut untuk mendukung klub favorit bahkan sebagai pendukung AC Milan, saya tak segan menjadi bulan-bulanan, karena memang sedang jelek saja milannya, namun dengan kekuatan bulan aku akan membalasmu hehe.

Fanatisme ini berujung pada merasa daerah sendiri menjadi superior dan efeknya adalah anarkis, perang suporter, blokade plat kendaraan daerah, sweeping KTP tertentu hingga spanduk-spanduk penolakan tertentu yang bisa saja mengakar dalam kebencian dan akhirnya, seperti memperebutkan pepesan kosong, menang masuk penjara dan kalah masuk rumah sakit.

Please lah ya, kita itu tak dapet untung atau rugi, jika memang bandar judi sih bisa jadi, dalam mendukung klub favorit kita. Tapi ingat, ada nyawa yang terbayarkan ketika fanatisme kampungan itu tumbuh, ada air mata ketika laga rusuh, ada cerita kelam dalam tragedi tertentu, sehingga industrialisasi sepakbola adalah sebuah ketidakmungkinan jika hal ini masih terjadi. Bukankah kita merindukan nonton pertunjukan sepakbola yang indah di lapangan seperti di Eropa sana, Dimana derbi London, Manchester ataupun derby Della Madonina terjadi, namun semuanya fun-fun saja, tanpa rusuh.
Bukankah kita merindukan tim sepakbola kita tampil di piala dunia?

Wahai diri, perlu kita luruskan niat untuk merubah bagaimana pola pikir kita. Fanatis boleh, Rusuh jangan. Oke?

Dewasalah, cukuplah mafia yang merusak sepakbola kita, bukan pendukung setia. Karena kita rindu, kompetisi sepakbola di negeri ini bergulir kembali. Rindu kan?

Serindu kekasih hati di luar kota sana, si luar pulau bahkan di luar negeri, rindu untuk melamarnya bisa jadi hehe.

2. Fanatisme Pendukung Calon Presiden

Cyber war, perang tetangga, perang kata-kata, menjelekkan karakter Presiden tertentu dan lain sebagainya adalah bentuk sakit gila ini. Bagaimana tidak dulu saat pemilu, pasti banyak terjadi perdebatan. Perdebatan boleh saja, asal jangan Baper dan rusuh, sehingga antar tetangga, Sodara dan Baraya, bisa saling rukun, tentram, aman dan damai. Karena fanatisme berlebih juga penyebab overexpectation terhadap calon tertentu sehingga saat ia terpilih, siap-siap Baper karena Policy yang dibuat tidak sesuai dengan janji manis kampanye. Da kita mah apa atuh, cuman bisa di PhP-in pemimpin hehe
Karena janji tinggal janji, obral janji, obral suci dan obral panci. Tapi jangan pernah obral perasaan apalagi obral cinta, bahaya tau hehe.

3. Fanatisme Orang Jatuh Cinta

Seperti lagunya Sting, jatuh cinta berjuta rasanya #kayalagudangdut hehe
Adalah perasaan yang timbul akibat fanatisme berlebih akan jatuh cinta. Kenapa jatuh? Mestinya bangun cinta
Jatuh mah sakit atuh hehe

Apapun yang terjadi, hal ini adalah fitrah dari sang Maha Kuasa, dalam fitrah yang diberikan dalam bentuk cinta itu sendiri. Cinta yang halal dalam konteks ini, cinta yang sebenar-benarnya, bukan cinta yang berbahasa pemograman PHp, berkoding nafsu. Sehingga menimbulkan banyak masalah seperti sekarang ini, semisal aborsi, seks bebas, zina, hingga penggerebekan karena berbuat mesum di tempat umum       #naudzubillah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun