Mohon tunggu...
Zainur Roziqin
Zainur Roziqin Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

penikmat ciptaan-NYA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyoal Definisi "Ilmiah" dalam Seminar Rabithah Alawiyah Ahad 08/09/24 (Perspektif Matematis)

13 September 2024   19:24 Diperbarui: 13 September 2024   19:35 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 Pada hari ahad 08/09/24 bertempat di rabithah alawiyah terjadi diskusi yang sangat menarik membahas tentang masalah isu nasab dari para habaib ba alawi yang menjadi polemik 2 tahun belakangan ini. Diskusi tersebut terjadi antara guru gembul dan pihak rabithah alawiyah yang diwakili oleh gus wafi dan habib fikri Shahab. Dalam diskusi tersebut kedua belah pihak setuju dengan tema yang akan didiskusikan yakni "diskusi ilmiah". Sebelum diskusi dimulai sudah terjadi perdebatan yang sangat Panjang terkait dengan definisi "ilmiah" itu sendiri.

Gus wafi mengutip definisi ilmiah dari kitab "lawami' al anwar" yang ditulis oleh al imam as Saffrn yang memandang ilmiah itu melalui 3 cara: yang pertama adalah al hawasus salimah (inderawi), kedua adalah khobarus shodiq (kabar yang pasti benar) yang nantinya dibagi menjadi 2 yakni khobarul mutawatir dan khobarul nabi al mu'ayyad bil mukjizat, terakhir adalah al aqlu(akal).

Sayangnya definisi tersebut ditolak mentah-mentah oleh guru gembul dikarenakan gus wafi mengutip definisi tersebut dari kitab teologis. Menurutnya Kitab teologis didasarkan pada keimanan, dan keimanan tidak bisa disesuaikan secara epistemologis dengan studi akademis apalagi ilmiah.

Guru gembul mendefinisikan ilmiah sebagai sesuatu yang berlandaskan dengan metodologi ilmiah dan disajikan dengan sistematika yang ilmiah juga. Metodologi dan sistematika ilmiah adalah sesuatu yang sesuai dengan pengetahuan. Pengetahuan merupakan penerimaan benak kita terhadap sebuah informasi yang dapat dikonfirmasi secara inderawi. 

Beliau juga menegaskan bahwa ilmiah tidak hanya didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat dikonfirmasi secara inderawi, tetapi inderawi merupakan level pertama untuk mamastikan bahwa sesuatu itu ilmiah atau tidak. Selain mensyaratkan ilmiah itu harus terbukti secara inderawi, guru gembul juga menambahkan bahwa sesuatu yang ilmiah itu harus objektif tidak boleh subjektif. 

Setelah berdiskusi tentang definisi ilmiah tersebut, sayangnya kedua belah pihak masih belum bisa menemukan titik temu. Pihak ba alawi sendiri pun tidak melontarkan argumentasi yang kuat untuk bisa menggugurkan definisi "ilmiah" yang disampaikan guru gembul tersebut. Akhirnya, diskusi tersebut menjadi kurang terarah karena tidak terjadi kesepakatan pendefinisian "ilmiah" dari kedua belah pihak. 

Sebagai salah satu mahasiswa matematika saya tadinya tidak tertarik dengan polemik ilmu nasab ini, karena memang saya tidak punya kapasitas untuk membahas itu. Saya tertarik untuk membahas masalah ilmiah ini, karena pada akhirnya matematika atau lebih spesifik statistik digunakan oleh guru gembul sebagai metode ilmiah untuk menguji keabasahan nasab ba alawi. Langkah guru gembul tersebut otomatis menyetujui bahwa matematika merupakan suatu ilmu atau metodologi yang "ilmiah". Apakah benar seperti seperti itu?

Sebelum kita membahas matematika, penting untuk memahami bahwa metode ilmiah di seluruh dunia umumnya mencakup dua pendekatan utama: empiris dan normatif. Metode empiris berfokus pada observasi dan eksperimen, yang bisa bersifat kuantitatif (mengukur data numerik) maupun kualitatif (mengumpulkan data deskriptif). Sementara itu, metode normatif terkait dengan evaluasi standar atau prinsip, yang sering kali bersifat kualitatif.

 Objektivitas dalam penelitian mengacu pada kemampuan untuk memperoleh hasil yang konsisten dan tidak dipengaruhi oleh pandangan atau bias pribadi. Metode kuantitatif, yang sering kali dianggap lebih objektif, berupaya untuk mengukur data secara numerik dan mengurangi subjektivitas dengan menggunakan alat dan teknik statistik. 

Sebaliknya, subjektivitas mencakup pandangan, pengalaman, dan interpretasi pribadi yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Penelitian kualitatif cenderung lebih subjektif karena bergantung pada interpretasi dan analisis mendalam terhadap data deskriptif. Meskipun penelitian kualitatif sering kali dianggap lebih subjektif, penting untuk diingat bahwa penelitian kuantitatif juga dapat mengandung unsur subjektivitas, misalnya dalam pemilihan variabel atau interpretasi data. 

Sebagai contoh, dalam analisis sentimen, data kualitatif seperti opini atau perasaan seseorang diubah menjadi format kuantitatif untuk analisis lebih lanjut, menunjukkan bahwa pengolahan data kuantitatif pun melibatkan aspek subjektif dalam interpretasinya.  

Selanjutnya definisi bahwa sesuatu yang ilmiah itu harus dapat dibuktikan secara inderawi, bahkan inderawi baru level pertama untuk membuktikan bahwa sesuatu itu ilmiah atau tidak. Tentu definisi tersebut sangat kurang tepat karena banyak sekali ilmu pengetahuan seperti filsafat, matematika, ilmu sosial yang seringkali berfokus pada konsep-konsep abstrak yang tidak mungkin dapat diuji secara langsung menggunakan pancaindra. Disini, kebenaran diuji melalui logika, argumentasi dan penalaran deduktif. 

Dalam konteks matematika sendiri banyak sekali konsep abstark didalamnya, diantranya: 1) Bilangan Imajiner () , dari Namanya saja sudah mencerminkan bahwa bilangan tersebut merupakan suatu imajinasi. Bagaimana kita bisa buktikan bahwa bilangan itu ada dan benar secara ilmiah apabila yang dikatakan ilmiah harus bisa dibuktikan dengan panca Indera. 2) Bilangan tak hingga (), untuk mencari berapa nilai tak hingga saja manusia tidak bisa melakukannya, apalagi kita dituntut untuk membuktikannya secara indrawi. 3) Dimensi yang dituliskan sebagai ^ . 

Bagaimana kita bisa membuktikan dimensi ke-n secara inderawi sedangkan di dunia hanya terdapat dimensi ke-4. 4) Aljabar Abstrak yang membahas tentang grup, gelanggang, medan, modul, ruang vektor, dan aljabar medan. Tanpa menjelaskan satu persatu konsep tersebut, kita bisa lihat namanya saja sudah menunjukkan bahwa aljabar tersebut bersifat abstrak. Bagaimana kita bisa membuktikan sesuatu yang bersifat abstrak dengan menggunakan pancaindera. 5) Analisis, membahas tentang ruang vektor, ruang norm, ruang Banach, ruang Hilbert, ruang sobolev, ruang dual. Malah lebih abstrak lagi dari pada ruang ke-n atau ^ .bagaimana kita bisa uji itu semua dengan panca Indera?.

Dalam statistik yang digunakan oleh guru gembul sebagai "metode ilmiah" untuk menguji nasab ba alawi, terdapat banyak sekali konsep yang tidak bisa dibuktikan secara indrawi.  merupakan salah satu konsep yang abstrak dalam statistik, sampai kapanpun manusia tidak akan punya kemampuan untuk mengetahui berapa nilai dari  itu apalagi membuktikannya secara indrawi. Machine learning menggunakan konsep multi dimensi ^ yang digunakan dalam dataset yang besar. Distribusi normal adalah konsep teoretis yang menggambarkan bagaimana data akan tersebar secara simetris di sekitar rata-rata (mean). Ini sering digunakan dalam banyak analisis statistik untuk membuat prediksi dan kesimpulan tentang populasi. Namun, meskipun distribusi normal sering muncul dalam berbagai konteks, bentuk sempurna dari kurva ini tidak pernah benar-benar terlihat secara langsung dalam data nyata, karena selalu ada variasi atau penyimpangan. Dalam uji statistik, kita tidak pernah bisa "membuktikan" hipotesis nol dengan pasti. Kita hanya bisa menolaknya atau gagal menolaknya berdasarkan hasil pengujian statistik. Proses ini sepenuhnya abstrak dan tidak dapat dilihat atau dirasakan secara fisik, karena bergantung pada model probabilistik dan inferensi, bukan pada pengamatan langsung terhadap fenomena nyata.  

Dari pemaparan diatas definisi dari metode ilmiah yang diapakai guru gembul untuk menguji keabsahan nasab (ba alawi) gugur secara definisi, karena terjadi kontradiksi antara pendefinisian "ilmiah" yang dilakukan oleh guru gembul dan metode statistik yang diklaim sebagai salah satu metode ilmiah. Guru gembul mendefinisikan ilmiah sebagai sesuatu yang harus bisa dibuktikan secara indrawi, sedangkan tulisan ini membuktikan bahwa tidak semua pendefinisian "ilmiah" harus bisa dibuktikan secara indrawi, buktinya banyak sekali konsep matematis yang tidak bisa dibuktikan secara indrawi. 

Dalam metode ilmiah yang lebih luas, pembuktian tidak selalu harus bersandar pada apa yang bisa diamati secara langsung oleh indera manusia. Banyak konsep dalam ilmu pengetahuan, termasuk dalam statistik dan matematika, yang bersifat abstrak dan tidak bisa dibuktikan secara fisik atau indrawi, tetapi tetap dianggap ilmiah karena didukung oleh bukti logis, deduksi matematis, atau model yang valid. Sebagai contoh, banyak teori ilmiah, seperti teori relativitas atau mekanika kuantum, menggunakan model matematika yang kompleks dan abstrak, yang tidak bisa dipahami melalui observasi langsung, tetapi tetap diterima sebagai penjelasan ilmiah karena didukung oleh eksperimen, perhitungan matematis, dan konsistensi logis. Metode ilmiah mencakup langkah-langkah seperti pengamatan, formulasi hipotesis, eksperimen, dan analisis data, yang bisa melibatkan bukti empiris atau model teoretis. Jadi, membatasi definisi ilmiah hanya pada apa yang bisa dibuktikan indrawi akan mengabaikan banyak bidang ilmu pengetahuan yang sah dan berkontribusi pada pemahaman manusia tentang dunia, termasuk konsep dalam statistik seperti distribusi probabilitas, hipotesis nol, dan lainnya. 

Kontradiksi yang ditunjukkan menggarisbawahi bahwa pendekatan Guru Gembul terhadap pengujian nasab dengan definisi "ilmiah" yang sangat sempit mungkin mengabaikan aspek lain dari validitas ilmiah, yang tidak selalu mengharuskan bukti secara indrawi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun