Mohon tunggu...
Suci Ayu Latifah
Suci Ayu Latifah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Satu Tekad Satu Tujuan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

10 Menit

27 Februari 2019   17:24 Diperbarui: 27 Februari 2019   17:49 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suara alunan gamelan membuatku ingin segera tiba ke sumber suara. Alunan yang kini sudah tak asing lagi ditelingaku. Sejak duduk di bangku kelas X aku sering mengikuti lomba karawitan. Latihan hariini dimulai. Semua mempersiapkan diri dan membuka selembar kertas berisi not-not yangakan dimainkan. Satu jam berlatih menyanyi dengan iringan gamelan membuat tenggorokanku kering. 

Ternyata hal itu juga dirasakan teman yang lain. Akhirnya latihan berhenti sejenak melepas lelah dan membasahi tenggorokan. 15 menit istirahat, kami melanjutkan latihan. Aba-aba dari gamelan bonang terdengar pelan dan nyaring. Semua pengrawit bersiap diri menabuh gamelannya menyambung suara bonang. Grub vokal pun ikut melontarkan tembang-tembangnya.  

Tiba-tiba Pak Slamet menghentikan permainan. Aku melakukan kesalahan lagi sehingga antara musik pengrawit dan vokal tidak berkesinambungan. Aku mendapat teguran dan aku menyadari kesalahanku. Mungkin tadi karena aku tidak fokus sehingga fikiranku melayang entah kemana.

"Suci, Bagaimana kamu ini masih juga melakukan kesalahan? Serius, serius, serius. Fokuskan fikiranmu!" kata Pak slamet menegurku karena kesalahan yang kemarin terulang kembali.

"Maaf, Iya Pak. Saya akan lebih fokus lagi!" kataku menundukkan kepala. Aku malu sekali karena teman-teman pandangannya terarah padaku.

Suasana kembali seperti semula. Satu tembang telah dimainkan. Dilanjutkan tembang kedua yaitu Ayun-Ayun. Satu putaran tembang tersebut berjalan dengan lancar. Akan tetapi, tiba-tiba saja temanku Eryan sebagai pemegang balungan melakukan kesalahan. Seharusnya ia memukul nomor 5, tetapi ia memukul nomor 6. Dalam bermain karawitan ini satu pun kesalahan tetap saja terlihat. Setiap nomor pada permainan ini memiliki suara yang berbeda-beda. Tidak hanya balungan saja, tetapi semuanya baik kenong, gender, gong, peking, dll.

Latihan hari itu selesai pukul 15.30. Aku dibonceng temenku Ayu dengan sepeda untanya sampai gerbang sekolah. Teman-teman yang lain juga pulang kerumahnya masing-masing. Kami berpisah di gerbang sekolahan. Mereka langsung pulang sedangkan aku masih harus menunggu bus.

30 menit menunggu, busnya belum juga terlihat. Aku melipur kejenuhanku dengan bermain game di handphone. Kulirik jam tangan sudah menunjukkan 16.10 busnya belum juga terlihat. Akhirnya ku putuskan jalan kaki sambil menunggu bus. Sepuluh langkah berjalan ku tengok belakang, bus masih tidak terlihat. 

Sepuluh langkah lagi berjalan ku tengok lagi juga belum terlihat. Delapan langkah berjalan, kucoba tengok lagi. Kulihat bus dari arah barat menampakkan wujudnya. Meskipun masih jauh, tetapi aku sangat mengenalinya. Mungkin karena terlalu sering naik bus jadi aku sangat hafal benar. Lima tahun sejak SMP bus menjadi kendaraan umum yang siap mengantarkanku kemana pun tujuanku.

Kulambaikan tanganku agar bus tersebut berhenti. Untung saja masih ada bangku kosong sehingga dapat aku tempati. Perjalanan menuju rumah cukup menghabiskan waktu. Jadi lebih baik aku tidur saja, pikirku.

"Assalamu'alaikum, Mak aku pulang," salamku sambil membuka pintu. Tidak ada suara yang menjawab salamku. Kucari bapak dan mamak di kamar tidak ada. Di dapur juga tidak ada. Di belakang rumah pun juga tidak ada. Lalu aku kembali di depan rumah memanggil-manggil mereka, tapi tidak ada jawaban. Kemana mereka pergi, tidak biasanya seperti ini, pikirku. Lelah juga aku mencari. Akhirnya aku kembali masuk kerumah lalu masuk ke kamar meletakkan tasku dan membersihkan badan. Seusai mandi, aku duduk-duduk di ruang tengah menonton tv. Tiba-tiba handphone ku berbunyi. Panggilan dari paman. Paman mengabarkan kalau kakek sakit dan mamak suruh kesana. Belum selesai paman berbicara, mamak dan bapak pulang. Entah dari mana mereka. Bapak melanjutkan pembicaraanku dengan paman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun