Dear My Son...Jakarta Pagi Ini
Mbah Har
My son...hari ini sudah waktunya. Pagi telah beranjak. Bahwasanya sekarang adalah cukup masa untuk memilih dan bertahan meniti jalan kedewasaan menuju perjalanan jauh ke depan.
Setiap detik ada pertemuan, setiap detik pula ada perpisahan. Pahami dan pilih untuk meniti. Dan detik demi detik pergantian detik Papamu mengambil kata.
Langkahmu bisa menjadi panjang, dan langkahmu pula bisa menjadi pendek terhenti. Papa perlu bilang padamu, jauh bisa merapat. Akan tetapi dekat bisa sebatas bayangan merapat yang tak tersentuh.
Papa juga pernah ngomong, dunia ini betul luas adanya. Bumi ini bulat tak berujung. Jalan beraspal tak terukur untuk dilangkahi kaki demi kaki.
Atau sebaliknya, dunia ini bisa menjadi sempit. Bumi seisinya dalam genggaman tanganmu. Jalan berjuta kilometer akan terasa satu langkah dari tempatmu bergerak. Bahkan dasar laut yang tak tersentuk matamu, teraba getar riak airnya oleh berdirimu.
My son...
Menuju kota Jakarta...Jakarta pagi ini, pasti berakhir. Dari kota ini tentu dapat tertempuh baik dengan luasnya lautan atau tingginya langit biru. Hampiri semua jauh tersebut tanpa sepi terlihat dari pijar semangatmu.
Papa berkata demikian ada tarikan gempita yang sempat Papa nyanyikan. Sedihku bukan senangku atau sepiku bukan gembiraku. Yang terjadi harus Papa jalani untuk menuju Jakarta, karena di Jakarta telah ada yang menunggu.
My son...
Tulisan Papa ini tidaklah singkat. Tulisan tangan ini bahkan tidak akan rampung seribu tahun lamanya. Ruang hati yang menyatu telah terlanjur membawa hati dengan hati-hati dan menjadi bagian hidup Papa.
Papa adalah seorang laki-laki. Berapa umur manusia normal? Atau bahasa medisnya berapa usia harapan hidup manusia? Tentu mudah menjawabnya, tetapi sulit menjelaskan keberadaan yang hakiki.
Tetapi apakah kau percaya, My Son! Dalam kurun waktu tersebut Papa menempuh perjalanan seribu tahun lamanya? Tidak perlu dijawab biarlah jadi misteri catatan ini.
Papa bahagia saat menuliskan tulisan ini. Selang satu tinta mengalir, hujan rintik turun. Syahdu dan teduh menjemput embun pagi di kaki bukit ini. Tenang dan menghanyutkan akan dekapan alam. Mengajari Papa untuk menjadi alam yang sesungguhnya.
Hidup ini terbentang luas...malam jaga kelam dengan jelaga pekatnya. Akan tetapi malam juga indah dengan bingkai bintang dan bulan. Malam sempurna membentuk seraut wajah yang sedang mengedipkan mata cantiknya penuh jenaka. Malam yang sempurna dengan jujur dengan penampakannnya.
Ke sini, duduklah lebih dekat dengan Papamu. Gaa usah malu menyandarkan lelah kepalamu di bahu Papamu. Papa pernah muda sepertimu, penuh ambisi dan angan. Penuh hasrat mengejar satu bintang diantara berjuta bintang, tapi...
Hidupkanlah dirimu ke sini, di sini dengan Papa kita akan bercerita menghabiskan malam ini... di sini. Teruskanlah.
My son, tidak ada alasan sempurna untuk tak jujur padamu. Karena kepingan waktu dan kenangan malam ini adalah pembeda untk mengakhiri dengan indah.
Mumpung ketegaranmu masih utuh, mumpung langkahmu masih ringan. Pelukanmu belum ternoda debu jalanan yang menyalak tak ramah dalam keseriusan mengambil langkah seribu.
Papa janji, habiskan malam ini...di kawasan ijen ini berdua. Bersantai sejenak, tapi serius setelah lelah menunggu jawaban Papa. CUkuplah kamu diam, letakkan hatimu bersama bidadari kesunyian ini.
Jangan pernah berlari my Son, karena kamu pasti akan terlewatkan petunjuk menuju setapak berbatu. Dan mungkin akan membuatmu terjatuh karena setapak berbatu pula.
Melompatlah lebih cepat dan ringan. Melompatlah seperti halnya kau kerja bola badminton. Kejar dengan langkah yang melompat, bukan berlari. Seberapa cepatnya butuh berhenti walau sejenak atau kau akan terjatuh.
Pukul bola badminton dengan pergelangan tangan, jangan mengandalkan kekuatan lengan. Ambil posisi tangan di atas adalah harapan ikhtiar terakhir. Dan kelak pada saatnya kau akan mengerti efek kejutnya tanpa membuat dirimu terkejut. Karena kau telah siap dengan takdirNya.
Bersambung....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H