Mohon tunggu...
Mbak Avy
Mbak Avy Mohon Tunggu... Penulis - Mom of 3

Kompasianer Surabaya | Alumni Danone Blogger Academy 3 | Jurnalis hariansurabaya.com

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Dilema antara Cari Jodoh Sendiri atau Dijodohkan

26 Mei 2021   05:59 Diperbarui: 27 Mei 2021   01:22 1978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya dulu sempat berpikir untuk minta dijodohkan saja, karena tipe laki-laki yang saya impikan itu tidak sama dengan yang disukai orangtua terutama ibu. Kalau bapak saya tidak terlalu banyak menuntut, standar saja sih. Beliau hanya ingin putrinya dijaga seumur hidup oleh laki-laki yang baik dan bertanggung jawab. Itu saja sudah cukup, tapi kalau ibu biasanya lebih rumit lagi, kan? 

Berderet persyaratan dan kriteria yang harus sesuai dengan apa yang beliau idamkan. Mungkin pingin putrinya mendapatkan pangeran berkuda yang sempurna lahir dan batin (wah saya juga mau kok hehehe).

Dilema Mencari Jodoh

Dulu saya pernah dekat dengan seorang taruna (calon tentara). Kebetulan dia teman dari kakak sulung saya. 

Dari awal dia mendekati, saya sudah menjaga jarak. Karena dalam hati, saya memang tidak ingin punya suami seorang tentara. 

Meskipun bapak dan kakak adalah seorang tentara. Salah satu alasannya adalah saya tidak suka kalau (sering) ditinggal tugas. Alasan yang menurut saya pribadi adalah masuk akal, karena saya sudah kenyang ditinggal tugas bapak sejak kecil hingga masa SMA, jadi semacam trauma.

Pernah waktu bapak lagi dinas di Timor Timur, adik saya masuk rumah sakit. Melihat ibu begitu panik dan sedih, itu sangat terekam dalam memori saya waktu kecil hingga sekarang. 

Menurut saya, idealnya suami dan istri itu harusnya selalu berdekatan untuk bersama-sama menghadapi masalah yang ada dalam rumah tangga termasuk masalah anak.

Pernah juga kakak saya yang tentara ditugaskan di wilayah konflik Bosnia selama satu tahun. Saya sebagai adiknya saja merasa tidak tenang tiap saat memikirkan kondisi kakak di sana, apalagi istri dan keluarganya. Makanya saya sangat salut dengan istri para tentara yang tangguh dan tegar (termasuk ibu saya).

Kembali ke cerita awal, saya mengungkapkan alasan kepada ibu mengapa tidak mau punya calon suami seorang tentara. Tapi rupanya ibu saya tidak bisa menerima alasan saya tersebut. Dia kira meskipun saya terlahir sebagai anak kolong, mental juga otomatis harus kuat dan tangguh seperti dia.

Setelah gagal "menjodohkan" dengan teman kakak, rupanya ibu belum putus asa. Beliau mencari cara dengan berusaha mengenalkan anak dari temannya. 

Dan pilihannya masih tetap dari kalangan tentara. Jelas-jelas saya tetap bersikukuh menolak dan mentah-mentah lagi (kayaknya ngajak perang lagi nih hehehehe).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun