Mohon tunggu...
Mbak Avy
Mbak Avy Mohon Tunggu... Penulis - Mom of 3

Kompasianer Surabaya | Alumni Danone Blogger Academy 3 | Jurnalis hariansurabaya.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kebohongan Deri

10 Mei 2021   14:38 Diperbarui: 12 Mei 2021   19:28 875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebohongan Deri (foto diambil dari shutterstock)

Allohu akbar allohu akbar....

Adzan maghrib sudah berkumandang. Tanda puasa hari ini sudah selesai dan sudah boleh dibatalkan. Pasti semua umat muslim di seluruh dunia yang menjalankan ibadah puasa, sontak mengucapkan alhamdulillah. Begitu juga di rumah bu Tejo. Seluruh anggota keluarga sudah lengkap duduk di meja makan, siap membatalkan puasa hari ini. Ada bapak, mas Deni, mbak Desi dan.... Bu Tejo sedikit clingak clinguk tampaknya mencari seseorang. Anakku kurang satu, demikian gumamnya.

"Deriiiiiiiiii.......sudah maghrib nak, cepet batalkan puasamu."

Suara kencang bu Tejo seolah ingin menembus langit tingkat tujuh. Karena Deri si bungsu memang sedang di lantai 2. Kalau panggilannya tidak kenceng, pasti nggak akan terdengar.

Belum nampak ada tanda-tanda Deri turun. Untuk kedua kalinya bu Tejo memanggil nama Deri sedikit lebih kencang lagi, sambil mendongakkan kepalanya dari bibir tangga.

"Susul aja ke atas mih." kata pak Tejo, yang merasa sedikit terganggu dengan suara istrinya yang nyaring dan cempreng. Dengan sedikit bersungut, bu Tejo menuruti apa kata suaminya. Karena dia juga keburu pengen buka, setelah tadi hanya meminum seteguk air.

"Kebiasaan si Deri ini. Memangnya nggak denger kalau sudah Maghrib. Apa nggak laper tuh anak. Jangan-jangan ketiduran."gerutu bu Tejo, sambil membuka kamar Deri.

Ternyata dugaannya benar. Deri sedang tertidur lelap dengan handsfree menancap di telinganya. Pantes saja nggak dengar waktu di panggil-panggil. Mau diteriakin sampai 7 oktaf juga pasti kagak denger.

"Der bangun, udah maghrib itu lo!" dengan suara agak pelan, bu Tejo menggoyang-goyangkan badan Deri. Terlihat dia cukup pulas tidurnya. Nggak heran, karena hampir sepanjang harian main game sejak setelah sholat tarweh. Bangun cuman buat sholat aja.

Tidak lama Deri mengeliatkan badannya, sambil mengusap-usap matanya. Sedetik kemudian dia tersentak.

"Hah? Sudah maghrib ma?"

Sontak dia lari menuju ruang makan di lantai bawah. Bu Tejo hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan anak bungsunya.  Ternyata Deri langsung minum dan makan bergabung dengan ayah dan kakak-kakaknya. Mungkin karena sudah kelaparan dan haus sudah tidak terpikir cuci muka dulu.

"Deri, lain kali jangan tidur setelah ashar. Apalagi menjelang buka puasa dan maghrib. Tidak elok." tegur pak Tejo dengan nada yang kalem. Kalau bu Tejo biasanya dengan gaya bicara yang meledak-ledak tapi sangat peduli dengan anak-anak. Pak Tejo kebalikannya. Beliau lebih tenang dan halus.

"Iya ayah. Tadi Deri ketiduran karena capek semalam tidak tidur sampai sahur." jawab Deri sambil mengunyah pisang goreng kesukaannya.

"Itulah kalo kebanyakan main game. Akhirnya tadi malam nggak berangkat tarwih juga kan? sahut Deni sang kakak.

Spontan Deri melotot, kaget mendengar kalimat yang dilontarkan kakaknya. Dia nggak menyangka kalau Deni tahu kalau semalam dia nggak tarwih. Padahal pamit dari rumah berangkat tarwih lanjut tadarusan di masjid dekat rumah sama teman-temannya. Kebetulan puasa tinggal beberapa hari lagi. Jadi anak-anak yang ikut ngaji mau mengejar target katam Al Quran.

"Lho jadi kamu nggak tarweh Der?" tanya bu Tejo. Matanya sudah bulat melotot menahan amarah. Pak Tejo juga menatap tajam ke arah Deri.

Sholat Tarwih adalah kewajiban yang sudah ditegakkan di keluarga Tejo dari anak-anak kecil. Sebenarnya mereka sangat patuh dan penurut. Tapi Namanya juga anak-anak. Apalagi Deri masih duduk di bangku SMP kelas 7. Keinginan untuk bermain masih tinggi. Beda dengan Deni yang sudah kuliah dan Desi yang baru lulus SMA.

Deri masih tertunduk tak berani mengangkat wajahnya. Tapi mulutnya tetap mengunyah. Tangannya malah mengambil pisang goreng yang ke 2.

"Baiklah. Karena Deri sudah berbohong, dia harus mendapat hukuman. HP di sita selama 2 hari. Itu konsekuensi tidak jujur, apalagi ini bulan puasa. Dimana kita harus menjaga omongan dan perbuatan." ujar bu Tejo.

Deri hanya mengangguk lesu. Kalau HP disita, sudah menjadi hukuman terberat buat dia. Karena memang hiburan satu-satunya selama bulan puasa hanya HP. Tapi dia harus patuh dengan aturan yang ditegakkan di rumah.

"Pasti kalian juga tidak lupa akan ajaran ustadz serta ustadzah. Di bulan puasa ini, harus memperbanyak amalan dan ibadah. Mensucikan diri lahir dan batin. Tidak hanya perbuatan tapi juga ucapan. Jangan biasakan berbohong apalagi dengan hal-hal yang kecil. Nanti bisa-bisa kalian tidak akan takut untuk melakukan kebohongan yang besar." kata pak Tejo.

"Bersuci lahir itu dengan menyempurnakan rukun-rukun ibadah. Kalau berwudhu harus bersih. Pakaian dan tempat sholat juga bersih. Sedang bersuci batin itu menjaga bicara, sikap dan pikiran kita." lanjut pak Tejo.

"Iya ayah, ibu dan mas Deni mbak Desi. Deri minta maaf telah bohong. Janji nggak akan mengulanginya lagi." terpatah-patah Deri mengakui kesalahannya. Ada rasa sesal yang berkecamuk. Salah satunya adalah tidak bisa bermain game lewat HP selama 2 hari.

Deni, Desi dan Deri sangat paham bahwa cara mendidik orang tuanya itu semua demi kebaikan mereka. Meski tidak dengan cara yang keras dan ketat, tapi bu Tejo dan pak Tejo tetap mengedepankan pendekatan secara batin. Sehingga mereka malah lebih respek dan hormat.

Sekolah yang paling baik itu memang dimulai dari rumah. Semua bentuk pelajaran sudah dimulai dari kecil. Guru yang baik itu adalah ayah dan ibu. Jadi tidak ada kata berhenti untuk selalu mendidik anak-anak kita. Sampai kapanpun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun