Cerita-cerita itu lalu menjadi sumber inspirasi. Para pembacanya
memahaminya dengan cara masing-masing. Karena itu lahirlah banyak
apresiasi, kritik dan pemahaman tentang sebuah cerita dari berbagai
perspektif dan sudut pandang. Sebagian mengecam Pulau Buru dan
sebagian memujinya. Sebagian orang melecehkan Madame Bovary, tetapi
sebagian orang menjadikannya sumber inspirasi. Dan seterusnya, dan
seterusnya. Tetapi reaksi orang bukan hanya mengecam dan memuji,
namun juga memahami, menafsirkan dan merenungkannya dengan cara yang
sama sekali berbeda. Ambil contoh kisah Yesus yang Juru Selamat.
Kisah Yesus, yang dianggap sebagai fakta sejarah, tidak ditafsirkan
secara seragam, bahkan di kalangan umat Kristen sekalipun. Passion of
Christ, adalah tafsir literal atas penderitaan
penyaliban Kristus. Film ini memuat asumsi yang dianut umum, bahwa
Yesus mendapat ilham dari Tuhan. Tetapi, beberapa tahun yang lalu,
ada film yang berjudul The Last Temptation of Christ, yang
disutradarai oleh, kalau tidak salah ingat, Oliver Stone. Asumsi film
ini berbeda dengan asumsi film The Passion of Christ. The Last
Temptation menceritakan bahwa Yesus sesungguhnya mengalami konflik
batin yang dahsyat: ia ragu, apakah ilham yang diperolehnya itu
berasal dari setan atau dari Tuhan.! Yesus lebih manusiawi dalam
film ini, sebab Yesus juga tersiksa oleh konflik seksual dalam
dirinya. Inilah yang saya maksudkan bahwa cerita bisa dilihat dan
dipahami dari berbagai perspektif dan sudut pandang.
Perbedaan pemahaman dan penafsiran inilah yang bisa memperkaya hidup
kita. Bagi siapa saja yang mau sedikit bekerja keras dan berpikir
ketika membaca sebuah karya besar, bisa dipastikan ia akan mendapat
wawasan baru yang kadang-kadang bisa mengguncangkan keyakinannya,
mengubah arah hidupnya. Jika anda pernah membaca kisah Daud melalui
tulisan seorang ilmuwan (saya lupa namanya), barangkali anda akan
terkejut ketika pengarang itu menjelaskan seolah-olah hubungan Daud
dengan Batseby adalah sebuah skandal yang menggemparkan. Orang Islam
tentu tidak akan menerima tafsir semacam ini. Atau, jika anda beragam
Islam dan pernah melihat sebuah film tentang Nuh , anda
mungkin akan terkejut ketika mendapati ceritanya berbeda sama sekali
dengan apa yang tertulis dalam Qur'an.
Karena itu tidak mengherankan bahwa banyak orang ketakutan dengan
kebebasan manusia dalam menafsirkan atau memahami sebuah cerita. Jika
kisah kitab suci saja bisa dipahami secara berbeda, tentu novel-novel
sastrawan akan lebih beragam penafsirannya dan barangkali
lebih "liar" tafsirannya.
Ringkasnya, setiap cerita selalu mengandung pelajaran, baik itu
kisah fiktif, legenda, dongeng, mitos, atau fakta sejarah. Tinggal
kitalah yang harus pandai-pandai memanfaatkannya agar cerita-cerita
itu tidak hanya menjadi hiburan semata. Cerita yang baik biasanya
mempesona, menghibur sekaligus memberi pelajaran hidup yang terkadang
sangat mendalam, filosofis, religius bahkan gila. Maka, novel atau cerita yang
baik memang sebaiknya, atau "harus," dibaca, sebab cerita adalah bagian dari hidup kita, dan hidup kita sendiri adalah sebuah cerita.
"Bacalah" dengan menyebut nama Tuhanmu yang Maha Mendidik...
Salam
Triwibs Kanyut
wis dadi bolo dupakan ning Kakilangit
artikel ini jg dipost di: http://www.facebook.com/notes/triwibs-kanyut/sekali-lagi-apa-itu-novel-mengapa-sebaiknya-kita-membaca-novel-yg-baik/440169278339
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H