Indonesia sebagai sebuah negara dengan jutaan potensi bukanlah sebuah kiasan semata. Indonesia adalah negara besar dengan sejuta kekayaannya. Namun kenapa Indonesia masih seperti jauh bila dikatakan sebagai negara maju?, alasannya adalah jumlah pengusaha yang masih kurang dari 2%. Idealnya, sebuah negara minimal harus memiliki 2% dari jumlah penduduknya yang berwirausaha.Â
Angka tersebut sudah layaknya kita kejar. Jika dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara saja misalnya, Indonesia masih jauh tertinggal. Di Singapura, jumlah pengusaha sudah mencapai 7% (dari jumlah penduduk), Malaysia 5%, Thailand 3%, sedangkan di Indonesia yang jumlah penduduknya besar hanya 1,65%. Angka tersebut perlu secara bersama digenjot agar kedepan bangsa ini tidak hanya disebut negara pasar.
Indonesia mempunyai pengguna internet 88juta jiwa dan menjadi salah satu negara paling aktif bersosial media. Jakarta adalah ibukota twitter di dunia. Pasar Indonesia yang begitu besar itupun menjadi sasaran banyak pemain global untuk mencicipi kue yang cukup besar tersebut. Media besar teknologi dunia, Techcrunch menyebut bahwa Indonesia will be Asia next biggest ecommerce market.  Google dan Temasek juga menyebut, pasar online Indonesia akan mengalami peningkatan secara signifikan dalam waktu 10 tahun. Nilai pasar online di Indonesia ini diperkirakan mencapai nilai sebesar USD81 miliar sebelum 2025.
Negeri ini pun mulai diberondong dengan masuknya perusahaan startup maupun yang sudah berlabel "korporasi besar". Mulai dari Grup roket dengan lazada dan zaloranya, Olc=x, amazon dengan Blanja, Grab, hingga alibaba dan Uber serta ratusan pemain dunia lain berebut potensi ini. Bagaimana dengan pemain lokal?, memang ada beberapa pemain lokal yang sudah berjaya, sebut saja Tokopedia, Gojek dan Traveloka tapi secara kuantitas kita masih kalah telak. Pilihannya ada dua, membiarkan Indonesia menjadi negara pasar atau memulai menjadi "pemain" di rumah sendiri.Â
Gerakan itu sudah dimulai
Hal tersebut sudah mulai dipertimbangkan oleh berbagai kalangan di Indonesia. Pemerintah sudah mulai turun tangan untuk membantu anak muda Indonesia untuk membangun startupnya. Pemerintah melalui Kominfo bergerak dengan Gerakan Nasional 1000Startup, sebuah gerakan untuk membantu para pengusaha pemula untuk membangun startupnya dengan bantuan berupa pembekalan knowledge, metode pengembangan hingga mentoring. Gerakan 1000 startup ini juga didukung oleh ratusan startup founder, eksekutif perusahaan hingga lokal hero di masing masing kota secara bersama membangun ekosistem yang tepat bagi mereka yang mau merisikokan hidupnya untuk membangun mimpi startup. Badan Ekonomi Kreatif juga bergerak dengan program BekUp, Bekraf for startup yang programnya tak jauh beda dengan apa yang dilakukan Kominfo.
Selain itu, momen untuk membangun ekosistem digital  ini tak disiasiakan oleh perusahaan baik digital maupun non digital untuk membuat program penciptaan startup di Indonesia. Telkom dengan Indigo Incubator, Telkomsel dengan NextDev, Blibli dengan The Big Start Indonesia dan masih banyak lagi gerakan lain yang tak kalah hebat. Program Akselerasi dan Inkubasi juga mulai berjamuran di kota kota besar di Indonesia. Kampus sebagai sumber talenta juga tak kalah diam, Jogja, Jakarta, Bandung dan Surabaya adalah beberapa contoh kota pelahir developer dan founder startup. Media juga mempunyai peran penting, selain menularkan semangat berwirausaha dengan beritanya, media juga berperan untuk membangun cerita dibalik sukses/gagalnya sebuah startup dan cara yang tepat membangunnya.Â
Hal tersebut adalah gambaran umum kondisi startup di Indonesia. Sebuah gerakan membangun ekosistem yang lebih baik untuk para generasi muda yang tergerak hatinya untuk menyelesaikan permasalahan nyata di Indonesia dan menjadi pemain lokal yang mendunia.Â
Pemuda sebagai kunci penggerak
Pemuda adalah harapan yang harus menjawab segala upaya yang telah dilakukan para pembangun ekosistem ini. Pemuda saat ini bisa dikatakan sebagai orang yang paling mengerti apa yang terjadi di internet. Julukan generasi millenial ini memang tak salah, kedalaman mereka tentang teknologi dan informasi adalah modal yang tak dipunyai oleh generasi pendahulu. Muda adalah modal utama sebelum modal lain mengikuti. Memang benar membangun startup tidaklah mudah. Statistik menunjukkan bahwa 95% startup itu gagal. Fakta yang sontak membuat ragu apakah benar startup adalah sebuah jawaban. Risiko pun mulai dikalkulasikan disini. Mulai dari keamanan finansial, stabilitas kerja hingga ke-stabilan lain pun menjadi pertimbangan seseorang memulai startupnya.
Pemuda adalah orang yang tepat untuk mengambil segala risiko tersebut. Bagi generasi muda, gagal adalah sebuah pasangan dari sukses. Jika memulai sebuah startup sejak muda dan gagal mungkin risikonya tak akan sebesar bagi mereka yang memulainya di atas kepala tiga yang mempunyai beban yang relatif lebih besar.Â
lalu, maukah sebenarnya para pemuda ini bergerak?, Jika mindset yang masih melekat adalah sehabis kuliah adalah kerja maka hal tersebut tak akan pernah terwujud. Muncul juga sebuah fenomena yakni setelah kuliah kerja, jika tak dapat kerja ambil S-2, aman deh masa depannya. Jika ilustrasi tersebut diamini oleh jutaan pemuda kita maka kita akan tetap menjadi negara pasar.
untungnya, yang saya ketahui banyak pakar menyebut bahwa anak muda Indonesia yang ingin berwirausaha setelah melalui masa pendidikan mulai naik. Upaya pemerintah sepertinya berhasil. Semakin banyaknya pemuda yang berniat membangun startupnya adalah indikasi baik yang sejalan dengan visi Indonesia kedepan. Pada 2020 Jokowi ingin Indonesia menjadi "Digital Energy of Asia, harapan itu sepertinya akan lebih mudah jika niat para pemuda untuk memulai startupnya muncul
Start dengan Start yang tepat
Pembeda utama sebuah startup digital dengan usaha lain adalah skalabilitas. Skalabilitas inilah yang menjadi keunggulan tersendiri kenapa hal tersebut dipilih. Teknologi adalah alat yang mewujudkan hal tersebut.Â
Ekosistem, sumberdaya manusia, dan alat atau teknologi sudah siap. Lalu, apakah sudah cukup?, saya rasa belum. Indonesia butuh satu resep lagi dalam membangun startup. Sebuah pola pikir yang tepat. Pola pikir yang tepat menjadi penting karena setiap keputusan yang diambil akan berhulu pada pola pikir tersebut. Bikin startup untuk dijual adalah pola pikir yang kurang tepat. Bikin startup untuk diinvest juga contoh pola pikir yang salah. Tujuan uang memang tak boleh dipungkiri, tapi mengubah sedikir sudut pandang akan uang tersebut menjadi kunci.
Jika boleh dibilang, pola pikir yang tepat adalah bikin startup untuk menyelesaikan masalah. Terdengar klise mungkin, Ya iyalah semua usaha pasti menyelesaikan masalah. Mungkin ucapan itu yang akan muncul, namun itu penting untuk dipikirkan. Jika para pemuda start dengan pola pikir bahwa bikin startup untuk menyelesaikan masalah a, b, c, dan d maka harapan bangsa ini dapat terwujud. Pola pikir menyelesaikan masalah walau terdengar mudah namun sebenarnya cukup berat.Â
Permasalahannya adalah kepekaan kita melihat masalah ini terkadang tak muncul. Banyak startup itu gaga karena ber-asumsi, yakni mengangkap bahwa kondisinya ini itu berdasarkan persaan. Padahal yang terjadi dilapangan tidaklah demikin. Menemukan masalah dan meberikan solusi yang tepat menjadi penting ketika akan memulai startup.  Start dengan Why yang tepat dapat membuat startup yang dibuat mempunyai jiwa dan alasan kenapa harus tetap bertahan walau pun pada akhirnya akan gagal juga.Â
Bangun startupmu dan berikan dampak pada Indonesia
Pemuda Indonesia era ini sudah beruntung. Mereka beruntung karena mereka lahir di sebuah ekosistem yang tepat dalam memulai startupnya. Pemerintah sudah memberikan jalan tool untuk berkembang, Investor lokal maupun global sudah menyiapkan cukup dana bagi founder yang mau bertarung memperjuangkan startupnya, Media sudah mulai menjamur untuk menceritakan setiap gerakan yang dibuat dan komunitas dan kampus terus bersama membangun kapasitas manusia agar mempunyai kapabilitas eksekusi yang tepat.
Ambil atau abaikan adalah pilihan berikutnya. Abaikan jika memang ada rencana hidup yang lebih baik dari membangun startup yang penuh risiko dan ketidakstabilan. Ambil jika itu dapat membuat diri lebih berkembang dan merasa mampu untuk memberikan dampak pada lingkungan. Pada akhirnya, setiap gerakan dan upaya yang telah diberikan akan menuai hasil. Kegagalan adalah cerita yang mungkin akan menghiasi berita beberapa tahun kedepan. Tak mengapa, memang itu adalah risiko sebuah usaha. Namun, ada potensi lain bahwa setiap cerita baik itu kesuksesan maupun kegagalan akan berdampak pada generasi penerus. Sebuah cerita sukses akan menginspirasi generasi penerus untuk turut membuat sebuah usaha, cerita gagal pun demikian, itu adalah modal untuk generasi penerus agar lebih berhati-hati dan cermat ketika akan terjun di dunia startup.Â
Inilah dampak yang akan timbul kelak. Dampak kolektif bahwa Indonesia akan dijamuri oleh pemuda-pemuda yang mau bergerak menyelesaikan masalah dengan membuat sebuah startup. Dampak bahwa gerakan ini melahirkan sebuah pola pikir dan mentalitas yang kuat bagi para pemuda untuk terus berjuang membangun mimpinya. Dampak bahwa akan tercapai lebih dari 2% pengusaha di masa depan. Dampak kolektif dan terdesign dengan baik untuk satu tujuan, menjadikan sebuah potensi Indonesia ini tak hanya dinikmati oleh bangsa lain namun dimainkan oleh pemuda bangsa sebagai pemain di negeri sendiri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H