Mohon tunggu...
Mbak Avy
Mbak Avy Mohon Tunggu... Penulis - Mom of 3

Kompasianer Surabaya | Alumni Danone Blogger Academy 3 | Jurnalis hariansurabaya.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Sepenggal Cerita yang Tersisa dari Istana Negara

9 Januari 2016   23:35 Diperbarui: 10 Januari 2016   08:28 2072
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita ini sebenarnya sudah beberapa minggu yang lalu. Tepatnya hari Sabtu, 12 Desember 2015. Sudah agak basi rasanya kalau saya baru mau bercerita sekarang. Terus apakah saya mengurungkan niat untuk berbagi cerita?

Tentu saja tidak. Karena saya berpikir, ini adalah sebuah kesempatan langka yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Tidak ada salahnya saya berbagi cerita tentang pengalaman yang berkesan ini meskipun hanya lewat tulisan dan gambar.

Mendapat kehormatan di undang ke Istana Negara dan bertemu dengan orang nomor satu di republik ini, mungkin memang satu hal yang mustahil. Karena saya hanya rakyat biasa, bukan pejabat bahkan bukan siapa-siapa. Membawa nama pribadi dengan menyandang sebagai Kompasianer, saya datang ke Jakarta dengan niat untuk bisa bersilaturahmi dengan teman Kompasianer seluruh Indonesia. Serta dengan tujuan untuk turut meramaikan acara Kompasianival 2015. Tapi apresiasi dari Kompasiana ternyata lebih dari yang saya duga.

Jumat malam sekitar jam 8 saya baru sampai di rumah kakak, yang menjadi tujuan awal ketika menjejakkan kaki di Jakarta. Belum sempat berbasa-basi dengan tuan rumah, ketika telpon genggam saya berdering. Muncul kode are Jakarta? Langsung saya terima. Di ujung telpon memperkenalkan diri bernama Nur Hasanah dari Kompasiana? Tanpa basa-basi…

“Mbak Avy sudah sampai di Jakarta? Bawa baju batik nggak? Sepatunya fantofel atau dari kulit ya dan nggak boleh pakai jeans. Jam 9 di harap sudah berkumpul di Gandaria City untuk bersama-sama ke Istana?”

Wow, kabar yang cukup mengejutkan sekaligus membahagiakan. Ternyata mbak Nur Hasanah dari Kompasiana tadi menyampaikan informasi bahwa saya masuk menjadi salah satu dari 100 Kompasianer yang di undang “Makan Siang Di Istana”. Istana Negara? Ya iyalah, masa istana Buckingham. Karena yang mengundang adalah bapak Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia. Jadi tempatnya adalah di Istana Negara di Jakarta.

Saya masih setengah tidak percaya, meskipun telpon dari mbak Nur Hasanah sudah di tutup sejak beberapa menit yang lalu. Tapi sejak sore, sepanjang perjalanan saya memang sempat membaca status-status “kegaduhan” di media sosial membahas tentang 100 Kompasianer yang akan di undang makan siang bapak presiden. Hanya saja saya tidak terlalu peduli karena saya pikir itu mungkin hadiah ngeblog atau kompetisi bagi peserta Kompasianival. Nanti yang beruntung atau menang akan di undang makan siang ke Istana Negara. Seperti biasa, saya hanya memegang prinsip bahwa “kalau rejeki memang tidak akan kemana kok”.

Dan selanjutnya saya sudah ngerepoti tuan rumah untuk pinjam baju batik. Sebenarnya baju batik sudah menjadi kostum wajib yang harus saya bawa ketika ada acara-acara di luar kota. Tapi kali ini, saya membawa atasan batik yang saya pasangkan dengan rok berbahan jeans. Nah lo!!! Sesuai pesan mbak Nur Hasanah dan tentunya peraturan dari Istana Negara sendiri pasti tidak akan mengijinkan kalau tamu atau pengunjung memakai busana dengan berbahan jeans. Syukurlah badan saya sama kakak ipar tidak beda jauh. Akhirnya masalah baju batik bisa teratasi malam itu juga.

Jam 09.00 pihak Kompasiana yang mengurusi acara “Undangan Makan Siang Di Istana” sudah sibuk mengabsen dan membagikan amplop undangan ke masing-masing Kompasianer yang sudah tercatat sebagai undangan. Suasana sungguh ramai dan seru. Wajar sekali. Karena pagi itu bersamaan dengan dibukanya acara Kompasianival 2015. Sepertinya hampir semua Kompasianer dari seluruh wilayah Indonesia sudah hadir di Gandaria City. Kegembiraan bercampur baur ketika para Kompasianer saling bertemu. Jadilah suasana semakin pecah dengan segala macam perasaan yang bercampur aduk. Dan tentunya yang tidak kalah seru adalah sessi foto bersama. Kapan lagi bisa mengabadikan momen langka. Eh termasuk saya juga hehehe…

Ternyata, momen bernarsis ria itu tidak berhenti sampai di situ saja. Sesampai di Istana Negara pun, hampir semua Kompasianer berlomba untuk mengabadikan setiap tempat yang di jumpai. Pokoknya hebooooohhhh. Apalagi ketika mas Nurululloh dari Kompasiana sempat memberi tahu bahwa nanti kami tidak diperbolehkan membawa tas, kamera, handphone dan barang apapun. Semua barang dititipkan ke Paspampres tanpa kecuali. Maka semua Kompasianer memuas-muaskan diri untuk berfoto di halaman depan Istana Negara, kurang lebih setengah jam sebelum ada aba-aba masuk dari Paspampres.

MENJADI TAMU ISTIMEWA

Sebelum memasuki gedung utama Istana Negara, rombongan Kompasianer melalui pintu yang disterilkan oleh paspampres. Dimana semua barang bawaan termasuk handphone dan kamera harus ditanggalkan. Sudah bisa dibayangin kaaaaaannn....bener-bener mati gaya deh semuanya....hehehehe

Diarahkan oleh beberapa paspampres untuk masuk menuju ruang utama, para Kompasianer langsung mengambil tempat yang sudah disusun rapi per meja (around table). Karena saya termasuk jalan lebih dulu, beruntung bisa menempati meja yang tidak terlalu jauh dari meja utama yang rencana akan diduduki presiden Jokowi. Bersama pak Ang Tek Khun, mbak Marla, mbak Ariyani Na, pak Sutiono dan pak Daniel.

Sambil menunggu bapak presiden masuk ke ruangan, yang hadir sibuk saling menyapa dan bercerita. Apalagi ketika tampak beberapa staff kepresidenan turut nimbrung menyapa satu per satu meja Kompasianer. 

Ketika ada pemberitahuan dari pembawa acara Istana bahwa bapak presiden segera memasuki ruangan, kamipun berdiri. Tapi ketika pak Jokowi sudah terlihat dari kejauhan, para kompasianer justru merangsek untuk menghampiri beliau. Meskipun berebut untuk bisa berjabat tangan, tidak pake desak-desakan. Ya iyalah...mau di colek sama paspamres hehehehe. Di bawah ini adalah foto saya setelah mendapat kesempatan berjabat tangan dengan beliau, kemudian kembali ke tempat masing-masing. Sayang banget, saya gak ada foto pas waktu berjabat tangan *kuciwa

Saya kira presiden akan langsung menyampaikan kata sambutan, ketika melihat beliau beranjak lalu mengambil mike. Kami sudah memasang wajah serius, tetapi ternyata...

"Jangan terlalu serius. Ayo kita makan saja..." ucap beliau sambil melempar tawa kecilnya. Kemudian menuju meja tempat makan siang terhidang.

Spontan seluruh yang hadir dalam ruangan itu jadi pecah tawanya. Saya dan teman-teman yang lain tidak menyangka kalau ternyata bapak presiden bisa melontarkan kata-kata becanda itu. Dan seperti di beri komando, para Kompasianer langsung menyerbu meja makan yang berada di dua sisi dalam ruangan tersebut. Tentu saja gak pake aba-aba, karena memang jam makan sudah sedikit molor dari waktu yang semestinya. Kompasianer pun tidak perlu basa basi, untuk memperlihatkan bahwa perut mereka memang sudah keroncongan semua. Gak pake malu-malu pokoknya, langsung serbuuuuuuuu hehehehe.

Dari berbagai macam menu masakan yang tersaji, ternyata hampir semua mengakui kalau Sop Buntut Istana lah juaranya. Beruntung saya juga sempat mencicipi. Padahal biasanya saya kurang begitu suka masakan yang berdaging dan berlemak. Mungkin karena waktu itu badan saya tidak cukup fit, karena efek capek di perjalanan dan banyak pekerjaan yang belum tuntas. Sehingga masakan yang berkuah segar dan hangat menjadi pilihan saya siang itu, yaitu Sop Buntut. Bagaimana rasanya? Wah saya tidak bisa menceritakan dengan kata-kata saking sedapnya. 

KESERUAN SELESAI MAKAN SIANG

Setelah makan siang, dilanjutkan acara ramah tamah. Ada 8 Kompasianer yang mendapat kesempatan untuk menyampaikan segala macam permasalahan kepada bapak presiden. Semula masing-masing hanya mendapat waktu sekitar 5 menit. Tapi ternyata berdiskusi dengan pak Jokowi asik juga. Karena diselingi dengan guyonan, sampai tidak terasa waktunya molor dari jam yang sudah ditentukan.

Sebenarnya kami harus makhlum, karena sepertinya bapak presiden tidak sedang dalam kondisi fit. Mungkin juga karena alasan itulah, rencana Kompasianival akan di buka oleh beliau jadi batal. Sebagai gantinya, 100 Kompasianer mendapat undangan istimewa ke istana. Tapi ketika ada Kompasianer yang tercetus bilang "Semoga lekas sembuh ya pak...".

Spontan pak Jokowi balik bertanya "Lho siapa yang sakit?"

"Katanya bapak lagi tidak enak badan?" timpal beberapa Kompasianer yang lain.

"Wong cuman masuk angin kok. Sekarang juga sudah enakan..." jawab pak Jokowi sambil melempar tawa kecilnya. Yang kemudian di sambut jawaban lega dari para kompasianer.

Setelah acara dinyatakan selesai oleh protokoler Istana Negara, tapi ternyata tidak bagi para Kompasianer. Merasa belum cukup puas dan lega, beberapa masih mengajak berdialog secara langsung kepada pak presiden. Bahkan ada yang minta tanda tangan di kertas undangan yang di bawanya. Tentu saja memberikan inspirasi bagi yang lain. Sampai akhirnya semua minta tanda tangan. Tidak hanya presiden yang kewalahan. Paspamprespun tidak bisa menahan antusias Kompasianer dan keiinginan pak Jokowi memenuhi permintaan mereka. Sampai akhirnya pihak Kompasiana mengumpulkan semua undangan tersebut supaya bisa di tanda tangani presiden nantinya.

Masalah tanda tangan sudah teratasi, selanjutnya adalah sesi foto-fotoan yang tidak kalah seru. 

Apa yang berkesan sejak saya bertemu dengan pak Joko Widodo?

Pertanyaan itulah yang pertama diajukan oleh suami ketika saya sudah kembali di Surabaya. Dia ikut antusias sewaktu mendengar saya mendapat undangan dari istana tersebut. Terus terang suami saya sangat mengidolakan beliau sejak menjadi walikota Solo. Di tambah lagi ketika pak Jokowi bergabung dengan PDI Perjuangan, yang merupakan partai politik kebanggaan suami saya. Mungkin dikarenakan suami adalah asli Blitar. Tempat kelahiran dan tempat peristirahatan terakhir bung Karno.

Sedangkan meskipun saya bukan politikus, tapi sebagai warga negara saya mempunyai pilihan ketika masa Pemilu kemarin. Dan pilihan saya berseberangan dengan suami. Namun itu tidak pernah memunculkan masalah di antara kami. Bahkan dengan idola yang berbeda, diskusi kami makin seru dan berwarna. Bahkan pada anak sulung yang sudah mempunya hak pilih, kami tidak pernah khusus meminta dia untuk memilih si A atau si B. Keluarga kami betul-betul keluarga yang demokratis. Karena kami mempunyai prinsip bahwa "siapapun yang menjadi pemimpin di Negara ini, justru kunci yang paling utama berawal dari masyarakat kecil kita  yaitu KELUARGA". Di mulai dari keluarga untuk mengajarkan kerukunan, saling mengasihi dan mengutamakan pendidikan. Sehingga kelak akan mencetak generasi bangsa yang berkualitas. 

Terus kesan saya apa dong? Yang jelas beliau tidak terlalu jauh dari gambaran orang selama ini yaitu pribadi yang sederhana dan terbuka. Dari penampilan dan gaya bicara tidak ada yang berubah, meskipun selama ini saya hanya mengamati lewat televisi. Yang bisa dirasakan adalah respon dari apa yang disampaikan oleh para Kompasianer, di dengar dan direalisasikan. Selama itu bagus dan mendukung kemajuan bangsa. 

OPTIMISME NETIZEN

Sebagai orang nomor satu di republik ini, Presiden Jokowi begitu menghargai para Kompasianer yang sudah di undang di Istana Negara. Memperlihatkan bahwa beliau turut memperhitungkan keberadaan para penulis yang biasa juga di sebut netizen atau blogger tersebut. Hal itu diungkapkan ketika memberikan kata sambutan seusai makan siang, bahwa beliau masih menyempatkan membaca artikel-artikel di Kompasiana. Meskipun itu seputar hujatan, cibiran dan protes kepada pemerintahan. Bahkan sampai menyerang kepada kehidupan pribadi beliau dan keluarga.

"Saya itu sudah sering main ke rumah pak Prabowo. Dan sudah tidak ada masalah. Tapi herannya yang di bawah kok masih gontok-gontokan saja."

Begitulah salah satu bentuk keprihatinan secara pribadi yang dikeluhkan pak Jokowi menyikapi fenomena Pemilu yang belum bisa hilang sampai sekarang. Itu juga pe er dari kami para Kompasianer yang secara tidak langsung menjadi penampung uneg-uneg presiden. Untuk bisa menyampaikan informasi kepada masyarakat, meskipun lewat tulisan, secara bijak dan bermartabat. 

Saya pribadi sangat optimis melihat perkembangan yang terjadi sejak acara makan siang tersebut. Yaitu apresiasi bapak presiden terhadap Kompasianer dibuktikan dengan merealisasikan usulan dari pak Thamrin Dahlan. Untuk melibatkan Kompasianer dalam kunjungan kerja presiden ke daerah. Beberapa waktu yang lalu sudah di tunjuk mas Iskandar Zulkarnaen dan bang Gapey untuk meliput kunjungan presiden ke Kupang. Wow gak nyangka banget, bisa secepat itu responnya. 

Dan itu menjadi angin segar buat para netizen pada umumnya. Bukannya tidak mungkin kesempatan itu juga bisa datang pada kita? Atau pada saya? Saya hanya bisa mengucapkan : aamiin. 

Kalaupun saya mendapat kesempatan itu, mungkin saya lebih tertarik untuk meliput kegiatan ibu negara saja. Karena ketika mendampingi bapak presiden, pasti beliau juga mempunyai kegiatan yang tidak kalah pentingnya. Terutama yang berkaitan dengan kehidupan dan peran wanita di masing-masing wilayah di Indonesia. Sepertinya belum banyak terliput dan terekspose selama ini. Saya jadi ingat tulisan beberapa waktu yang lalu yaitu Seandainya saya menjadi ibu negara. Mudah-mudahan ibu Iriana berkenan membacanya juga.

Itulah optimisme saya sebagai Kompasianer, bahwa untuk peran netizen di masa mendatang harus bisa menjadi bagian dari kontrol pemerintahan. Baik dari sisi yang mendukung maupun yang mengkritisi. Karena mendukung belum tentu baik begitu juga yang mengkritisi belum tentu jelek. 

TERIMA KASIH KOMPASIANA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun