Diantara bulan purnama bulat utuh, kita berlari kecil menyusuri sepanjang pantai berpuisi. Seolah ringan terbang kecil di atas air kupegang pinggangmu. Sesekali kau lirik ke belakang dengan tatapan manja penuh kasih. Dan aku kan menjagamu dari sini, sekali untuk selamanya.
Selintas burung camar melintas rendah riuh membuka jendela. Lampu-lampu kamar hotel tampak menyala redup. Hatiku terdalam membiarkanmu berlari kecil mendahuluiku. Kukejar dan kutanggap serta kudekap dengan rasa sayang. Melukis cakrawala bersama bentang malam membujur hangat pantai tidak berujung tepi. Selamanya
Malam semakin jelang. Ketika kita selesai menyusuri pantai, berkelap-kelip kita menyaksikan dari atas balkon. Berjuta cahaya mata jeli mencuri pandangan. Bersandar di bahuku hangat cinta, kita saling bercerita tentang kenangan di hari kemarin, berbincang di detik ini dan berdoa untuk masa depan yang lebih dekat.
Tumbuhan batu buat menahan laju gelombang kita tatap jelas dari atas sini. Cinta kita akan akan bertahan segitu hebatnya, tidak siang, bukan pula malam, tiada jeritan kesakitan ataupun penyesalan. Sebaliknya, justru memancarkan aura keindahan bagi yang memandangnya, bagi yang menikmati duduk di sebelahnya, atau sekedar bercengkerama di atas batunya. Bisa jadi buat tempat perlindungan biota laut kecil dari hujan terkadang pasang.
Secangkir kopi tipis kita minum bersama. Satu cangkir, di bekas bibir yang sama. Pahit tidak terlalu manis. Satu tegukan lagi menggulirkan suasana. Terjawab sudah doa-doa.
Lihatlah, aku di sini tidak lagi melawan takdirku. Karena ini takdir harapanku. Takdir waktuku. Memandangmu, menatap bulat bola matamu nansayu, membuat diriku yang tidak sempurna menjadi bagamana aku semakin mencintaimu. Membuatku semakin tidak kenal siapa aku, kecuali bagaimana aku mencintaimu dengan benar.
Semakin malam, semakin hangat.
Kubiarkan rambut bergelombangmu hitam menutupi mataku. Berputar seiring dunia menjernihkan keindahannya. Membuktikan cinta mewarnai dunia, tanpa cinta dunia mungkin sudah berhenti bercerita. Kesan sesaat menutupi mataku, tersapu wangi angin malam makin larut membius. Permulaaan cinta kubiarkan cinta tetap menjadi dirinya sendiri.
Sepanjang permadani hijau aku bentangkan. Lurus berkemungkinan mengukir dari sisi utara. Berlari di sebelahnya menggenggam jari-jari erat tangan. Dan tunggulah di sana kita mengelilingi purnama menari, rona merah di pipimu. Cinta akan membawaku laksana ikan di laut.
Aku biarkan kamu berlari menikmati serunya. Kita pecahkan celengan waktu dalam segala bahasa alam andai menguasainya. Kita hayati dalam dalam keabadian, kita tilik melalui hati dan perasaan. Benar adanya cinta telah meniupkan kehidupan melalui kepingan rindu. Tak ada lagi pantulan cermin di air malam karena purnama, aku jamin tanpa perkara. Sepanjang pasir putih Pantai Teluk Awur semoga cinta membuatku lebih bijaksana dan bertakwa.
Ketika itu kita telanjang kaki. Merasakan sentukan gelombang pantai. Isu hati tertambat di dermaga sebelah. Di seberangnya kita bawa terang bunga yang terpetik. Layar berganti berayun diantara akar-akar bakau menahan pasang gelombang. Satu jiwa selamanya.