Mohon tunggu...
Mbak Avy
Mbak Avy Mohon Tunggu... Penulis - Mom of 3

Kompasianer Surabaya | Alumni Danone Blogger Academy 3 | Jurnalis hariansurabaya.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[KC] "Aku juga mencintaimu Bayu"

2 Oktober 2015   21:02 Diperbarui: 3 Oktober 2015   19:38 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Peserta No. 53

 

Asih melepaskan pandangannya nun jauh di ujung senja. Matanya nanar dan kosong. Tapi dia melihat warna lembayung sudah mulai memendar memenuhi langit yang tadinya memutih. Perlahan kabut hitam pun datang beriringan. Tanda-tanda akan turun hujan semakin terasa, ketika angin dingin menyentuh kulit tubuhnya. Tapi dia tak peduli. Langkah kaki mungil itu tetap menjelajah pinggiran pantai yang basah karena riak-riak ombak.

“Apakah kau tak datang lagi Bayu?” lirih suara hati Asih menggambarkan kecemasan yang membayang di  wajahnya yang tampak makin memucat. Energinya seolah sudah memudar seiring kelelahan yang mulai memuncak.

Setiap hari dia selalu mengunjungi pantai berpasir putih itu. Dari siang sampai malam menjelang. Sore ini adalah hari ke 29. Besok sudah terhitung satu bulan Bayu tidak kunjung datang. Padahal dia berjanji untuk segera kembali dan meminta Asih untuk menyambutnya di bibir pantai. 

“Aku hanya ingin kamu yang menjemputku kalau pulang nanti Asih. Bukan yang lain. Dan kamu harus janji itu." demikian pesan Bayu ketika dia akan berangkat berlayar.

Dia tampak serius dan bersungguh-sungguh. Tapi tidak menyembunyikan kesenduan yang terpancar dari raut wajahnya. Agak aneh kali ini. Tapi Asih menepis rasa itu. Dia menganggap mungkin memang seperti itulah aroma yang muncul dalam suatu perpisahan. 

Selanjutnya, hari-hari Asih penuh pengharapan dan penantian. Dia tidak pernah lelah menunggu Bayu kekasihnya untuk kembali pulang. Karena dia berjanji akan segera meminang Asih, gadis sepermainan yang kini menjadi pujaan hatinya. 

 

***

Sore itu  senja cukup indah. Seperti biasa mereka berdua menikmati suasana menjelang malam di pantai putih. Bayu memegang erat tangan Asih dan sesekali merapikan rambut panjangnya yang berlari-lari dipermainkan angin. 

“Aku sayang kamu Asih.” desis lembut suara Bayu mampir di telinga Asih. 

Muka Asih spontan merah padam. Diapun tertunduk karena tersipu-sipu. Kemudian memalingkan muka, menghindari tatapan Bayu yang mendesak menunggu jawaban dari mulut mungilnya.

“Heiiii....jawab dong Asih. Ini yang kesekian kalinya kamu tidak pernah mau menjawab ungkapan cintaku.” ya. Ada rasa sedikit kesal dari balik suara Bayu yang mulai meninggi,  ketika Asih tetap mengunci rapat bibirnya.

Asih masih saja memalingkan mukanya karena malu, walaupun dadanya membuncah dan berdegup kencang karena rasa bahagia. Tapi dia tidak mau hal itu diketahui Bayu. 

“Baiklah kalau begitu. Berarti kamu  tidak sungguh-sungguh menyayangi aku. Atau mungkin aku bukan satu-satunya di hati kamu?” cetus Bayu sambil beranjak pergi.

“Aku malu Bayu. Jangan paksa aku untuk mengatakan itu. Pasti kamu sudah tahu isi hatiku.” elak Asih. Dikejarnya Bayu yang mulai menjauh darinya. 

“Kenapa malu? Aku tahu kamu pasti sayang sama aku. Tapi aku hanya ingin kamu mengucapkan langsung dari mulutmu. Lagipula kita kan cuman berdua Sih?”

“Sekali lagi jangan paksa aku Bayu. Suatu saat kau pasti akan tau tanpa harus aku ucapkan." teriak Asih sambil berlalu menjauh untuk menghindari desakan Bayu. Perasaannya makint idak nyaman kalau Bayu sudah membicarakan hal yang sensitif bagi Asih itu.

Kali ini Bayu tidak mengejar Asih seperti biasanya. Memang sedikit aneh gadis ini, demikian pertanyaan yang selalu mengganggu di pikiran Bayu. Beribu kali dia menyatakan sayang, tak satupun jawaban serupa meluncur dari bibir Asih. Meskipun Bayu tahu pasti bahwa Asih juga pasti sangat menyayanginya.

Tapi jauh di relung hati Asih, yang tidak mungkin diketahui oleh Bayu. Asih menangis dalam hati.

"Aku tidak akan mengucapkan cinta lewat kata-kata. Aku akan buktikan lewat kesetiaan dan pengabdian kelak sebagai istrimu Bayu. Aku tidak mau seperti ibuku, yang mengobral kata cinta ke semua laki-laki. Akhirnya mengkhianati bapakku. Aku tidak mau kamu kelak menilaiku seperti itu."

 

***

Asih tetap tidak bergeming ketika butiran hujan semakin deras mengguyur bumi. Pantai putih itu kini menjadi gelap. Badannya sudah basah kuyup, demikian juga baju yang dikenakannya. Tapi dia tak peduli. Matanya nyalang menantang langit yang sudah berubah hitam pekat.

“Dimana kamu bersembunyi bintang? Kenapa kamu takut menemaniku malam ini...?” teriak Asih sekeras-kerasnya.

Tapi suaranya hilang tertelan petir yang menggelegar.  Isak tangispun meledak. Seperti dadanyayang membuncah karena rasa kecewa. Air matanya berbaur dengan tetesan hujan yang makin tidak bersahabat. Ketika tiba-tiba tangan kuat menarik tangannya untuk kemudian berlindung di bawah payung. Asih meronta untuk tetap bertahan membiarkan badannya di guyur hujan.  Dia ingin hujan menelan lumat-lumat raga yang di rasa sudah tidak berharga ini. Tapi tangan itu terlalu kuat.

Asih menatap marah ke arah bapaknya yang tetap berusaha melindunginya dari guyuran hujan. 

“Aku nggak mau pulang, pak. Aku harus tetap disini sampai Bayu datang. Karena aku sudah berjanji untuk menunggunya sampai kapanpun.” suara Asih lantang menunjukkan protes atas kehadiran bapaknya.

“Dia tidak mungkin datang, nak. Bayu sudah tenang di alamnya. Kamu harus bisa menerima kenyataan ini.” Suara bapak Ranti tidak kalah keras, untuk melawan suara hujan yang makin deras.

Mata Asih langsung menyalang menahan marah. Dia tidak terima atas ucapan bapaknya itu. Dia yakin Bayu tidak akan pernah pergi meninggalkan dia sendirian. Bayu akan selalu menemani dia ketika menyambut senja dan menapak hari di pantai penuh kenangan ini.

Asih berlari kencang melepas pegangan bapaknya. Menembus malam sambil menangis tergugu. Antara bayangan dan kenyataan berkecamuk dalam pikiran dia yang mulai menyadari. Bahwa Bayu tidak akan pernah lagi menemani hari-harinya bermain di pinggir pantai. Memandang langit biru dan gulungan ombak yang menderu. Menanti senja yang berganti malam. Dan satu hal lagi, Bayu tidak akan pernah mendengar jawaban cinta yang selama ini dia tunggu keluar dari bibir Asih.

Lelah berlari, Asih menghentikan langkahnya sambil terengah-engah. Kemudian jatuh. Bersimpuh mencium bumi. Di antara derai hujan yang membasahi wajah dan menyamarkan air  matanya. Bergetar bibir itu sambil berucap “aku juga mencintaimu Bayu”.

 

***

 

Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community

Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community

Ilustrasi

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun