Mohon tunggu...
Suci Ayu Latifah
Suci Ayu Latifah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Satu Tekad Satu Tujuan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Air bagi Sumiati

12 Desember 2018   22:42 Diperbarui: 12 Desember 2018   22:59 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Sumiati, Sumiati!" gumamku dalam guyuran air tandon.

***

Prihatin. Satu tahun yang lalu, Sumiati hidup sederhana dalam keluarga sederhana pula. Pekerjaanya sebagai buruh cuci, tidaklah mampu mencukupi kebutuhan hidup. Di zaman seperti ini semuanya mahal. Peralatan dapur mahal. 

Perabot rumah tangga mahal. Bahan makanan mahal. Tagihan listrik naik, begitupula dengan biaya sekolah anaknya. Karena keterhimpitan dan terpojoknya keadaan itu, suami Sumiati, Kang Parjo merantau ke Pulau tetangga. Pulau Kalimantan Timur lengkapnya.

Siang itu, Kang Parjo melangkahkan kakinya memasuki awak kapal. Kapal berukuran cukup besar dengan jumlah tempat duduk sekitar 100 buah. Satu per satu penumpang kapal mulai menempati kursi-kursi kosong. 

Kang Parjo duduk di antara mereka, merasakan ayunan lembut ombak yang datang tanpa jeda. Perjalanan untuk mencari nafkah, demi anak dan istri pun di mulai.

Kapal berlaju semakin jauh meninggalkan daratan. Ombak besar semakin terasa. Jantung Kang Parjo berdegub kencang. Ia memikirkan jika nanti akan terjadi suatu kejadian besar. Kang Parjo duduk dengan tak tenang. Kegelisahan menyelimuti pikirannya. 

Matanya terpejam bersama kegelisahan dan ketakutan sembari tak lelah bibirnya komat-kamit. Entah apa yang dilantunkan. Doa atau mantra atau tembang-tembang Jawa guna memalingkan pikiran negatif itu.

Ombak setinggi dua meter menggegerkan seluruh penumpang kapal. Mereka terpontang-panting terbawa ayunan ombak itu. Kang Parjo masih seperti tadi. Tiba-tiba, ada beberapa penumpang berteriak histeris. 

Seketika itu pula, wajah Kang Parjo memerah. Otaknya kalang kabut. Darahnya seakan-akan berhenti di tempat. Disusul jantungnya pun naik-turun tak beraturan. Dan, ia mulai panik berlarian tak tentu arah.

"Air... air... air..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun