Mohon tunggu...
Suci Ayu Latifah
Suci Ayu Latifah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Satu Tekad Satu Tujuan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

10 Menit

27 Februari 2019   17:24 Diperbarui: 27 Februari 2019   17:49 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Nduk bangun, sudah adzan subuh!" suara Bapak membangunkanku.

"Enggeh, Pak sebentar lagi!"

Pagi itu mataku sulit sekali untuk membuka kelopak mata. Kutarik selimutku dan kubalut pada tubuhku karena kedinginan. Aku abaikan suara bapak dan tidur lagi. Sekitar 15 menit bapak membangunkanku, disusul dengan suara mamak ikut membangunkanku. Mamak adalah sebutan untuk seorang ibu.

"Nduk bangun, sudah jam setengah lima! Katanya mau belajar?" suara Mamak dari balik pintu kamar. Suara Mamak langsung membukakan kelopak mataku tanpa berfikir untuk beberapa saat. Hampir saja aku lupa kalau hari ini akan ada ulangan fisika. Aku segera menuju kamar mandi untuk mencuci mataku. Seusai itu, aku membuka catatan buku fisika materi termodinamika.

Seperti biasanya tepat pukul 6, aku sudah berada di halte bus. Saat ini aku duduk dibangku SMA kelas 2-IPA. SMA NEGERI 1 JETIS menjadi tempat pilihan belajarku setelah menerima surat kelulusan waktu SMP. Rumahku cukup jauh menuju sekolahan. 30-40 menit lamanya aku tempuh dengan kendaraan umum. Keluargaku belum memiliki kendaraan pribadi, sehingga untuk pergi ke sekolah aku memanfaatkan kendaraan umum (Bus) dari Jasa Raharja. Ongkos untuk sekali naik seharga tiga ribu rupiah. Bagiku itu tidak mahal karena aku hanya duduk saja sambil mendengarkan lagu yang sudah ada dibus tersebut.

Sesampainya di sekolahan, aku tidak melihat murid yang sudah datang. Sepi dan sunyi. Kabut putih menjadi saksi kedatanganku di sekolahan pagi itu. Kelasku berada di paling ujung dilantai satu. Beberapa menit setelah kedatanganku, satu per satu penghuni sekolahan mulai berdatangan.

"Mbak, nanti latihannya setelah bel pulang," suara sosok wanita yang baru datang dan bersalaman denganku. Bersalaman dan memberi salam adalah kebiasaan murid sini. Sekolahanku selalu menerapkan 3S yaitu sapa,senyum dan salam.

Tahun ini sekolahku dipercaya lagi untuk mengikuti perlombaan Grebeg Suro di Gedung Kesenian. Grub karawitan menjadi handalan di SMAku. Peranku sebagai backing vokal bersama. Sajak saat itu aku mulai tertarik dengan seni karawitan dan lagu-lagu jawa. Bapak Slamet adalah pelatih karawitan sekaligus guru bahasa jawa di sekolahannku. Beliau sangat akrab denganku. Sosoknya yang baik, bijak dan ramah membuatku kagum dengannya. Beliau juga pelatih yang hebat dan berpengalaman.

Bel tanda pulang telah berbunyi. Kurapikan buku dan alat tulisku. Alhamdulillah pelajaran hari ini berjalan lancar. Aku dapat belajar dengan serius dan mengerjakan ulangan dengan baik meskipun ada sebagian nomor yang bertanya kepada teman sebangku.

"Mbak ayo ke ruang karawitan, sudah ditunggu Pak Slamet!". Temanku Ayu mengajakku segera ke ruang karawitan karena sudah ditunggu Pak Slamet dan teman yang lainnya.

"Oke baik!" jawabku singkat. Segera kukaitkan tali tas pada pundakku dan berlari ditempat latihan.

Suara alunan gamelan membuatku ingin segera tiba ke sumber suara. Alunan yang kini sudah tak asing lagi ditelingaku. Sejak duduk di bangku kelas X aku sering mengikuti lomba karawitan. Latihan hariini dimulai. Semua mempersiapkan diri dan membuka selembar kertas berisi not-not yangakan dimainkan. Satu jam berlatih menyanyi dengan iringan gamelan membuat tenggorokanku kering. 

Ternyata hal itu juga dirasakan teman yang lain. Akhirnya latihan berhenti sejenak melepas lelah dan membasahi tenggorokan. 15 menit istirahat, kami melanjutkan latihan. Aba-aba dari gamelan bonang terdengar pelan dan nyaring. Semua pengrawit bersiap diri menabuh gamelannya menyambung suara bonang. Grub vokal pun ikut melontarkan tembang-tembangnya.  

Tiba-tiba Pak Slamet menghentikan permainan. Aku melakukan kesalahan lagi sehingga antara musik pengrawit dan vokal tidak berkesinambungan. Aku mendapat teguran dan aku menyadari kesalahanku. Mungkin tadi karena aku tidak fokus sehingga fikiranku melayang entah kemana.

"Suci, Bagaimana kamu ini masih juga melakukan kesalahan? Serius, serius, serius. Fokuskan fikiranmu!" kata Pak slamet menegurku karena kesalahan yang kemarin terulang kembali.

"Maaf, Iya Pak. Saya akan lebih fokus lagi!" kataku menundukkan kepala. Aku malu sekali karena teman-teman pandangannya terarah padaku.

Suasana kembali seperti semula. Satu tembang telah dimainkan. Dilanjutkan tembang kedua yaitu Ayun-Ayun. Satu putaran tembang tersebut berjalan dengan lancar. Akan tetapi, tiba-tiba saja temanku Eryan sebagai pemegang balungan melakukan kesalahan. Seharusnya ia memukul nomor 5, tetapi ia memukul nomor 6. Dalam bermain karawitan ini satu pun kesalahan tetap saja terlihat. Setiap nomor pada permainan ini memiliki suara yang berbeda-beda. Tidak hanya balungan saja, tetapi semuanya baik kenong, gender, gong, peking, dll.

Latihan hari itu selesai pukul 15.30. Aku dibonceng temenku Ayu dengan sepeda untanya sampai gerbang sekolah. Teman-teman yang lain juga pulang kerumahnya masing-masing. Kami berpisah di gerbang sekolahan. Mereka langsung pulang sedangkan aku masih harus menunggu bus.

30 menit menunggu, busnya belum juga terlihat. Aku melipur kejenuhanku dengan bermain game di handphone. Kulirik jam tangan sudah menunjukkan 16.10 busnya belum juga terlihat. Akhirnya ku putuskan jalan kaki sambil menunggu bus. Sepuluh langkah berjalan ku tengok belakang, bus masih tidak terlihat. 

Sepuluh langkah lagi berjalan ku tengok lagi juga belum terlihat. Delapan langkah berjalan, kucoba tengok lagi. Kulihat bus dari arah barat menampakkan wujudnya. Meskipun masih jauh, tetapi aku sangat mengenalinya. Mungkin karena terlalu sering naik bus jadi aku sangat hafal benar. Lima tahun sejak SMP bus menjadi kendaraan umum yang siap mengantarkanku kemana pun tujuanku.

Kulambaikan tanganku agar bus tersebut berhenti. Untung saja masih ada bangku kosong sehingga dapat aku tempati. Perjalanan menuju rumah cukup menghabiskan waktu. Jadi lebih baik aku tidur saja, pikirku.

"Assalamu'alaikum, Mak aku pulang," salamku sambil membuka pintu. Tidak ada suara yang menjawab salamku. Kucari bapak dan mamak di kamar tidak ada. Di dapur juga tidak ada. Di belakang rumah pun juga tidak ada. Lalu aku kembali di depan rumah memanggil-manggil mereka, tapi tidak ada jawaban. Kemana mereka pergi, tidak biasanya seperti ini, pikirku. Lelah juga aku mencari. Akhirnya aku kembali masuk kerumah lalu masuk ke kamar meletakkan tasku dan membersihkan badan. Seusai mandi, aku duduk-duduk di ruang tengah menonton tv. Tiba-tiba handphone ku berbunyi. Panggilan dari paman. Paman mengabarkan kalau kakek sakit dan mamak suruh kesana. Belum selesai paman berbicara, mamak dan bapak pulang. Entah dari mana mereka. Bapak melanjutkan pembicaraanku dengan paman.

Adzan maqrib berkumandang. Bapak menutup telepon dan pergi ke masjid. Aku dan mamak shalat di rumah. Selesainya shalat, aku, bapak dan mamak makan bersama. Disela-sela makan, aku membicarakan soal latihan karawitan. perlombaan yang tidak gampangdan mudah dan persaingan yang ketat. 

Perlombaan ini selalu dilaksanakan setiap 1 tahun satu kali yang digelar di gedung kesenian Ponorogo. Persaingan antar pelajar dan umum membuatku tidak percaya diri. Bapak dan mamak memberiku motivasi dan semangat. Mereka senang jika aku terlibat dalam kegiatan seni. Mereka mereka memberikan dukungan kapan pun aku latihan. Tetapi dengan syarat, nilaiku tidak boleh menurun.

"Pak, perlombaannya kurang seminggu lagi. Katanya Pak Slamet pakaian yang dikenakan nanti adalah pakaian penadon".

 Penadon adalah pakaian serba hitam seperti yang dikenakan warok dalam pentas reog.

"Iya, besok bapak coba carikan bajunya. Kamu latihan aja yang benar biar mendapat juara lagi," kata Bapak menanggapiku.

"Terimakasih Pak. Aku ke kamar dulu tadi ada PR di sekolahan," kataku mengakhiri pembicaraan di meja makan dan langsung menuju kamar.

***

Seperti biasa setelah pulang sekolah aku latihan karawitan. Latihan ini sudah dipersiapkan satu bulan sebelum hari perlombaan. Semakin dekat dengan jadwal lomba, semakin keras pula latihannya. Terkadang malam juga ada latihan. Permainan yang berdurasi 10 menit ini akan menjadi masa termanis yang tak mdah terlupakan. Dimana aku bangga dengan kesenian dan budaya. Tidak banyak orang yang menyukai seni. Di zaman yang modern ini, banyak orang yang meremehkan dan melupakan kesenian dan budayanya. Sehingga pada akhirnya ada negara tetangga yang mengakui kesenian dan budaya yang kita miliki. Sungguh mengenaskan.

Tiga hari sebelum perlombaan, sekolahku kedatangan tamu dari Kecamatan Jetis. Mereka ingin melihat hasil latihan dan kerja keras grub karawitan untuk tampil. Pak Slamet berpesan kepada para pemain untuk serius dan fokus. Bayangkanseperti kalian tampil sesungguhnya. Berikan yang terbaik dari kalian. Demi kemajuan bersama jangan mementingkan ego masing-masin. Kita harus sejalan dan setujuan untuk menggapai hasil yan sama. Pesan dari Pak Slamet membuat hati ini bergerak untuk terus berpacu. Membakar semangat yang tinggi dan maju terus tanpa hambatan.

"Baik anak-anak. Silahkan menempati posisinya masing-masing karena rombongan dari Kecamatan sudah hadir," kata Pak slamet memberi perhatian.

Hitungan ketiga, temanku yang memegang bonang memberi aba-aba. Kemuadian disusul dengan pengrawit lainnya. Persembahan pertama kami adalah Kebo Giro. Kebo Giro adalah alunan gamelan yang digunakan untuk menyambut tamu yang datang. Selesai membawakan tersebut, rombongan kecamatan sudah memasuki ruang latihan. 

Pak Camat memberikan sambutan sebentar dan kami bermain. Tembang pertama adalah Kinanti dilanjutkan Ayun-Ayun dan Malam Minggu. Diakhir penutupan, Pak Camat dan rombongannya memberikan oplos yang meriah tanda mereka puas dengan pemainan kami. Setelah memberikan dua kali putaran, Pak Camat berpamitan pulang, tetapi sebelum itu Beliau memberikan ucapan terimakasih kepada kami dan motivasi untuk bangkit dengan sedikit menambahkan tentang karawitan.

Latihan kali ini berakhir hingga pukul 4. Aku segera berlari menuju gerbang takut tidak mendapatkan bus. Mungkin ini akan menjadi hal yang membosankan untuk orang lain, tetapi tidak untukku. Menunggu bus adalah hobiku. Kulirik jam tangan menunjukkan 16.15, kuraih tasku dan mengambil handphone. Kusibukkan tanganku memencet-mencet keyboard sekedar mengirim sms kepada seseorang. Tiba-tiba terdengar seseorang memanggilku. Suara itu cukup keras ku dengar, sehingga aku langsung menoleh. Ternyata itu suara temanku waktu SMP namanya Danang.

"Suci, ngapain jam segini masih nongkrong disitu?" teriak Danang di pinggir jalan sedangkan aku di depan gerbang sekolahan.

"Ohh iya. Ini aku mau pulang habis latihan karawitan," jawabku.

"Ya sudah aku duluan ya? Hati-hati loh ada culik!" kata Danang menakut-nakutiku. Penculikan memang menjadi isu terheboh di kotaku menjelang Grebeg Suro. Tapi aku tidak percaya hal seperti itu.

"Oke baik. Hati-hati juga kalau ada semut lagi menyabrang!" kataku membalasnya sambil tertawa kecil.

***

Satu hari sebelum hari perlombaan, aku belum mendapatkan pinjaman baju penadon. Bapakku sudah berusaha keras mencarikanku tetapi tidak dapat. Aku bingung apa yang harus aku lakukan sekarang. Padahal teman-teman yang lain sudah memiliki baju tersebut. Saudara-saudaraku juga tidak memiliki. Akhirnya malam itu, aku sms Pak Slamet untuk mencari bantuan meminjam baju penadon. Untung saja sms itu segera di balas. Beliau akan berusaha ikut mencarikan. Lega rasanya. Bapak menyuruhku segera tidur karena tadi aku pulang sudah maqrib karena gladi bersih. Sebenarnya hati ku tidak tenang, aku masih memikirkan tentang baju penadon yang belum dapat pinjaman. Untuk menenangkan hatiku, kuraih handphone ku di meja. Ku kirim sebuah pesan kepada temanku latihan. Ia seperti Bapakku, menyuruhku segera tidur. Pasti masalah itu akan selesai besok pagi katanya. Akhirnya aku mengikuti perkataanya dan segera tidur.

Malam itu aku tidur nyenyak sekali, padahal ada maslah di depan mata. Pagi setelah adzan subuh, Pak Slamet memberitahuku bahwa Beliau mendapatkan baju pinjaman, tetapi bajunya cukup besar untuk ukuranku. Tidak masalah yang penting aku dapat memakai baju penadon saat perlombaan nanti, pikirku.

Perlombaan telah tiba. Aku dan grub karawitan berangkat menuju gedung esenian pukul delapan. Sampai sana sudah ada pengrawit lain yang tampil. Kami menyaksikannya. Tiba diundian nomor kami, sebelum ke panggung kami berdoa terlebih dahulu agar penampilan kami lancar. 10 menit berlalu. Selesai tampil kami melihat penampilan peserta lainnya. Tepat pukul satu siang, hasil perlombaan diumumkan. Alhamdulillah grub kami berhasil mendapatkan juara umum. Sujud syukur kepada Tuhan. Kami pulang dengan hati yang senang dan membawa piala yang sangat besar. 10 menit ini akan menjadi hal yang istimewa untukku. Salam kesenian dan kebudayaan. Mari kita junjung bersama dan kita jaga seutuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun