Mereka, sijoli Bapak dan Anak begitulah terus lanjut dan melanjutkan perjalanan. Sekeliling agaknya berkedip, bicara saling bicara saling membisikkan begitu damainya sijoli ini. Bawalah mereka turut serta, begitu pinta mereka yang menyaksikan sebagaimana penonton dari atas pepohon di tepian jalan.
Dan cahaya rembulan tatap jendela dunia dengan terang sapa. Begitulah makin jelas keindahannya, sedamainya surga dekap rangkaikan laju begitu mereka tangkap kerumunan cahaya yang datang.
Mereka sampai disaat mereka mengenali tempat di mana mereka bisa bersiul. Mereka telah mengujinya begitu mereka telah menitipkan kata hatinya. Mereka telah bicara dan berbincang setelah mereka sandarkan kaki dengan santainya.
Mereka pula mulai dengarkan begitu mereka diterima. Mereka pula mereka mulai berbisik mesra begitu mereka menyuguhkan senyum. Mereka telah bincang begitu mereka dipersilahkan untuk saling bicara. Mereka kini telah benar-benar memilikinya, mereka pula memulainya tanpa dipertanyakan lagi. Mereka kini telah benar-benar ada di sini mewakili hayat rindu mereka.
Di sini mewakili dari mereka yang saling ingin bertemu. Bukannya mereka ingin bikin repot, tapi mereka telah yakin dengan begini mereka lebih dari berbincang serta bicara dengan leluasa.
Bapak Nur menunjuk satu bintang di atas sana. Satu bintang diantaranya berkibar bintang yang wajahnya saling mirip. Satu bintang yang paling jauh letaknya untuk lebih mudah dikenali dan dibedakan.
Beberapa menit lamanya Nur diminta amati. Diminta mengapungkan sepasang matanya tanpa putus. Terus memandang dengan tetap tak lupa untuk berkedip dan mengecap cerahnya ditujukan pada kita. Cobalah hayati, jangan tinggalkan penghayatan.
Sama kemudian, pandangi rumput yang lembut nampak tetap hijau, begitupula pastikan daun-daun juga hijau. Juga ranting-ranting yang menjaga senyumnya dekatkan pada kita.
Dimana perasaanmu? Andaikata bisa merasakannya, artinya kerelaan kecermatan masih bisa dilanjutkan. Ada pertemuan yang memuat sibiduk penyentera-penyentera dalam hidup ini.
Temukan dan lalu tangkap. Lalu lepaskan lagi ke langit, coba bayangkan awan-awan bilamana malam ini penuh awan, coba bayangkan pula bila malam ini tanpa bintang. Coba bayangkan juga bila malam ini tanpa tersimpan bulan, lantas sejuta benak dalam beraturan mengingat apa yang telah diberi dan berikan selama kita masih duduk di sini lambat mengiring.
Cukup sudah menahannya, coba untuk melawan getir yang terkekang. Coba bayangkan dengan singkirkan aroma nafas tubuh yang mengiring laju darah. Sentuh dan kecup dengan hangat peluk,lambailkan dengan selembut kecupan pertama yang apalah artinya memapah dalam ketiadaan.